4. Pergi

972 156 11
                                    

"Ini, uang saku mu untuk bulan ini, meski kamu sudah bekerja, kamu masihlah tanggung jawab oppa, gaji mu, disimpan saja, dan jangan pikirkan kebutuhan rumah, ne" ujar Seulgi menyerahkan amplop coklat pada Cuwie, sebelum ia pamit dari cafe tempat sang ipar bekerja.



"Ya oppa, terima kasih" jawab Cuwie menerima pemberian sang oppa.



"Di mana boss mu?, oppa ingin berpamitan dan mengucapkan terima kasih pada nya" tanya Seulgi.


"Di meja kasir oppa, ayo aku antar ke sana" jawab Cuwie, kedua nya pun berjalan mendekati Jisoo yang pura-pura sibuk dengan ponsel nya, karena ia tahu jika Cuwie dan oppa nya akan berpamitan.


"Tuan, oppa saya hendak berpamitan" ujar Cuwie pada Jisoo.


"Oh ya ya ya" Jisoo lantas berdiri menyalami Seulgi.



"Saya Seulgi, oppa ipar nya Cuwie tuan" ucap Seulgi menjabat tangan Jisoo.


"Saya Jisoo" balas nya.


"Terima kasih untuk kebaikan tuan, saya titipkan Cuwie pada anda, tuan boleh menegur nya jika dongsaeng saya memang salah, saya pamit tuan" kata Seulgi membungkuk hormat.

"Ya tuan, jangan sungkan untuk datang kembali" balas Jisoo membungkuk hormat juga pada oppa pegawai nya itu.


Cuwie menghela nafas lega, karena kesalahpahaman nya dengan sang oppa telah terselesaikan, dia yang begitu menyayangi dan menghormati Seulgi sebagai oppa nya, tentu merasa tak tenang, jika terus tak saling menyapa dan menghindar, padahal mereka serumah.

Seulgi sendiri pun sama, ia juga senang dan lega sudah berbaikan dengan dongsaeng nya, ia tersenyum dibalik helm fullface nya, mengendarai motor nya pulang ke rumah.



Irene mengintip dari jendela ruang tamu rumah nya, ia cemas karena tak biasa nya sang suami terlambat pulang, Seulgi terlambat karena ia mengunjungi Cuwie terlebih dahulu.


Jalanan licin, karena bulan desember, salju sudah mulai turun, membuat ban tak bisa mencengkeram aspal dengan sempurna, dan Seulgi kehilangan fokus karena mobil yang berpapasan dengan nya tergelincir menuju ke arah nya dengan kecepatan tinggi.




"Astaga" kaget Seulgi, membanting stir motor nya ke kiri.



"JOOHYUN-AHH!" teriak Seulgi




Brak


Craaass. . .




Darah segar yang keluar dari mulut Seulgi membasahi kaca helm nya.


"OPPA!" teriak Irene terbangun dari tidur nya, ia tertidur di sofa ruang tamu menunggu Seulgi pulang, dan dalam tidur nya, ia merasa seperti mendengar Seulgi memanggil nya, dengan raut cemas dan peluh bercucuran, Irene pun beranjak ke dapur untuk mengambil air minum, ia pun meneguk nya.




Krriiiinggg. . .



Ponsel Irene yang berada di meja ruang tamu pun berdering, hati nya langsung berasa tak tenang, dengan takut ia pun mengambil benda pipih itu dan menggeser layar hijau nya, jantung Irene berdetak cepat.


"Hallo"


"Selamat malam, dengan nyonya Kang?"



"I-iya saya sendiri"



"Maaf nyonya, suami anda mengalami kecelakaan, beliau di rumah sakit Medica Center sekarang"



Duar



Jantung Irene terasa berhenti berdetak mendengar kata-kata yang diucapkan pria di seberang telpon.




"Bagaiamana keadaan suami saya?"


"Nyonya datang saja dulu ke rumah sakit ne"



Dan dengan terburu-buru, dan air mata yang sudah tak bisa di tahan, Irene pun berkemas menuju rumah sakit, meski belum tahu keadaan sang suami, tapi rasa khawatir dan takut membuat ia menangis, di dalam taxi pun ia begitu gelisah, ingin berlari agar cepat sampai tapi itu tak mungkin.


Dengan sedikit berlari, Irene menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang IGD, ia pun langsung memasuki ruangan rawat darurat atas interuksi seorang polisi.





Deg




Rasanya, nyawa Irene seperti tercabut dari raga nya melihat tubuh kaku suami nya terbaring diatas bangsal dengan kedua mata nya yang tertutup sempurna, tak hanya itu, Cuwie yang sudah tiba duluan nampak menangis histeris sambil menggoyang-nggoyangkan tubuh Seulgi dan terus merancau meminta nya bangun.



Bruk



Belum sempat ia sampai pada bangsal sang suami, Irene sudah lebih dulu ambruk, ia pingsan, untung ada Mina, sahabat Cuwie yang akhir nya menghubungi Wendy dan Joy, karena hanya dua wanita itu sahabat dekat pasangan Seulrene, tak ada keluarga yang lain.


Di kantor Kim, Rio menerima sambungan telpon dari hyung nya

"Rio-yaa, temani hyung ne" pinta Jisoo memelas.


"Kemana hyung?" Tanya Rio


"Oppa nya Cuwie meninggal" jawab Jisoo, dan Rio pun mengiyakan, dengan berbekal alamat rumah yang ia dapat dari data Cuwie dahulu, kedua pria itu pun mendatang rumah duka.

"Biarkan aku mencium oppa untuk terakhir kali nya" pinta Irene, kedua matanya bengkak karena terlalu banyak menangis, suara nya juga hilang karena ia terus berteriak histeris semalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Biarkan aku mencium oppa untuk terakhir kali nya" pinta Irene, kedua matanya bengkak karena terlalu banyak menangis, suara nya juga hilang karena ia terus berteriak histeris semalam.


Rio dan Jisoo hanya bisa melihat Irene dari belakang yang dipapah Joy bersama Wendy, ia kembali ke kamar karena tak sanggup mengikuti prosesi dan upacara pemakaman Seulgi, hanya Cuwie, keluarga yang menyambut kehadiran para tamu.


"Aku bahkan belum sempat memberi tahu oppa jika ia akan menjadi seorang ayah" isak Irene kembali menangis.



"Sabar ne, Seulgi pasti tahu dari atas sana" hibur Wendy, Joy terus menyeka air mata Irene dengan tissu.



"Ambilah cuti terlebih dahulu, terserah berapa hari, aku tak akan memaksamu untuk cepat-cepat kembali bekerja" ujar Jisoo saat hendak berpamitan pulang pada Cuwie.


"Ne tuan, terima kasih" balas nya sambil menunduk.



"Yang sabar ne" kini Rio yang berpamitan sambil mengusap rambut Cuwie.


"Terima kasih tuan"








#TBC

OsteosarcomaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang