sepuluh.

2.4K 287 15
                                    

"Berani banget lo mau ngebunuh anak gue!"

Salah satu alis Saemi sontak terangkat skeptis dikala mendapat sebuah kalimat yang lagi-lagi berhasil memporak-porandakan hatinya, tiba-tiba dari relung hatinya yang paling dalam seperti tercubit.

Anak gue?

Oke, tolong dicatat! ANAK GUE!

Rasanya Saemi ingin menyungging kedua sudut bibirnya lalu tertawa sinis.

"Lepas!!!" Saemi menghempas kasar tangan Sunghoon hingga cekalan tersebut terlepas. Namun, dengan gerakan cepat lagi-lagi Sunghoon mengambil alih dan mencekal tangan Saemi. Kali ini lebih kuat. Sehingga membuat Saemi meringis kesakitan. Sunghoon terlihat berbeda, sangat. Dari tatapannya ia terlihat begitu marah, murka lebih tepatnya. Dari sorot mata bulat nan jelaga itu, Saemi tak dapat menyelami dan mendefinisi secara pasti seperti apa perasaan Sunghoon saat ini.

Laki-laki itu menyeret Saemi keluar dengan paksa sehingga beberapa pasang mata yang ada di sana menarik pandangannya untuk tanggal pada dua titik objek yang tengah membuat kerusuhan kecil di depan ruangan yang Sunghoon sebut sebagai (ruang eksekusi) memangnya apalagi? Ketika usia janin yang masih kecil akan di hancurkan menjadi beberapa kepingan. Membayangkannya saja Sunghoon sangat takut, apalagi kehilangan bayinya. Tidak! Sunghoon tidak akan membiarkan siapapun menyakiti bayinya.

Saemi menitikkan air mata yang menumpuk penuh pada pelupuknya, kelenjar air matanya bekerja dua kali lipat lebih cepat, air matanya lolos selagi ia memberontak dan bertiak minta di lepaskan.

Sunghoon berhasil membawa tubuh gadis itu keluar dari klinik. Meskipun ada sedikit penyesalan lantaran telah berlaku kasar terhadap Saemi. Pun sejurus Sunghoon melepas cekalan tangannya pada pergelangan Saemi yang membuatnya kontan meninggalkan bekas merah melingkar, dan tak mustahil akan membuatnya memar.

"Maaf," adalah pernyataan Sunghoon.

"Kamu apa-apaan, sih?!" Bentak Saemi murka. Gadis itu mengusap air matanya dengan kasar.

"Lo yang apa-apaan!" Bukannya mendapat jawaban, Sunghoon malah melempar pertanyaan retorik terhadap gadis itu.

"Ngapain kamu datang ke sini? Mau bikin hidup aku hancur lagi?!"

"Nggak gitu, Saem." Sunghoon mendekat berusaha menggapai tangan Saemi, tetapi dengan tangkas Saemi mundur beberapa langkah. Ia tak akan membiarkan Sunghoon mengacaukan hidupnya lagi.

"Gue ga bakalan ngebiarin lo ngelukain anak gue!" adalah penandasan Sunghoon dengan sangat sarkastik.

Saemi nampak menerbitkan sebuah tawa yang terdengar miris. Kalimat Sunghoon barusan membuat hatinya lagi-lagi seperti dirajam paku yang membuatnya berdenyut nyeri.

"Apa pedulimu? Setelah tiga hari kemarin bahkan ngelihat aku aja kamu enggan, terus sekarang kamu tiba-tiba datang bilang kaya gini. Plis Sunghoon, stop mempermainin aku!" Lagi, Saemi mulai menangis.

Tanpa ragu, Sunghoon merengkuh tubuh Saemi-membawanya masuk ke dalam sebuah pelukan yang begitu erat. Tak henti-hentinya Sunghoon mengucapkan kata 'maaf' sembari mengusap puncak kepala gadis itu.

Saemi mendorong bahu Sunghoon secara defensif, dalam sepersekian detik, ia melayangkan pukulan tepat di bahu laki-laki Park itu dengan begitu brutal guna menyalurkan rasa kesal dan juga amarahnya terhadap Sunghoon. Namun, Sunghoon diam tak berusaha menghalau ataupun menepis kedua tangan Saemi yang kini tengah memukul dan mendorong bahunya tanpa henti, seolah ia menerima semua ini dengan cuma-cuma, jua dihadiahkan beberapa rentetan umpatan dan juga sumpah serapah yang terus menerus terlontar dari mulut Saemi.

Ya, Sunghoon memang brengsek. Dengan senang hati ia akan mengakui lantaran ia pantas mendapatkan ini semua, bahkan jika Saemi memang berniat menjadikan dirinya samsak tinju untuk melampiaskan rasa sakitnya, pun Sunghoon tidak akan keberatan. Sebab rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa sakit yang tengah dirasakan Saemi, baik secara fisik maupun psikis.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang