14. Kebohongan

805 129 18
                                    

"Menang mana hyung?" Juno semakin penasaran karena Rio tak kunjung menjawab, mengetahui Juno yang masih begitu polos, akhir nya Rio pun terpaksa berbohong.

"Madrid kalah" jawab Rio pura-pura memasang wajah sendu nya.

"Yes" Juno mengpalkan kedua tangan nya

"Berapa score nya, hyung?" Tanya Juno lagi ingin tahu.

"2-1" lemah Rio.

"Yeayy" teriak Juno

"Momm, Juno menang taruhan dengan Rio hyung" teriak Juno menoleh pada sang mommy

"Eh, t-taruhan apa?" Gugup Irene karena tiba-tiba Juno dan Rio menoleh ke arah nya.

"Taruhan bola momm, hyung janji akan memenuhi apa pun yang Juno mau jika Juno menang" pamer sang putra.

"Lalu Juno meminta apa pada Rio hyung?" Tanya Irene, berdiri dan bersiap untuk ke kantor, Cuwie pun membereskan meja makan.

"Belum, Juno masih memikirkan nya momm, es krim mungkin" jawab nya.

"Baiklah, mommy berangkat dulu ya, baik-baik di rumah dengan aunty" pesan Irene.

"Hyung juga berangkat dulu ya, nanti sore, hyung bawakan hadiah nya" pamit Rio

"Ok hyung, sampai jumpa" Juno mengulurkan kepalan tangan nya pada Rio untuk diajak nya ber toss ria, Rio pun membalas nya.

"Noona, ayo berangkat dengan ku" tawar Rio.

"Tidak tuan, aku bisa. . ." Tolak Irene tak enak.

"Jangan panggil tuan, panggil Rio saja, ada yang ingin ku bicarakan dengan mu noona" ucap Rio

"Tentang apa?" Tanya Irene heran, karena ia tak merasa punya urusan untuk di bicarakan dengan Rio.

"Juno"

Deg


"Ada apa dengan Juno?" Batin Irene mulai gelisah.

"Apa dia berbuat tidak sopan?" Tanya Irene takut

"Tidak, bukan tentang itu" Rio membuka kan pintu penumpang depan untuk Irene, wanita itu pun merasa kikuk, karena belum pernah menerima perlakuan demikian dari siapa pun, termasuk Seulgi mendiang suami nya, karena mereka tak memiliki mobil.

Rio melajukan mobil nya meninggalkan kediaman Kang, sambil melanjutkan pembicaraan nya dengan Irene.

"Tentang taruhan ku dengan Juno" kata Rio

"Taruhan? Es krim? Juno boleh memakan apa pun yang dia mau" balas Irene yang merasa Rio seperti meminta ijin apakah putra nya boleh memakan yang dingin-dingin.

"Bukan tentang itu, tapi ada permintaan Juno yang lain" balas.

"Permintaan yang lain?" Kaget Irene, ia tak menyangka sang putra akan seberani itu meminta sesuatu dari orang lain yang baru di kenal nya.


"Nanti siang kita bicarakan ini, aku jemput" ujar Rio.


"Dimana tempat kerja noona?" Tanya Rio.


"Di kantor Babby's Club" jawab Irene.





"Ck, kantor Im" batin Rio, yang tahu jika perusahaan popok bayi itu adalah milik keluarga Im, kekasih Rose, yang putra nya pengangguran.


"Tolong tulis nomor ponsel mu di sini noona" Rio mengulurkan benda pipih dari kantong nya itu pada Irene


"T-tentu" gugup Irene, tangan nya gemetar menerima ponsel mahal milik Rio.



"Ok, sampai jumpa nanti siang noona" pamit Rio saat Irene sudah turun dari mobil.


Bermain rahasia-rahasiaan begini, membuat Irene di liputi rasa penasaran yang berlebihan, tentu ia jadi tak fokus dalam bekerja, beberapa kali ia terlihat mengechek ponsel nya, apakah Rio mengirimi nya pesan.


Rio melirik jam tangan mewah yang melingkar di lengan kiri nya, waktu makan siang pun tiba, ia segera turun menuju ke mobil nya, untuk menemui Irene.


Dalam perjalanan ia menghubungi Irene.


"Hallo"

"Noona, ini aku, Rio, bersiaplah, aku dalam perjalanan untuk menjemput mu"

"B-baik"

Rio mematikan sambungan telpon nya, dan begitu tiba di lobby kantor Im, Irene sudah berdiri menunggu nya, tak perlu waktu lama, ia lalu masuk ke dalam mobil Rio, yang membawa nya ke sebuah restauran mewah.

"Noona mau makan apa?" Tanya Rio yang memegang buku menu nya.

"Engg. . . Apa saja, asal jangan ayam" jawab nya karena ia memang tak tahu harus memilih apa di restauran semewah itu, yang belum pernah ia kunjungi.


Kedua nya kini sedang menikmati makan siang mereka bersama, Irene beberapa kali mencuri pandang pada Rio yang fokus dengan isi piring di hadapan nya, wanita itu tentu sudah tidak sabar ingin tahu apa yang akan di bicarakan oleh Rio.

Selesai makan, acara pun berlanjut dengan menikmati cake sebagai dessert mereka.

"Astaga, kenapa makan saja serumit ini? Kenapa dia tak langsung membahas nya saja" kesal Irene dalam hati, karena sedari tadi, ia sudah berganti menu tiga kali, yang ia tak paham apa itu, tapi ia tetap memakan semua nya, untuk melampiaskan rasa ketidak sabaran nya, tapi Rio tak memahami nya.


Setelah dessert habis pun Irene masih harus menunggu Rio meminum air putih nya.


"Bisa kita bicarakan sekarang" tutur Irene mencoba menelan emosi nya sendiri, karena sudah sejak dari pagi ia dibuat penasaran oleh Rio, pemuda itu tersenyum, ia mengangguk.



"Apa yang di minta Juno?" Penasaran Irene.



"Juno minta untuk di bawa berobat" jawab Rio jujur, bahu Irene langsung lemas mendengar penuturan Rio.


"Dia secara tak langsung mengatakan jika Juno ingin sembuh, meski ia kemudian meralat ucapan nya" lanjut Rio, Irene menunduk, ia bingung harus bagaiamana.



"Jangan khawatir, dia taruhan dengan ku, jadi aku yang akan menanggung semua nya, karena aku yang kalah, jika noona mengijinkan, besok aku akan membawa nya ke rumah sakit" Rio seperti tahu apa yang di khawatirkan oleh Irene, wanita itu tentu merasa bersalah tak bisa membawa sang putra ke dokter untuk mengobati penyakit nya, Irene juga malu, karena mengetahui apa yang Juno rasakan justru malah dari orang lain, Rio menatap serius, menunggu jawaban Irene.




"Maaf, aku tak bisa mengijinkan nya, karena aku sendiri nanti yang akan membawa nya ke dokter" jawab Irene membuat Rio tersentak, tak menyangka jika bantuan nya akan di tolak.






#TBC




OsteosarcomaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang