empat enam.

1K 88 39
                                    

Berhari-hari setelah Jaehyun dinyatakan jatuh koma, Hoseok seolah kehilangan arah.

Sepanjang malam kepala Hoseok tertunduk lemah bersama dengan kedua tangannya yang saling bertaut dalam sebait doa. Hatinya meraung meminta belas kasihan Tuhan untuk kesadaran lelaki yang tengah terbaring lemah dalam pejaman matanya yang begitu damai, seakan-akan mata indah itu tak ingin lagi terbuka untuk melihat dunia.

“Ayo bangun Jaehyun. Sudah cukup bercandanya. Saemi membutuhkan kita.” Hoseok menangis, menumpahkan kekalutannya lewat air mata. Ia terduduk lesu di samping bangsal sang adik yang menjadi pusat dalam ruangan itu. Tubuh Jaehyun terhubung dengan selang yang terjalin ke mesin-mesin besar. Digenggamnya tangan milik Jaehyun yang tak berdaya itu, bibirnya terlihat begitu pucat.

Saat Hoseok tahu kalau sang adik jatuh dari lantai dua saat bekerja dan mengalami pendarahan hebat di bagian kepala, Hoseok seolah hilang kendali. Ia tak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya saat ini seolah-olah hanyalah sebuah raga tanpa jiwa. Hoseok sangat frustasi kala Jaehyun sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kalau dirinya akan sadar.

Selumbari Hoseok menghubungi Saemi lewat telepon lantaran Hoseok tahu dirinya tak mungkin terus menerus menghindar dari kenyataan bahwasanya ia masih memiliki seorang adik yang jauh dari pengawasannya. Dan ketika adik perempuannya itu mengangkat telepon, Hoseok langsung dibombardir pertanyaan bertubi-tubi dari Saemi.

Namun, Hoseok hanya mengatakan kalau dirinya dan Jaehyun bekerja lembur bahkan tak sempat untuk memberi kabar. Di hari itu pula, Hoseok mengirim uang bulanan untuk sang adik. Itu adalah uang yang ia pinjam dari atasannya lantaran laki-laki Jung itu tak bisa pergi bekerja beberapa hari untuk menjaga Jaehyun.

Hoseok harus menunggu lagi dalam beberapa hari ke depan karena Dokter mengatakan jika Jaehyun masih tak ada respon apapun, pihak rumah sakit terpaksa angkat tangan. Kalaupun Jaehyun akan sadar dalam waktu dekat, itu mungkin adalah sebuah keajaiban.

“Aku menghargai kerja kerasmu selama ini Jaehyun. Kamu sudah cukup beristirahat untuk beberapa hari ini. Ayo bangun dan katakanlah sesuatu...”

.




.








.

Sunghoon tidak mengerti mengapa setelah ia datang ke rumah Saemi, lelaki itu ancap membuka kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk tubuh gadisnya dengan begitu erat, bahkan tanpa sepatah kata.

Pelukan itu terasa sangat hangat, pun Saemi balas memeluk erat punggung lelaki yang jauh lebih tinggi daripada dirinya itu. Entahlah, Saemi hanya merasa asing dengan pelukan ini. Ini adalah pelukan terhangat yang pernah Sunghoon berikan untuknya. Pelukan yang tak pernah mampu menggetarkan degup jantungnya dengan begitu hebat bagai ledakan ribuan kembang api di udara tatkala telapak tangan pualam milik lelaki itu menepuk punggungnya dengan penuh kasih sayang.

“S-sunghoon... kenapa?”

“Sssttt. Biarin gini dulu, aku kangen berat sama kamu.”

Mendapati pernyataan itu, Saemi tidak lagi berkomentar. Ia membiarkan tubuhnya tenggelam penuh pada hangatnya pelukan Sunghoon kala itu. Laki-laki itu tak banyak mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya dengan kata-kata, namun lebih memilih mengutarakannya dengan sikap.

Manis sekali.

Saemi menyandarkan kepalanya pada dada Sunghoon. Menghirup kuat-kuat aroma tubuh lelaki itu yang terasa sangat memabukkan.

“Aku ga tahu kapan kita bisa pelukan lagi kaya gini, Hoon... tapi, sekarang aku pengen meluk kamu dalam waktu yang lama.” Saemi kembali meluapkan susunan alfabet yang cukup mampu mengusik sisi ketenangan Sunghoon.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang