Di sela waktu makan, mata Dewi menyorot pada banyaknya benda kecil dengan berbagai bentuk di atas lemari buku.
"Leoraa! Itu squishy gak sih?" tanya Dewi seraya menunjuk benda yang dimaksud.
"Iya. Kenapa?" tanya Leora balik sambil menaikkan satu alis.
"Mau mainin," rengek Dewi dengan mengerucutkan bibirnya.
"Ambil aja," jawab Leora singkat. Dewi berdiri sambil melompat dan berjalan dengan penuh semangat mengambil mainan itu.
Dewi mengeluarkan satu persatu squishy dan mulai memainkannya dengan cara ditekan. Yang paling lama kembali ke bentuk semula dan masih dalam kondisi yang baik adalah yang paling bagus. Dewi meminta dirinya direkam oleh Leora yang berpura-pura menjadi spam squishy seperti di sosial media.
"Ok guys. Jadi di depan gue udah ada banyak banget squishy. Gue bakal mulai sama yang bentuk hamburger. Hamburger kucing ya .... Serem banget kucing dijadiin burger. Tega nih yang bikin, hewan selucu imut in- WAHH GILA. Baunyaa .... Enak banget! Harum! Kaya bunga kuburan."
"HEH!" sentak Valda yang lanjut tertawa terbahak-bahak.
"Bercanda. Wangi banget kayak valina-" ucapan Dewi terjeda.
"VANILLA!" pekik Valda lagi sambil memukul tubuh Dewi. Hasil rekaman menjadi tak beraturan karena Leora selaku cameramen tertawa. Zell pun juga tertawa dengan begitu puas.
"Oh iya kebalik. Vanilla guys maksudnya. Wangi manis pokoknya. Semanis Zell ...." ucap Dewi seraya menaik turunkan alis dan tersenyum menyeringai.
"Ada aja sih ocehan lo!" pekik Leora lantas tertawa lagi. "Udah nih rekaman gak jelas. Isinya ngetawain lo doang!"
"Lanjut ya .... Ada apel ijo. Wanginya hampir sama, cuma lebih wangi si burger psikopat," jelas Dewi sambil memasang wajah yang ditekuk. "Ih! Lo ngapain beli squishy psikopat ini sih Ra?"
"Apasih orang lucu begitu," elak Leora. Ia sangat tidak terima karena mainan itu seperti hidden gem. Menemukannya sangat susah dan kalau ada pasti mahal. Ia sangat beruntung karena saat mengunjungi sebuah toko, ditemukanlah yang murah.
"Apaan. Lebih lucu yang punya," goda Dewi lagi sambil menaik turunkan alis dan tersenyum miring.
"Gombal!" Leora melempar Dewi dengan bantal kecil.
"Eaaa salting," ucap Zell seraya mendorong tubuh Leora pelan.
Dewi lanjut me-review yang lain dengan berbagai ekspresi yang lucu. Namun ada kalanya, Dewi sebenarnya tidak ingin melucu, Leora dan Valda pun berekpresi datar, namun Zell tetap tertawa dengan puas.
Matahari sudah berada di sisi barat. Sudah saatnya mereka bertiga meninggalkan rumah dan kenangan terindah apalagi ini adalah waktu bermain pertama kali. Mereka sudah cukup nyaman satu sama lain. Di saat jemputan Dewi dan Valda yang sudah hendak datang, Zell masih berkutik pada nomor telepon orang tua yang tak mengangkat satu pun panggilannya.
"Belum di angkat juga?" tanya Leora ketika Dewi dan Valda baru saja pergi berlalu.
"Iya! Ngeselin banget kenapa sih!?" rengak Zell seraya memasang wajah kesal.
"Tunggu nanti lagi aja. Sabar," ucap Leora sambil mengelus pundak Zell. Leora menghela napas panjang dan berkata, "oh ya zell. Aku mau nanya sekali lagi."
"Nanya apa?" tanya Zell yang masih fokus mencoba menelepon.
"Lo beneran gak lagi kenapa-napa?" tanya Leora dengan lembut. Matanya menatap Zell dengan lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond Crack
Teen Fiction[Update : Every weekend] -Berlian bersinar bagai kebahagiaan dalam kompaknya sebuah pertemanan. Sinar itu semakin redup, hingga retak, karena kerenggangan mereka- Leora mengedarkan pandangan ke sekeliling lautan manusia ber baju putih biru yang teng...