enambelas.

1.8K 225 11
                                    

Karena menjadi seorang ayah bukanlah perkara yang mudah.

Ya, Sunghoon benar-benar memasuki fase itu sekarang.

Satu minggu telah berlalu semenjak Saemi selalu mengeluh perihal tentang rasa mual yang tak berangsur membaik, pun membuat Sunghoon panik bukan kepalang. Laki-laki Park itu nyaris tak mendapat waktu yang cukup hanya untuk sekedar tidur, ia merelakan waktu tidurnya untuk menemani Saemi disetiap malam manakala sang puan mengalami kendala ataupun hal-hal yang membuatnya terganggu.

Terkadang Sunghoon sampai rela keluar dari rumah malam-malam sekali ketika Saemi tiba-tiba ingin makan yang asam-asam, Sunghoon akhir-akhir ini nampak begitu lelah belum lagi ulangan harian disemester dua ini dan juga tugas-tugas sekolah yang sudah tampak menggunung. Sunghoon tak menyentuhnya sama sekali. Nilainya anjlok dan turun sangat drastis. Sunghoon yang notabanenya seorang siswa pintar di kelas unggulan tiga tentunya membuat para guru menyerngit keheranan dengan nilai Sunghoon yang akhir-akhir ini turun begitu pesat.

Sepuluh menit berlalu hening tak ada percakapan setelah Sunghoon datang ke rumah Saemi dengan membawa kue beras pedas. Hari ini hari minggu. Ia menyandarkan bahunya yang kokoh pada sandaran sofa, sejemang dibarengi helaan napas yang terdengar begitu berat.

Saemi memandang Sunghoon miris, laki-laki itu terlihat sangat berantakan. Kantung mata yang mulai menghitam, bibirnya pucat pasi, serta tak ada binar apapun yang terpancar dalam irisnya yang kelam.

Menghela napasnya sekali, kepala Saemi menunduk dalam. “Maaf.”

Sunghoon berdehem, ia memperbaiki posisi duduknya di atas sofa dengan kening mengerut tidak suka. Jelas Sunghoon tahu betul di mana arah pembicaraan Saemi menjurus. Sudah satu minggu gadis Jung itu selalu melontarkan permintaan maaf yang tidak mendasar.

Dihelanya napas sekali lagi, Saemi mendongak menatap manik Sunghoon lekat-lekat. “Kalau kamu capek kamu gaperlu nurutin permintaan aku, aku terlalu nyusahin kamu. Maaf, Sunghoon..”

Sunghoon menggeleng, menurutnya itu hanyalah spekulasi sepihak yang ada di pikiran Saemi. Sunghoon tidak merasa direpotkan sebenarnya, toh juga memang sudah menjadi tugasnya untuk lebih memperhatikan Saemi yang berstatus tengah mengandung calon anaknya. Meskipun terkadang Sunghoon tidak bisa memberikan yang terbaik, tetapi kembali diingatkan; bahwasanya menjadi seorang ayah bukanlah perkara yang mudah. Di mana pada usia yang masih sangat belia, keadaan mendesak dan menuntutnya untuk menjadi dewasa.

“Jadwal check up kapan?” Sunghoon sengaja mempertanyakan perihal ini guna mengalihkan topik pembicaraan.

“Bulan depan tanggal sebelas,” adalah jawaban Saemi.

Sunghoon mengangguk sebagai tanggapan. “Udah minum susu pagi ini?”

Gelengan kepala Sunghoon dapatkan sebuah jawaban sebelum suara Saemi bersuara, “Belum. Ini baru makan makanan berat.”

“Tunggu sini gue buatin susu.”

Sunghoon bangkit dari duduknya kemudian melenggang pergi ke arah dapur. Sunghoon memang selalu seperti itu jika berkunjung kemari, membuatkan Saemi susu ataupun mengupaskan buah-buahan sebagai camilan untuk Saemi. Sunghoon juga belajar sedikit-sedikit dari google biar tahu apa saja yang baik untuk dikonsumsi wanita hamil.

Sesampainya di dalam dapur yang tidak begitu luas itu, Sunghoon menyisir pandangan, sedikit menguap karena rasa kantuk, pun segera ia ambil susu didalam rak kemudian menyeduh air panas.

.

.

.

Sunghoon tersentak dari tidur ayamnya, tatkala mendapati ponselnya berdering sangat keras. Matanya mengerjap lambat dengan pergerakan tangan menggapai-gapai ponsel yang tergeletak di sebelah bantal. Ia menghela napas berat ketika mendapati nama Saemi tertera dalam bar layar ponsel, padahal baru saja lima belas menit ia mencoba tidur setelah dibuat terjaga semalaman oleh Saemi, dan kini sang oknum kembali menelpon.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang