Bagas mendongak dan terlihat oleh kedua netranya sosok perempuan yang berdiri sambil bersedekap juga melotot.
"Mau kemana?! Bolos lagi?" tanya Bu Lea dengan suara keras.
Bulu kuduk Bagas meremang, namun tubuh nya tak bergetar sama sekali. Ia membuang napas panjang lantas berdalih, "orang cuma mau ke toilet." Dengan santainya ia menunjuk toilet.
"Alasan. Masuk!" Bu Lea membalik tubuh Bagas lalu mendorong dengan cukup kasar. Bagas tak sengaja mendecik.
"Kok malah koyok cecak. Gak usah kakean protes!" bentak Bu Lea dengan bahasa daerah nya.
"Iya iya bu .... Maaf," ucap Bagas dengan lembut sambil berjalan lemas menuju kursi.
"Kan udah gue bilang," bisik Carlos dengan senyum meremehkan juga menaik turunkan alis yang membuat Bagas langaung melayangkan bogem ke atas.
"BAGAS! Mau tawuran kamu?!" pekik Bu Lea seraya melayangkan tatapan nyalang.
Secepat kilat Bagas berpura-pura menggaruk kepala. "Anu kok bu. Mau garuk kepala yang gatal. Aduh gatal banget sih! Jangan-jangan ada kutu dari rambut lo," cibir Bagas seraya mengibas rambut Nesva yang duduk di depannya.
"HEH!" Nesva langsung menepis tangan Bagas dengan keras. Tak lupa dengan tatapan tajamnya."Maaf bu," ucap Bagas dengan senyum terpaksa. Ia melengos dan membuang napas kasar.
Bu Lea tak menjawab apapun, hanya menatap dengan tatapan yang sama. Beliau mengerjabkan mata lalu menarik napas panjang. Dilanjut membuka pembelajaran dengan membagi kelompok beranggotakan 4 siswa sesuai bangku depan belakang. Valda dan Leora langsung membulatkan mata dan menyatukan kedua tangan juga digoyang dengan girang.
"Setelah ini saya akan jelaskan terlebih dahulu bagaimana tugas kalian. Baru nanti bagi sendiri tugas per kelompok," jelas Bu Lea yang langsung mendapat respon paham dari seluruh murid.
Seusai Bu Lea menerangkan, Leora dan Valda langsung menghadap belakang. Teman belakangnya itu pun ikut menyatukan telapak tangan dengan semangat.
“Kok bisa pas gini sih!” seru Zell sambil tersenyum lebar.
“Lah iya ya,” balas Dewi seraya menggaruk belakang leher pelan.
“Kebiasaan. Lo baru paham kan kenapa kita senang?” ejek Valda sambil mendorong tubuh Dewi pelan dan tersenyum miring.
“Yasudah lah. Yang penting kita bisa sekelompok!” seru Leora menengahi. Mereka berempat bersemangat kembali.
“Yah, cuma Gisa yang sendirian,” ucap Zell melas menatap Gisa yang jauh di pojok kiri belakang.
“Dia nya aja santai. Udahlah,” ujar Valda sambil menolehkan kepala Zell ke depan agar fokus lagi pada kelompok.
Mereka mendapat tugas membuat sel hewan. Leora mulai memimpin kelompoknya untuk memikirkan bahan apa yang digunakan, kapan membuat, dan tempat dimana membuat.
“Buat bahan, nanti di rundingin di rumah lo aja Ra,” pungkas Dewi.
“Nanti banget nih. Yakin kalian pada bisa?” tanya Leora memastikan.
“Gampang. Nanti tinggal telepon lewat toko Barito aja buat izin. Pasti dibolehin kalau kerja kelompok,” ujar Valda santai seraya menepuk pundak Leora.
“Oke deh!” seru Leora sambil mengacungkan jempol.
Sepulang sekolah, mereka berempat secepat kilat berlari menuju toko. Karena kalau kalah cepat, mereka harus mengantre telepon lama. Mereka cukup hanya membayar 2.000 sebagai biaya pulsa. Leora yang dahulu, mengabari bunda kalau tidak perlu di jemput dan izin untuk kerja kelompok di rumahnya. Tanpa halangan, bunda langsung menyetujui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diamond Crack
Teen Fiction[Update : Every weekend] -Berlian bersinar bagai kebahagiaan dalam kompaknya sebuah pertemanan. Sinar itu semakin redup, hingga retak, karena kerenggangan mereka- Leora mengedarkan pandangan ke sekeliling lautan manusia ber baju putih biru yang teng...