"Sunghoon, belum selesai, ya?"
Sunghoon sedang melakukan evaluasi kegiatan aparat kepengurusan OSIS ketika suara Saemi mendadak mengudara sebagai pemecah keheningan diantara mereka berdua yang kini sedang duduk saling bersisihan di atas sofa ruang tengah.
Sudah sekitar tiga puluh menit berlalu, Sunghoon terlihat begitu larut dengan aktifitas yang sedang ia lakoni pada benda pipih yang berada digenggaman tangannya. Tidak tahu pasti sesibuk apa urusan Sunghoon dengan ponsel itu, sampai-sampai dirinya sama sekali tak acuh akan eksistensi Saemi yang eksplisit menampilkan raut wajah masam karena terlampau bosan.
"Belum," jawab Sunghoon singkat tanpa mengubah haluan pandang dari layar ponsel.
Saemi menghela napas dan berdecak sebagai tanda protes. Ia tahu menjadi ketua OSIS pastinya bakal membuat sibuk, terlebih besok Senin sudah ujian kenaikan kelas dua belas dan liburan akhir semester akan tiba. Tapi untuk sekedar menoleh dan menatap Saemi sebentar saja apa susahnya, sih? Terlepas dari semua kesibukan Sunghoon hari ini, Saemi juga ingin diperhatikan.
"Mau aku bikinin teh manis, gak?" intonasi dalam kalimat Saemi terdengar mengandung untaian kekesalan secara insidental.
Sunghoon langsung menoleh begitu mendapat pertanyaan tersebut. "Boleh."
Saemi mengangguk. Perlahan ia bangkit dari posisi duduknya dengan gerakan setengah hati-hati. Akhir-akhir ini Saemi terlihat sedikit kesusahan karena ukuran perutnya yang sudah mulai membesar sehingga membuat dirinya tidak bisa lagi bergerak dengan leluasa. Hari ini akhir pekan, itu artinya Sunghoon akan berada di sini menemaninya selama seharian.
"Tunggu!"
Saemi kembali menatap Sunghoon ketika tangan laki-laki itu menggapainya. "Kenapa, Sunghoon?"
"Tehnya jangan manis-manis, ya."
"Mau pakai berapa sendok gula?"
"Terserah, asal tehnya gak lebih manis daripada kamu."
Disambut langsung dengan kedipan lambat serta tatapan penuh arti dari sang empu, gadis itu bergumam, "Hmm?" dengan lirih, memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Entah kenapa kalau Sunghoon menuturkan kalimat yang mengandung retorika, Saemi mendadak jadi blank. Tidak tahu kah Sunghoon betapa dahsyatnya dampak dari retorika yang sudah ia lisankan bagi kesehatan jantung Saemi?
"Kamu udah manis banget, takutnya nanti kalau minum teh manis di depan kamu yang manis aku bisa kena diabetes akut."
Sunghoon tahu sejak tadi Saemi bergerak-gerak gelisah di sebelahnya. Suasana hati wanita hamil memang suka berubah-ubah dalam sekejap, apalagi di usia kandungan muda seperti ini wanita hamil akan mengalami fase pelonjakan hormon. Sunghoon tidak dapat melakukan banyak hal selain memberikan pujian yang sekiranya dapat membuat mood Saemi kembali membaik. Menurut pengetahuan yang Sunghoon pelajari di internet, wanita hamil itu harus sering-sering diberikan pujian atau paling tidak diajak mengobrol di saat suasana hatinya sedang tak menentu.
"Aku tau dari tadi kamu ngerasa gak nyaman dan bosan karena kita terus diam-diaman. Jadi maafin aku, ya, karena kesibukanku, aku jadi nyuekin kamu," adalah pernyataan Sunghoon sarat. Tangan pucatnya bergerak guna menyentuh perut buncit Saemi dan memberikan usapan lembut di atas sana.
Sunghoon masih dengan posisi duduk di atas sofa sedangkan Saemi berdiri di hadapannya. Perut gadis itu berada beberapa jengkal di depan kepala Sunghoon.
Sunghoon mendekatkan kepalanya ke arah perut buncit Saemi kemudian berbisik, "Maafin ayah juga, ya, Aegi karena belum nyapa kamu pagi ini. Sini cium dulu." Sunghoon meletakkan kedua tangannya di pinggang Saemi dan beringsut menarik pelan tubuh gadis itu lebih dekat, serta-merta ia memberikan kecupan lama di atas perut Saemi yang terbalut pakaian rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[psh] A Mistake Between Us ✓
FanficApa yang bisa Sunghoon janjikan di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun ketika ia mendapati Jung Saemi menyerahkan sebuah barang berbentuk compact di hadapannya, serta merta tangan gadis itu bergetar hebat. "A-aku hamil, Sunghoon." warn:...