very very long chapter, sorry☔
Hoseok harus menunggu lagi dalam beberapa hari ke depan karena Dokter mengatakan jika Jaehyun masih tak ada respon apapun, pihak rumah sakit terpaksa angkat tangan. Kalaupun Jaehyun akan sadar dalam waktu dekat, itu mungkin adalah sebuah keajaiban.
“Aku menghargai kerja kerasmu selama ini Jaehyun. Kamu sudah cukup beristirahat untuk beberapa hari ini. Ayo bangun dan katakanlah sesuatu...”
“Aku ingin pulang...”
Mata Hoseok yang nampak sayu dalam ambang kelelahannya itu membeliak dalam sepersekian detik tatkala mendapati telak yang Jaehyun desiskan, tidak terdengar begitu jelas menghunus gendang telinga Hoseok.
“J-jaehyun?”
Jaehyun berkedip lambat berusaha mengumpulkan kesadarannya. Kepalanya terasa begitu berat. Jaehyun merasa sangat pusing, sehingga sesekali lelaki Jung itu meringis saat ia dapati kepalanya berdenyut nyeri manakala kedua netranya dipaksa untuk beradaptasi dengan bias cahaya dari lampu ruangan yang masuk menerobos kornea matanya tanpa persiapan.
Pun, ia lantas menoleh menatap Hoseok lemah dengan obsidian kelamnya yang nampak kosong. Jaehyun tampak seperti orang linglung di mata Hoseok.
“Ayo kita pulang dan menemui Saemi.”
“A-apa? Kenapa tiba-tiba?”
“Kita harus pulang, Saemi tidak baik-baik saja di sana...”
Hoseok mengerutkan alis dengan begitu curamnya, ia tak mengerti dengan arah pembicaraan Jaehyun yang sedikit melantur setelah laki-laki Itu bangun dari komanya. Hoseok berusaha berpikir positif mungkin Jaehyun masih perlu beradaptasi dengan kenyataan setelah beberapa hari lelaki itu jatuh koma, kesadaran lelaki itu belum sepenuhnya kembali di atas permukaan dan tidak menutup kemungkinan Jaehyun belum bisa membedakan realita dan delusi.
“Apa maksudmu, Jaehyun?”
Jemari Jaehyun bergerak kecil, untuk kemudian menyentuh tangan Hoseok. Laki-laki tiga tahun lebih muda daripada Hoseok itu berusaha membuka selang oksigen yang membatasi ruang gerak mulutnya guna mengutarakan sebuah perihal pada sang kakak.
“A-aku... mimpi buruk tentang Saemi.”
Jaehyun berkedip dengan tatapan yang senantiasa kosong, deru napasnya terasa berat selagi netranya menatap lurus langit-langit ruangan. Air matanya jatuh menetes tanpa bisa dikomando di dalam dinginnya ruangan rumah sakit kala itu.
Jaehyun tidak dapat menjelaskan secara terperinci mengenai mimpi buruk yang ia alami. Mimpi itu terlihat begitu gelap, sangat menakutkan. Dan saat Jaehyun terbangun sekarang, dia lupa dengan visualisasi mimpinya seperti apa. Namun begitu ketakutannya masih terasa seolah merenggut jiwanya.
“Aku takut, aku ingin pulang...”
•
•
•
Sedang di atas ice rink, Sunghoon melakukan gerakan quadruple toe loop. Kakinya mendarat dengan begitu sempurna. Sunghoon tersenyum sumringah selagi sang papa memekik girang di atas tribun ketika beberapa poin ditambahkan.
Nilai Sunghoon bertambah +9.50, Sunghoon berhasil melampaui poin tertinggi dari Atlet sebelah saat ini, yang Sunghoon kenal sebagai Bang Yedam. Di mana mana atlet itu pada tahun lalu berhasil melumpuhkan skor tertingginya.
“Itu baru anakku.” Jimin berdiri heboh dibarengi dengan senyuman manis yang didemonstrasikan kepada Sunghoon yang bertanding sengit di atas dinginnya es.
Jimin melongokkan kepala. Pun, lantas netranya ikut serta menyeleksi se area penjuru tribun, sampai netra madu itu terjatuh pada sosok pria yang tempo hari sempat membuat taruhan siapa yang paling unggul di antara putra mereka. Jimin mengangkat alisnya dengan congkak, gesture mengejek secara terang-terangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[psh] A Mistake Between Us ✓
FanficApa yang bisa Sunghoon janjikan di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun ketika ia mendapati Jung Saemi menyerahkan sebuah barang berbentuk compact di hadapannya, serta merta tangan gadis itu bergetar hebat. "A-aku hamil, Sunghoon." warn:...