empat satu.

1.2K 150 50
                                    

Ini bukan kali pertama Sunghoon mendapati Saemi mengeluh sakit lantaran merasakan perutnya seperti ditarik dengan begitu kencang.

Sunghoon sudah bersetelan seragam sekolah, saat itu jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Niat Sunghoon datang menjemput Saemi untuk pergi ke sekolah bersama-sama. Namun, hasrat tersebut sontak menghilang saat pintu rumah itu dibuka dan ia berhadapan langsung dengan sosok Saemi yang berdiri menyambut dirinya hanya dengan mengenakan kaos oblong serta celana pendek.

“Sunghoon maaf, hari ini aku ga masuk sekolah ... P-perutku sakit...” kata Saemi beberapa saat yang lalu sebelum Sunghoon jadi kepalang panik, serta-merta memapah tubuh gadis itu dan mendudukkannya di atas sofa.

“Mana yang sakit, sayang?” adalah pertanyaan Sunghoon. Dadanya mendadak bertalu dengan sangat hebat seiras dengan suaranya yang terdengar begitu berat. Sunghoon lekas menarik diri dan mengambil tempat di sebelah Saemi.

Saemi menggeleng. “Perutku cuma kerasa kencang aja.” bibir Saemi membentuk senyum samar tatkala mendapati afeksi yang ditunjukan Sunghoon kepadanya.

“Apa ini wajar dialami sama perempuan hamil?” pertanyaan Sunghoon memang terdengar sedikit gamblang. Laki-laki itu sama sekali tidak mengalihkan pandangan barang sedetikpun dari Saemi. Sudah dibilang, kan, kalau pengetahuan Sunghoon tentang ilmu maternal itu nol. Ia sama sekali tidak tahu banyak pasal kehamilan.

Sebuah anggukan, Sunghoon terima sebagai jawaban atas pertanyaannya. Saemi sedikit mengubah letak posisi tubuhnya sedikit menyerong menghadap Sunghoon.

“Jangan khawatir. Aku baik-baik aja.”

Sunghoon terlihat ragu kala suara teduh itu menyuarakan sebuah transisi kata. Tangan pucatnya mendadak digenggam dengan begitu erat, dan saat Sunghoon menatap lebih dalam iris milik Saemi, ia dapat melihat bagaimana senyum gadis berparas jelita itu laksana sebuah sihir yang mampu meruntuhkan segenap ketakutan yang sempat mendera dalam sanubarinya.

“Kamu boleh pergi ke sekolah sekarang. Nanti kamu telat.”

“Bukannya hari ini sekolah lagi ngadain acara bakti sosial ke panti asuhan sama anak-anak PMR? Kehadiran kamu pasti diperlukan di sana apalagi kamu ketua osis,” kata Saemi sembari merapikan sisi jas almamater yang dikenakan Sunghoon.

Kedua alis Sunghoon spontan menukik tajam. Sepasang mata kelamnya menatap Saemi dengan skeptis. “Kamu berharap aku ninggalin kamu sendirian dengan keadaan kaya gini?” Sunghoon serta-merta menggeleng tegas. “Aku gak mau ninggalin kamu sendirian tanpa pengawasan dari siapa pun.”

Saemi menghela napas berat. Rasa sakit yang sempat menginvasi area perutnya sudah tidak terasa sesakit sebelum Sunghoon datang.

Alihkan haluan guna membuat kontak mata dengan netra jelaga Sunghoon, dan tatap laki-laki itu dengan sorot yang sulit diartikan. “T-tapi nanti kalau kamu gak pergi sekolah dan papa mu tau tentang itu, papa mu bisa marah.”

Sunghoon menelan ludahnya dengan kasar. Terlepas dari betapa kosongnya tatapan lelaki itu dalam sepersekian detik setelah Saemi mengutarakan pernyataan demikian. Pun Sunghoon lantas menampik, “Gak ada yang lebih penting dari apapun kecuali kamu sekarang. Kamu sekarang punyaku. Kamu udah jadi tanggung jawabku, kalau ada apa-apa sama kamu terus aku gimana?”

“Aku gak bakalan kemana-mana sekalipun kamu kekeuh minta aku pergi ke sekolah.” final Sunghoon kemudian. Dan Saemi memilih untuk menyerah dari pada harus terlibat dalam perdebatan dengan Sunghoon sebab ia tahu, Sunghoon tidak mudah dikalahkan jika sudah bersikeras seperti ini. Sudut pandangnya dengan Sunghoon jelas sangat berbeda. Laki-laki itu cenderung impulsif saat mengambil tindakan.

Sunghoon menangkup pipi Saemi dengan ke dua tangannya. Tatapan Sunghoon terlihat sangat teduh sebelum laki-laki itu membawa bibir Saemi ke dalam ciuman secara tunai, melumatnya dengan begitu lembut sehingga berhasil membuat Saemi melenguh manakala Sunghoon memberikan gigitan kecil di atas sana. You are mine now.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang