14. Bersedia atau Tidak?

33 16 0
                                    

Secangkir teh hangat yang masih berasap dibawa Leni menuju teras. Rintik-rintik hujan mengawali pagi hari Senin itu. Udara terasa dingin menusuk tubuh, membuat Leni melapisi badannya dengan jaket tebal agar tidak kedinginan.

Begitu sampai di teras, Leni sedikit mengulas senyum ketika melihat putra sulungnya—Dika dengan seragam sekolahnya tengah terduduk di lantai sambil sibuk mengotak-atik gitar berwarna cokelat kesayangannya.

Karena sudah lama tidak menikmati kebersamaan dengan laki-laki itu, Leni memilih duduk di lantai, tepatnya di samping Dika. "Hai! Kamu belum berangkat?"

Dika menoleh lalu tersenyum tipis. "Eh, Mah. Belum, ini lagi benerin gitar dulu," jawabnya lalu kembali fokus memperbaiki senar gitar yang mengendor.

"Diandra?"

"Dia udah berangkat duluan. Tadi dijemput sama temennya."

Mata Leni terfokus pada gitar yang berada di tangan Dika. "Kamu beli gitar itu di mana?"

"Dikasih temen, Mah. Katanya udah rusak. Tapi karena waktu itu Dika gak punya uang buat beli gitar baru, jadinya Dika benerin aja deh daripada dibuang kan sayang," paparnya menceritakan asal-usul gitar ini didapat. "Alhasil, gitar ini jadi sumber penghasilan Dika buat dapetin uang tambahan selama ini."

Ada rasa bersalah yang bersemayam di hati Leni karena jarang menanyakan kabar tentang anaknya. Apakah pantas gelar ibu durhaka tersemat di dadanya lantaran tega membiarkan anak seperti Dika mengamen demi mendapat penghasilan tambahan?

"Oke, Dika berangkat sekolah dulu, ya, Mah."

Leni terbuyar dari lamunannya. "Eh, iya. Hati-hati, ya."

Dika mencium punggung tangan Leni, kemudian dilanjutkan dengan mencium kening sang Mama cukup lama. "Dah Mamah sayang! Assalamualaikum," pamitnya.

*****

"Has, lempar, Has! Lempar!" seru Dika meminta bola yang sudah siap di dekat ring basket.

Pandangan Hasby memencar. Setelah berhasil membidik keberadaan Dika, cowok itu langsung melempar bola basket yang dengan sempurna tertangkap oleh Dika. Dalam satu kali tembak, bola berhasil masuk ke dalam ring dengan begitu mulus.

"YES, MASUK!" sorak Hasby dan tim bersamaan.

Saat ini, kelas Hasby tengah bermain basket di jam istirahat menggunakan pakaian olahraga. Berhubung hari ini guru olahraga mereka berhalangan hadir, jadi mereka dapat melakukan kegiatan bebas seperti bermain basket sepuasnya sampai waktu olahraga berakhir.

"Lagi gak?" tanya Hasby kepada Dika yang terlihat kelelahan.

Dika menyusut keringat yang membasahi wajahnya menggunakan telapak tangan. "Yuk! Terakhir."

Baru saja permainan akan kembali dimulai, tiba-tiba mereka mendengar suara jeritan dari dalam ruang musik yang ada di dekat lapangan basket.

"AAAAA TOLONG!!"

Semua siswa yang berada di lapangan sontak menghentikan kegiatan mereka. Jeritan histeris tersebut membuat Dika berlari menghampiri ruang musik yang berada di belakang ring basket. Dika kemudian membuka pintu ruang musik yang tidak terkunci.

"Loh, Mbak Nada?" Dika terbengong saat pelaku suara yang mengejutkannya barusan adalah Nada.

"TOLONG, PLEASE, TOLONG!" Nada berlari dan secara refleks memeluk Dika ketakutan.

Dika yang dipeluk secara tiba-tiba itu pun tidak melawan. Terasa getaran di tubuhnya ketika Nada memeluknya. Gadis itu benar-benar ketakutan.

"Kenapa?" tanya Dika dengan lembut.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang