Dua hari pasca Leni pulang dari rumah sakit, semuanya masih terasa sama dan tidak ada perubahan. Sejak divonis terserang stroke, Leni benar-benar tidak bisa melakukan apa pun selain berbaring di atas kasur. Jika ingin makan ataupun minum, dia hanya bisa memberi kode dengan memukul risbang. Beruntung tidak semua anggota tubuh tidak bisa digerakkan. Hanya mulut dan kaki yang tidak berfungsi.
Hancur. Ya, hati anak mana yang tidak hancur kala melihat bidadarinya terbujur kaku bagaikan mayat hidup. Di saat Leni pulang dan membuat kedua anaknya bahagia, di sanalah Tuhan memberi ujian agar mereka semakin kuat dalam menjalani hidup.
Masalah baru yang Dika dan Diandra pikirkan adalah siapa yang akan menjaga Leni di saat mereka bersekolah? Bahkan awalnya Diandra berniat berhenti sekolah supaya bisa merawat Leni. Tapi Dika melarangnya. Namun beruntung, satu wanita yang sudah memasuki lansia—Nek Umu—dengan suka rela menyanggupi untuk menjaga dan merawat Leni di saat Dika dan Diandra pergi bersekolah. Dika dan Diandra bersyukur karena dikelilingi oleh tetangga-tetangga baik seperti Nek Umu.
Hari ini adalah hari libur. Pada pagi hari, Dika pergi mengamen untuk mencari uang tambahan. Sedangkan Diandra menjaga Leni di rumah asalkan tidak boleh terlalu capek. Saat siang hari, tepatnya pukul 13.00, Dika memutuskan untuk pulang karena khawatir akan kondisi Diandra dan Leni di rumah. Lagipula, langit tiba-tiba mendung dan berubah gelap disertai suara menggelegar. Mungkin tak lama lagi hujan akan segera turun membasahi bumi.
"Assalamualaikum, Mah," sapa Dika begitu masuk ke dalam kamar. Dia menatap hangat ke arah Leni yang sedang terbangun dengan tatapan menerawang jauh pada langit-langit kamar.
Dika dapat melihat usaha Leni untuk membalas senyum. Tapi apa boleh buat? Penyakit strokenya menyulitkan Leni untuk sekadar menggerakkan bibir.
"Mama mau minum?" tawar Dika.
Leni mengangguk. Dika pun lalu membantu Leni untuk meminum air dengan bantuan sedotan. Setelah menghabiskan hampir separuh gelas belimbing, Dika mengelap bibir Leni menggunakan jempolnya ketika setetes air tertinggal di sana.
Di sela-sela kesedihannya melihat sang Mama terbaring lemah, ada sedikit rasa syukur yang hinggap di hati Dika. Meskipun Leni terkena stroke, tapi setidaknya Dika dapat berbakti dan menjalankan kewajibannya sebagai seorang anak.
"Diandra ke mana, Mah? Dika liat-liat gak ada," tanya cowok itu duduk di sebelah Leni sembari mengelus-elus kepala wanita itu.
Tangan Leni bergerak meraih pulpen dan buku yang kini ia gunakan sebagai media komunikasinya bersama orang lain. Setelah Leni menuliskan jawaban dari pertanyan Dika, Dika pun memicingkan mata untuk membaca tulisan Leni yang sedikit berantakan.
Tadi dia izin keluar. Katanya ada urusan bentar.
Dika seketika cemas. Terlebih saat obsidiannya menembus kaca rumah, menghadirkan rintik-rintik hujan yang mulai turun dari langit. Semoga kecemasannya dan kekhawatirannya akan suatu hal buruk menimpa Diandra tidak menjadi kenyataan.
*****
Pandangan Diandra naik-turun mencocokkan alamat yang tertulis di atas kertas dengan nomor rumah yang ada di depannya. Setelah dipastikan benar, cewek itu pun melangkahkan kakinya mendekati rumah megah yang didominasi berwarna putih keemasan tersebut.
"Permisi, Pak," sapa Diandra kepada satpam yang berjaga di rumah tersebut.
Satpam itu kemudian bangkit dari kursinya. "Iya? Cari siapa, Neng?"
"Apa bener ini rumahnya Pak Faisal?"
"Benar. Kamu dengan siapa?"
Diandra tersenyum lega mendengar jawaban satpam. "Saya anaknya, Pak. Saya mau cari Papa saya," jawab Diandra memperkenalkan statusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGAMEN KEREN [END]
Teen FictionCOWOK FIKSI ITU NYATA! Kata siapa tokoh fiksi dalam cerita Wattpad tidak bisa jadi kenyataan? Buktinya, sosok gadis pecinta musik bernama Nada menemukan cowok fiksi dalam cerita Wattpad yang dibacanya dalam bentuk seorang pengamen keren yang selalu...