dua dua.

1.6K 205 19
                                    

"Lo cemburu sama Jungwon?"

Alis Sunghoon menukik tajam, "Gak!" sanggahnya setengah berteriak.

Sunghoon yakin ia tidak mungkin cemburu. Dirinya dan juga Saemi tidak pernah terlibat dalam hubungan apapun, mereka melakukan hal itu juga atas dasar nafsu semata, dirinya yang paling bajingan pada waktu itu sebab memanfaatkan kesempatan dibalik kesempitan, jadi tak ada perasaan apapun ketika dirinya melampiaskan nafsu kepada Saemi.

Penuturan Heeseung mengenai perihal tersebut seolah begitu aneh bagi Sunghoon. Entah kenapa ia enggan mengakui kalau perasaan tidak sukanya mengenai kedekatan Jungwon dan Saemi adalah sebuah afeksi dari kata cemburu.

Heeseung tersenyum miring ketika Sunghoon menampik pertanyaannya, "Lain di mulut lain di hati, hoon. Lidah lo bisa aja ngomong gak, tapi hati lo gak bisa bohong. Kemungkinan besar semenjak kedekatan lo sama Saemi karena dia hamil beberapa minggu ini tanpa lo sadari, lo mulai nyaman sama Saemi. Iya, gak Jake?"

Jake mengangguk membenarkan pernyataan Heeseung, "Bisa jadi. Lo nya aja yang gengsi gamau ngakuin."

Sudut mata Jake menatap Caramel Macchiatonya sejenak, lalu beralih menatap Sunghoon lamat-lamat. Ketika laki-laki Shim itu menyadari ada sebuah pergerakan yang sangat kecil dari bibir Sunghoon bagaikan kuman diseberang lautan, pun dengan cepat Jake mengudarakan tangannya dihadapan muka Sunghoon dan berkata, "Bentar! Gue mau minum dulu. Lo jangan teriak-teriak dulu ye, asu. Awas lo teriak-teriak lagi, gue begal lo di tengah jalan," peringatnya.

Sontak membuat pergerakan di bibir Sunghoon terhenti, laki-laki Park itu mengurungkan niatnya untuk kembali meledakkan tantrum.

Maniknya bergulir menatap jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam, besok akhir pekan. Dan ia bisa bebas berkunjung ke rumah Saemi seharian, tetapi Sunghoon masih ragu, terlalu takut bertatap muka dengan gadis itu sejak kejadian yang tiba-tiba menumbuhkan sisi defensifnya tadi.

.






.







.

Saemi memandang tiga kuntum bunga mawar merah pemberian Sunghoon kemarin malam yang sengaja sudah ia tata dengan apik di dalam vas kaca berisikan air di ruang tengah. Mawar itu ia letakkan di sana sebagai sarana untuk terapi kala ia merasa pusing, aroma mawar merah yang begitu menenangkan itu cukup akurat untuk menghilangkan rasa mual serta pening yang menyerangnya sejak tadi,

"Aegi-ya, ayahmu sepertinya marah, ya? Kenapa?" monolognya lirih, ia pandang perutnya yang tidak begitu rata itu dengan sedih. Ia jadi teringat Sunghoon, apa benar laki-laki Park itu marah? Batinnya bertanya-tanya.

Kebiasaan Saemi jika sedang seorang diri, dirinya akan selalu mengajak Aegi (sebutan bayi dalam bahasa korea) berbicara. Gadis itu akan jauh merasa lebih tenang dan damai ketika ia melempar obrolan, kendatipun hanya perbincangan searah dengan sang janin.

Saemi meluruhkan senyum di kanvas wajahnya, "Baik-baik di sana, ya? Jangan terlalu sering membuatku susah. Ingat ayahmu tidak pernah tahu kalau aku selalu terjaga setiap malam." Saemi mengusap pelan perutnya, "Ini rahasia kita berdua, oke? Jangan bilang ke ayahmu, ya? Nanti dia marah padaku." Saemi terkikik geli ketika membayangkan bagaimana ekspresi Sunghoon kalau dia tahu Saemi bahkan tidak pernah baik-baik saja setiap malam, dengan sengaja ia tak pernah mengabari laki-laki itu sebab tak ingin merepotkan.

"Aku tidak sabar melihatmu segera..." Sejenak Saemi berpikir, "tapi tunggu dulu. Kamu ini perempuan atau laki-laki, sih?"

.





.







.

Sunghoon, Jake dan juga Heeseung berada di area tempat parkir cafe setelah mereka memutuskan untuk pulang karena malam sudah semakin larut. Parkiran cafe itu memang terbilang cukup besar dan luas, harga dari setiap menu yang tersedia di sana memang tidak main-main harganya. Jake, Heeseung dan juga Sunghoon memang bisa dibilang bukan dari kalangan orang-orang biasa saja sebagai hitungan seorang pelajar yang mengunjungi cafe elit itu sebagai tempat tongkrongan.

[psh] A Mistake Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang