Mengikuti langkah OSIS ke dalam ruangan per gugus. Kelas yang mereka tempati ini hanyalah sementara.
Jadi, mereka tidak tahu akan belajar selama 3 tahun ini dimana. Kelas lantai dua? Lantai dasar? Kelas yang gerah kah? Atau kelas ruang ber AC yang pastinya bikin betah ngorok sampai berada di dimensi lain--mimpi?
Ntahlah ....Leora yang tadinya memasang wajah flat, kini mata dan mulutnya membulat karena seiring perjalanan melihat lukisan indah di setiap dinding.
Menduduki bangku kedua dekat jendela. Biar dapet angin semilir katanya. Dan benar, beberapa saat setelah ia duduk, rambut sedada berwarna hitam kecoklatan yang terurai itu menjuntai hingga beberapa helai menyentuh matanya berulang kali.
Bakal sebangku sama siapa kalau gak ada yang gue kenal?
Ia refleks mengalihkan pandangan pada gadis berkulit putih, berambut hitam pekat sedada, matanya berwarna coklat muda, memiliki tinggi sekitar 160 cm yang berdiri di sampingnya lantas angkat bicara,
"Gue duduk sini ya?" tanyanya sambil tersenyum, ia menunjuk bangku.
"O-oh iya duduk aja." Leora membalas senyuman itu. Ia merasa gugup untuk bertemu dengan orang baru.
Kelas dimulai dengan perkenalan. Leora maju dengan wajah senyum terpaksa dan keringat dingin yang semakin mempercepat temponya untuk meluncur. Berbicara di depan banyak orang asing seperti ini adalah hal paling membuatnya malas.
Leora duduk sendiri di luar kelas menunggu seseorang. Memandang lurus setiap orang lewat. Berulang kali ia melihat jam di tangannya. Bahkan ia selalu tertipu setiap ada orang yang akan lewat di dekatnya karena dikira dia yang ditunggu.
"Ke kantin bareng yuk!" tanya teman sebangku sambil menepuk pundak Leora. Senyum manis nya mengembang dengan apple cheeks yang semakin memberindah lengkungan bibir itu.
Leora tersentak hingga tubuhnya sedikit melompat. Ia memegang dada karena refleks tempo jantung nya cepat.
"Eh! Sorry, sorry. Udah bikin kaget." Gadis disampingnya itu memasang wajah khawatir.
"Eh iya gak apa-apa, santai aja. Tapi maaf ya, gue lagi nunggu temen. Lo sendiri gak apa-apa?"
"Ooh yaudah gak apa-apa ..., duluan ya!" jawabnya seraya melangkah menjauh.
15 menit kemudian, orang yang ditunggu telah tiba. Ternyata dia adalah Natha--teman dekat Leora sewaktu SD. Leora meletakkan tangannya di pinggang. Ia mengomel karena lama menunggu. Bahkan sempat menyesal tidak meng-iya kan ajakan teman sebangkunya tadi. Namun, setelah mendengar penjelasan dari Natha, ia memaklumi. Ternyata kakel di kelasnya itulah yang banyak cingcong.
Leora dan Natha sudah berada di gazebo untuk menyantap seporsi batagor yang mereka beli.
"Wahh ..., kayanya enak nih!" seru Natha seraya hendak mengambil 1 biji batagor.
"Kalo liat dari antrian yang sepanjang kereta tadi enak sih. Sampe pegel tau gak!" omel Leora.
"Haha! Apaan kereta! Tapi jujur emang bikin pegel berdiri."
"Paling gue ga suka tuh sama kakel. Gue kira 1 anak 1 kan yang beli kek kita. Ternyata temennya nitip 7. Gila banget tuh!" jelas Natha dengan kening berkerut.
"Nah iya. Kita pegel-pegel antri, enak dia tinggal gantian berdiri ama temennya. Nitip langsung 7. Besok kalo jadi kakel keknya gitu enak gak sih?"
"Bolehlah .... Oh ya, sebangku sama siapa lo?" tanya Natha.
"Gak tau, gak kenal namanya," jawab Leora santai lalu memasukkan sepotong somay di mulutnya.
"Anying nih anak! Sebangku kok gak tau. Gimana kenal ama temen sekelas coba. Kenalan sana!" pinta Natha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond Crack
Teen Fiction[Update : Every weekend] -Berlian bersinar bagai kebahagiaan dalam kompaknya sebuah pertemanan. Sinar itu semakin redup, hingga retak, karena kerenggangan mereka- Leora mengedarkan pandangan ke sekeliling lautan manusia ber baju putih biru yang teng...