38. Kita Benci Papa!

25 9 0
                                    

Usai mendapat kabar tidak sedap tentang Mama dari Nek Umu, Dika dan Diandra langsung pergi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan, Diandra terus menangis. Nyatanya, semesta belum puas mempermainkan perasaan mereka. Setelah mencabut Sebagian kenikmatan hidup Mama, kini semesta juga tega membuat Mama tak bangun-bangun.

"Bang ... ayo cepetan bawa motornya. Dian takut ...," cicit Diandra terisak.

"Iya, ini Abang juga udah berusaha cepet kok. Kamu berdoa aja, ya, semoga Mama gak kenapa-napa," sahut Dika kemudian menambah kecepatan motornya supaya segera sampai di rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung berlari ke ruang IGD. Di ruang tunggu IGD, sudah ada Nek Umu dan beberapa tetangga yang Dika kenal. Langkah kaki Dika dan Diandra melambat saat mendengar isak tangis keluar dari bibir Nek Umu.

"Nek ...," panggil Diandra pelan.

Nek Umu mendongak. Tanpa aba, ia mendekap ringkih Dika dan Diandra yang semakin banjir dengan isak tangisnya. "Maafin Nenek, Dika, Dian. Maafin Nenek."

"Nenek kenapa? Kok tiba-tiba minta maaf?" tanya Diandra.

Nek Umu mengurai pelukannya. Kepala wanita berambut putih itu menunduk. Dadanya terasa sesak untuk menyampaikan ini semua.

"Mama ...."

"Mama kenapa?" Kini, Dika bersuara tegas.

"Mama kalian udah gak ada. Mama kalian meninggal dunia."

Runtuh sudah dunia kedua anak itu. Waktu bagi mereka seakan-akan berhenti detik itu juga. Sekujur tubuh Diandra dan Dika melemas bukan main. Diandra bahkan sampai meluruh ke lantai saking tak sanggup menerima kenyataan ini.

"Gak, Mama gak mungkin meninggal. Nggak mungkin." Diandra menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matanya berjatuhan tiada henti.

Sementara Dika, cowok itu menyugar rambutnya kemudian menumpunya pada dinding. Tangan kirinya memukul-mukul dinding dengan pelan. Sesak, bahkan Dika nyaris takt ahu bagaimana caranya bernapas dan berkata-kata.

"MAMA!" Detik di mana Diandra menjerit histeris, lalu berlari masuk ke dalam ruang IGD untuk melihat Leni.

Dika lantas menyusul masuk. Dia tidak mau Diandra sampai kenapa-napa. Walaupun dia merasakan rasa sakit yang begitu merajam.

Pandangan Dika dan Diandra terpaku pada brankar yang di atasnya terdapat kain putih yang menyelimuti jasad seseorang. Dengan tangan gemetar dan hati tidak rela, Diandra menyingkap kain putih tersebut. Dan tampaklah wajah bersih malaikat cantiknya yang terbujur kaku.

"Mah, bangun! Ini udah sore, Mah. Ayo bangun! Buka mata Mama! Ini Diandra, Mah. Mama." Gadis itu terus mencoba membangu nkan Leni. Dia tidak percaya bila Mamanya itu telah tiada. Tidak mungkin, Leni itu orang yang kuat. Diandra berpikiran seperti itu.

"Mamah! Mamah denger Dian gak, sih, Mah?! Bangun! Kenapa Mama merem terus, sih, hah?! Cepet, bangun, Mah! Mamah!" Seolah kalap, Diandra terus meronta-ronta dari kungkungan Dika.

Jadi, benar Leni tiada?

"MAMAH!" teriak Diandra menangis histeris. Cewek itu bahkan semakin menggila kala melihat Leni tidak kunjung membuka matanya.

Diandra semakin mengeratkan pelukannya. Cowok itu mengambil dagu Diandra menghadap ke depan wajahnya. "Diandra, liat Abang!"

Namun, Diandra terus meraung-aung. "MAMAH!"

"DIANDRA, SETOP!" sentak Dika untuk pertama kalinya membentak Diandra membuat cewek itu langsung membisu. "Kamu gak boleh gini, Diandra. Istighfar. Mamah udah gak ada, Dian. Mamah udah gak ada." Suara Dika melembut, diirinngi rasa sesak di dadanya.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang