tiga enam.

1.4K 187 52
                                    

Sambil membuka bungkus permen berperisa mint dan memasukan tiga butir sekaligus ke dalam mulut, Sunghoon berdehem gugup di depan pintu rumah Saemi ketika waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.

Sejurus meniup napas di telapak tangan guna memastikan mulutnya tidak bau, tanpa segan tangan Sunghoon bergerak mengetuk lirih pintu rumah Saemi.

“Selamat pagi,” sapa Sunghoon begitu presensi sang tuan rumah muncul bersamaan dengan terbukanya pintu rumah.

Penampilan Saemi sudah terlihat rapi dengan setelan seragam sekolah yang nampak kebesaran di tubuhnya.

Setelah membalas sapaan Sunghoon, bibir Saemi kontan membentuk senyum tatkala tangan pucat laki-laki Park itu bertengger manis di atas perut buncitnya. Serta-merta memberikan usapan singkat sebelum kembali menarik ucapan, “Selamat pagi juga anak ayah.” dengan senyum yang merekah.

Tidak ada lagi Sunghoon dengan pribadinya yang dingin. Kini hanya ada Sunghoon dengan sikap dan pribadi yang begitu hangat.

Hari berganti minggu, kemudian dilengserkan bulan. Kandungan Saemi saat ini sudah masuk usia 24 minggu. Gadis itu sering mengeluh karena berat badannya bertambah pesat, ukuran perutnya yang sudah besar membuat Saemi tidak bisa lagi berdiri untuk jangka waktu yang lama. Sunghoon sebenarnya tidak masalah sama sekali dengan perubahan fisik Saemi yang begitu signifikan. Mau bagaimana pun bentuk tubuh Saemi, dia akan tetap terlihat cantik sekaligus seksi di mata Sunghoon.

Sunghoon merentangkan kedua tangannya, membawa tubuh sang gadis ke dalam pelukan. Beberapa minggu terakhir ini hubungan mereka berjalan dengan baik, dapat dikatakan lagi sangat dekat. Sikap posesif dan overprotektif Sunghoon terkadang membuat Saemi merasa kesal sekaligus geli karena sebelumnya ia tak pernah dekat dengan laki-laki manapun selain Jungwon.

“Aku gendut banget, ya, Sunghoon?” celetuk Saemi tiba-tiba saat merasakan Sunghoon merenggangkan kedua tangannya agak lebar.

Sunghoon menggeleng, mengusap puncak kepala gadis itu dengan sayang. “Nggak, kok.”

Saemi menempelkan hidungnya pada dada bidang Sunghoon. Dengan main-main gadis itu menggesek-gesekan puncak hidungnya di atas dada Sunghoon yang terbalut seragam sehingga membuat sang empu mengerang geli.

Pun aksi spontan tersebut tak bertahan lama lantaran Saemi merasakan adanya sebuah kejanggalan yang sontak membuatnya tertegun selama beberapa saat. Di sekon selanjutnya kepala gadis itu mengandah ke atas, menatap manik jelaga Sunghoon yang kini memandangnya dengan tatapan heran.

“Kamu ngerokok lagi?”

Segelinding pertanyaan yang dilontarkan Saemi sukses membuat Sunghoon membeku. Laki-laki Park itu meneguk ludah gugup. ”Nggak, kok,” jawab Sunghoon lirih.

“Bohong.” Netra Saemi menatap Sunghoon dengan binar kecewa. “Seragam kamu bau asap rokok, Sunghoon.”

Sunghoon berdehem berusaha menetralisir tenggorokan yang terasa tercekat. “Kamu tau sebelum ke sini, tadi aku deket sama orang yang kebetulan ngerokok di sebelahku. Jadi mungkin asapnya nempel.”

Mendengar pernyataan itu, Saemi tersenyum kecut. “Mau sebanyak apapun alasan kamu, kamu tau kamu ga bakalan pernah bisa bohongin aku.”

Mendengar deklarasi tersebut, serta-merta membuat Sunghoon terdiam telak. “Maaf.” Suara Sunghoon nyaris mencicit. Perasaan bersalah perlahan mulai menjalar. Netra sekelam jelaga itu menyorot nanar ke dalam obsidian milik sang gadis.

Saemi tidak ingin repot-repot marah. Bibirnya selajur mengukir senyum samar guna meruntuhkan segenap kekecewaan. “Berapa banyak?”

“Apanya?”

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang