"Hah, kok tau, sih?! Kamu siapanya Dika?" tanya Nada dengan intonasi tinggi gara-gara terkejut gadis yang baru ia temui ini mengetahui hubungannya dengan si Atalanta alias Dika itu.
Diandra tertawa pelan. "Aku adiknya, Kak."
"LAH ADEK?!"
Diandra meringis saat suara melengking Nada masuk tepat di telinganya. "I-iya."
Sadar kalau suaranya mengejutkan Diandra, Nada lantas meringis sembari mengusap tengkuknya "Duh, sori. Suara aku kalau kaget kekuatannya 9,5 magnitudo."
"Udah kayak gempa aja magnitudo," seloroh Diandra disambut kekehan Nada.
Nada tidak membantah candaan Diandra. Cewek itu malah mengangguk membenarkan. "Kata Abang aku juga begitu. Apalagi kalau aku udah teriak, katanya berpotensi tsunami."
Tawa Diandra semakin mengencang. "Hahaha! Abangnya Kakak bisa aja."
"Btw, kamu kelas berapa?" tanya Nada penasaran ingin mendalami tentang identitas adik iparnya ini. Ralat, calon adik ipar mungkin, ya.
"Kelas 10."
"Oh oke. Sekali lagi salam kenal, ya. Aku Nada." Nada mengulurkan tangannya.
Diandra menjabat tangan Nada. "Salam kenal juga Kakak ipar."
"Hahaha bisa aja kamu." Nada menggeleng-gelengkan kepalanya. "Eh iya, pulang sekolah kita ke kafe mau gak? Sekalian ngobrol-ngobrol," ajak Nada langsung nyaman walau beberapa menit berjumpa dengan Diandra.
Diandra mengangguk semangat. "Hayuk!"
"Ya udah, ntar aku kelas kamu pulang sekolah."
"Oke, kelas X Perhotelan 1, ya, Kak."
"Siap! Duluan, ya. Bye!" pamit Nada melambaikan tangannya kemudian pergi.
Sepeninggal Nada, Diandra kembali memencarkan pandangannya guna mencari orang yang tadi membuatnya berlari hingga bertabrakan dengan Nada. Namun, ia tetap tidak menemukan kehadiran sosok berbadan tegap itu. Sungguh, matanya masih sehat. Dia tidak mungkin salah lihat.
"Tadi aku liat Papa di sini."
*****
Benar kata orang, punya teman se-frekuensi itu adalah kecocokan yang luar biasa. Meskipun baru bertemu, tapi kalau sudah merasa cocok dan satu frekuensi, maka sebentarnya waktu bertemu mereka tidak berlaku.
Contohnya saja Nada dan Diandra. Kini, kedua cewek itu sudah berada di kafe dekat sekolah. Alih-alih ingin saling mengenal lebih dalam lagi, Nada mentraktir Diandra makan di tempat ini. Candaan dan tawa hangat mengisi obrolan mereka. Bukannya mau caper dan supaya dapat restu, semua yang Nada lakukan murni karena dia nyaman berteman dengan Diandra. Entahlah gadis itu seperti memiliki aura yang membuat Nada betah berteman dengannya.
"Eh, kita dateng ke sini Abang kamu nyariin gak?" tanya Nada setelah dua minuman tersaji di meja mereka.
"Kalau sayang sih nyariin," kata Diandra sambil menyedot jus mangga pesanannya.
"Emang Dika gak sayang sama kamu?"
Diandra menggeleng. "Bang Dika sayang banget sama aku. Cuman sekarang sayangnya dibagi tiga." Diandra menunjukkan angka tingga mengunakan jarinya.
"Tiga? Siapa aja?" Ada rasa takut yang kini menjalar di hati Nada. Entahlah, tiba-tiba dia takut bila sayangnya Dika yang dibagi tiga itu adalah untuk gadis lain yang merupakan simpanan milik laki-laki itu.
"Yang pertama, Mama. Yang kedua aku. Dan yang ketiga ...." Diandra menggantungkan kalimatnya.
Nada masih setia menatap Diandra. Ia benar-benar menunggu siapa orang ketiga yang mendapat sayangnya seorang Atalanta Dika Nurdiansyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGAMEN KEREN [END]
Teen FictionCOWOK FIKSI ITU NYATA! Kata siapa tokoh fiksi dalam cerita Wattpad tidak bisa jadi kenyataan? Buktinya, sosok gadis pecinta musik bernama Nada menemukan cowok fiksi dalam cerita Wattpad yang dibacanya dalam bentuk seorang pengamen keren yang selalu...