empat puluh.

1.7K 173 62
                                    

Ketika tangan Sunghoon bergerak hendak membuka handle pintu rumah, suatu objek suara berhasil menyita seluruh atensinya. Kepala Sunghoon serta-merta menoleh ke belakang--lantas netranya ikut serta menyeleksi se area penjuru rumah saat sepasang mata kelamnya mendapati Seulgi dengan tergopoh-gopoh melangkah menghampiri dirinya di mulut pintu.

Digenggaman tangan wanita itu ada sebuah botol pouch berwarna abu-abu gelap.

“Ini jus kiwi dingin dari dalam kulkas kamu bawa, ya. Maaf kalau botolnya ukuran tanggung, soalnya yang besar masih mama cuci.”

Sunghoon mengerjap manakala wanita Kang itu mengulas senyum. Senyumnya terlihat sangat tulus dan teduh. “Kamu nanti pulang jam sembilan malam, 'kan? Mau mama masakin apa? Papamu lembur, mungkin bakalan pulang larut malam.”

Sunghoon hanya menggeleng sebagai tanggapan. Tangannya terjulur mengambil alih botol pouch yang disodorkan oleh Seulgi.

“Terima kasih,” kata Sunghoon.

Seulgi mengangguk. “Hati-hati di jalan. Langsung pulang setelah latihan. Jangan buat papamu marah lagi kalau sampai dia tahu kamu ga pulang. Di dalam kulkas masih ada sandwich tuna. Atau nanti kalau kamu butuh sesuatu langsung ngomong aja, ya, sama mama.”

Sunghoon hanya diam, enggan untuk memberikan komentar. Selagi kedua kaki laki-laki itu beranjak, suara Seulgi lagi-lagi berhasil menghentikan langkahnya. “Sebentar, Sunghoon...”

Dengan segan balik haluan dan kembali tatap wanita dihadapannya, Sunghoon mengerutkan kening menanti kontinuitas kalimat yang akan Seulgi sampaikan padanya.

“Besok lusa, Jay pulang ke rumah karena ajakan papamu.” Ada jeda sejenak dalam kalimat Seulgi. Sejurus wanita Kang itu terlihat ragu sebelum bibirnya dengan mantap menarik susunan alfabet untuk kembali diutarakan. “Kita makan malam keluarga, ya? Siapa tahu hubungan kamu sama Jay bisa balik normal kaya dulu.”

Sunghoon tidak pernah merasa sedekat ini dengan Seulgi. Sehingga perihal ini serta-merta berhasil membuat Sunghoon merasakan sebuah afeksi yang cukup aneh untuk diterima oleh tubuhnya.

Ibu kandung dari saudara tunggal ayahnya itu yang membesarkannya tujuh tahun lalu. Tidak ada satu hari pun untuk Seulgi absen menghujani Sunghoon dengan begitu banyak cinta, kasih sayang, serta perhatian.

Bahkan ketika Jimin menolak kehadirannya, Seulgi justru datang menyambutnya.

Padahal dulu Sunghoon memandang sang papa penuh dengan binar kekaguman, tapi nyatanya Jimin adalah kandidat yang tak layak untuk dijadikan sebagai panutan.

.

.

.

Gerakan kaki Sunghoon saat lepas landas ketika melakukan loop jump tidak berjalan dengan maksimal.

Pun perihal tersebut sukses membuat laki-laki yang akan menginjak usia tujuh belas tahun itu menggeram rendah. Ketangkasan kakinya manakala hendak mendarat di tepi luar belakang kaki yang sama, nampak jua membuahkan hasil yang tak jauh dari kata memuaskan.

Sunghoon meluncurkan diri ke tepi ice rink. Laki-laki Park itu menyambar sebuah botol pouch berisi jus kiwi pemberian Seulgi. Sorot matanya menyorot nanar beberapa atlet yang masih berlatih di sana.

Tidak banyak atlet yang dia kenal di sini. Sunghoon mungkin hanya mengenal satu atau dua orang. Na Jaemin salah satunya. Mereka sesekali bertegur sapa, tetapi tidak akrab. Performa laki-laki Na dengan tinggi yang atletis itu benar-benar tidak main-main. Sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan dirinya ketika bermain di atas es.

Menyadari hal itu, Sunghoon mendera rasa takut kalau ia akan gagal dan mengecewakan orang-orang yang telah menaruh harapan kepadanya.

.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang