"Aku tahu semuanya..."
Saemi menatap Sunghoon yang bergeming dengan mengangkat sebelah alis bingung. Sinar mata gadis itu memancarkan segurat kekecewaan. "Tentang kartu debit yang dibekuin sama papamu, kenapa kamu ga jujur sama aku?"
"Apa kamu pikir aku terlalu bodoh buat percaya sama kebohongan kamu hari ini?"
Suara itu terdengar bergetar di telinga Sunghoon. Bahkan Sunghoon tak nampak menerbitkan sebuah pernyataan berupa sanggahan. Tubuhnya menegang bagai disambar petir kala mendengar kalimat Saemi. Mengelak? Sunghoon tidak yakin. Namun, sebuah tanda tanya besar mendadak mendera dalam kesesakan kepalanya tentang,
Dari mana Saemi mengetahui itu?
Sunghoon masih terdiam. Bergeming menanti kontinuitas kalimat yang akan Saemi deklarasikan lebih jauh.
"Aku tahu, tadi siang kamu gak bener-bener pergi ke ruang guru buat ngambil rekap nilai melainkan pergi nemuin Heeseung buat pinjam uang. Aku nunggu kamu jujur dari tadi, tapi nyatanya kamu tetap teguh pendirian buat bertahan dalam kebohongan itu.” Saemi menyuarakan kata, meruntuhkan segala tanda tanya dalam isi kepala Sunghoon detik itu juga.
Cukup terkejut mengetahui itu. Namun, Sunghoon merasakan lidahnya kelu untuk merangkai kata dan menyanggah.
"Baru kemarin bahkan kamu bilang, kamu udah dibebasin dari segala macam tugas dari sekolah karena sekolah maklum kamu mau fokus turnamen skating. Aku curiga denger kamu ngomong mau ambil rekap nilai.”
“Padahal kamu juga yang paling tahu. Terlepas dari soal-soal remidi, sekolah bakalan ambil arsip dari kegiatan turnamen skating kamu buat nilai tambahan.”
Saemi menadahkan dagunya menatap Sunghoon terang-terangan menantang. Bibirnya sedikit tersungging menatap Sunghoon degan senyum mengejek. "Kamu gak pinter bohong. Aku kecewa sama kamu, Sunghoon. Kamu ga mau terbuka sama aku. Sebegitu gak percayanya kamu buat bagi masalahmu ke aku, terlepas dari statusku yang kamu gadang-gadang ke orang lain sebagai pacarmu,” katanya lagi.
Dengan terburu-buru Saemi memungut kemeja seragamnya kembali, berjalan dengan langkah cepat dan menghentak-hentak keras meninggalkan Sunghoon dengan segumpal kekecewaan dalam hatinya. Nyatanya sampai detik ini, Sunghoon tak pernah mau terbuka kepadanya kendatipun lelaki itu pernah mengutarakan kalimat 'akan berusaha membuka kepercayaan yang seluas-luasnya'. Namun begitu, Sunghoon tetap mangkir dari ucapannya sendiri.
Sunghoon terlihat sangat kacau.
Semuanya menjadi begitu runyam. Bahkan sesaat sebelum dia bisa membela diri dan mengaku berbohong atas seluruh ucapannya kepada Saemi hari ini.
Sunghoon memang tidak pintar dalam urusan membohongi, sehingga dalam tamparan fakta yang ia temui, kebohongan itu kembali menyeretnya dalam kubangan konflik yang kini membuatnya benar-benar frustasi.
"Aku minta maaf.”
Sunghoon masih berusaha membujuk Saemi dari balik pintu kamar yang tertutup rapat itu. Pintunya terkunci, sehingga membuat akses Sunghoon terbatas.
Suara Sunghoon terdengar sarat akan permohonan maaf. Jujur, ia tidak menyangka praduganya bahwasanya Saemi akan semarah dan sekesal ini kepadanya.
"Bukan aku gak mau jujur. Aku punya alasan sendiri untuk itu.”
“Aku gak mau bikin kamu ikut susah, aku minta maaf. Salahku memang dari awal gak ngasih tahu kamu tentang kartu debit yang dibekuin sama papa."
Sunghoon menggedor daun pintu yang senantiasa tertutup itu lagi. Kali ini lebih pelan. "Aku bakalan jelasin semuanya, hm? Keluar dulu, ayo kita bicara.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[psh] A Mistake Between Us ✓
ФанфикApa yang bisa Sunghoon janjikan di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun ketika ia mendapati Jung Saemi menyerahkan sebuah barang berbentuk compact di hadapannya, serta merta tangan gadis itu bergetar hebat. "A-aku hamil, Sunghoon." warn:...