48. Flashback

6 1 0
                                    

Abdi keluar dari kamar rawat inap Cantika dan Dinar, ia segera mebgangkat telfonnya. Sebelum itu ia menoleh ke arah pintu dan jendela memastikan tak ada yang mengupingnya. Abdi berjalan sedikit jauh dari kamar adik-adiknya.

"Assalamualaikum, gimana?"

"......."

Abdi manggut manggut mendapat jawaban alasan kenapa Elvi ingin membunuh Cantika.

"Mmmmmm, baiklah! terus awasi dia dan keluarganya!"

"......"

"Wa'alaikumussalam," dengan sepihak ia segera mengakhiri telfonnya.

Abdi berjalan kembali menuju kamar adiknya.
Cklek

"Mana caca?" tanya Abdi kala masuk kamar adiknya tak melihat batang hidup princess kecilnya.

"Di brankarnya mungkin," jawab Dinar sambil menunjuk brankar milik Cantika, Abdi hanya mengangguk mengiyakan.

Abdi berjalan menuju brankar Cantika, begitu terkejutnya ia melihat adiknya menangis.

Abdi segera merengkuh tubuh Cantika,

"Hey," ucap Abdi sambil menepuk nepuk pipi Chubby milik Cantika.

"Kenapa? Caca diapain sama Ilyas sama Dinar?" Dinar dan Ilyas yang merasa namanya disebut langsung mendekat ke arah brankar Cantika.

"Yas!!ambilin kursi roda itu cepet!!" dengan sigap Ilyas mengambilkan kursi roda untuknya.

"Nih," ucapnya sambil mendorong kursi roda itu ke arah Dinar, tak lama dari itu Dinar sudah duduk di kyrsi roda lalu Ilyas mendorongnya sampai di brankar Cantika.

"Lu apain bang Caca?" tanya Ilyas tiba tiba.

"Yang ada lu apain? kenapa dia nangis dan kalian ga tau?"

"Ya tadi dia diem aja terus dia juga banyak bengong yaudah kita ga mau ganggu, sebenernya tadi gue sama Dinar mau ajak dia jalan jalan eh dianya geleng geleng,"

Abdi berdecak pelan lalu menghela nafas panjang.

"Yaudah sono lu bawa Dinar jalan jalan biar ga suntuk, nanti kalo di tanya sama dokter "Kenapa jalan jalan? belum sembuh total loh lukanya" jawab aja suntuk dok gitu paham kan? gue mau nenagis adek gue dulu udah aono hus hus,"

"Yayayyaa,"

Tak membutuhkan waktu lama Dinar dan Ilyas keluar dari kamar. Abdi pergi melihat memastikan jika adiknya itu sudah pergi, saat ini ia ingin berbicara privasi dengan adiknya.

"Ca, Caca kenapa? kok nangis?" tanya Abdi ketika sudah ada di depan Cantika. Cantika hanya menggeleng dan berhambur ke pelukan sang kakak, Abdi membiarkan adiknya menangis di dalam dekapannya.

Dirasanya Cantika sudah kembali tenang ia mengendurkan pelukannya,

"Kenapa? coba bilang sama abang! ada yang nyakitin kamu? siapa?"

"Takut," satu kata berjuta makna, Abdi tak tahu kenapa dari sekian banyak kata ia hanya mengucapkan kalimat 'Takut'. Kini Abdi percaya jika Cantika mengalami trauma.

"Iya abang tau Caca takut, tapi takutnya kenapa?"

"T-takut a-abang g-ga boleh p-pergi," ucap Cantika dengan terbata-bata. Abdi hanya mengangguk mengiyakan.

"Iya, abang ga akan pergi Caca ga boleh nangis ya?" Abdi semakin yakin jika Elvi berbicara yang tidak tidak dengan adiknya.

"Bang!" panggil Cantika lirih

"Iya?kamu butuh sesuatu?" tanya Abdi, Cantika mendongak menatap muka yang beberapa hari yang lalu seakan tak bisa ia lihat lagi.

"Caca anu..."

"Anu apa? sini coba cerita sama abang!" perintah Abdi dan hanya di angguki oleh Cantika, Cantika mulai menceritakan mimpinya yang seolah olah akan terjadi dengan nyata.

Flashback On

Cantika terus berjalan menyusuri jalan yang sepi,  hanya keheningan yang ia temukan.

"Bang Abdi!!!!"

"Dinar!!!!"

"Ilyas!!!!"

Teriak Cantika namun tak mendapat sahutan,

"Bang Abdiii!!"

"Dinarr!!!"

"Ilyasss!!"

Lagi lagi Cantika berteriak namun tak dapat sahutan, ia merasa suasana menjadi semakin mencekam. Cantika berlari tak tentu arah semakin lama Cantika berlari semakin tak enak perasaanya. Hingga ia merasa kehausan.

Cantika menyeka keringatnya dengan punggung tangan nya, ia mencoba terus berjalan walau kakinya sudah lecet, perih, sakit, linu semua menjadi satu.

Cantika mengedarkan pandangannya, ia melihat satu sungai bersih lalu ia pergi kesana untuk minum air dari sungai itu.

Tak hanya itu ia menyempatkan ingin mandi ke dalam sungai namun ia urungkan ketika mendengar teriakan orang yang ia cari cari.

"Cantika!!!!"

"Caca!!!"

Teriakan itu seperti nyata, ia segera berlari mencari sumber suata itu. Tibalah ia disamping pohon beringin besar, ia menemukan Dinar dan Abdi sedang memakan roti.

Cantika segera memeluk tubuh Abdi, ia menangis di dalam pelukannya Cantika bercerita hal hal yang sangat tidak mudah dirinya lalui. Disaat Cantika bercerita dirinya mendongak menatap muka Abdi, Cantika melihat mata Abdi yang terpejam menahan sakit, Cantika melihat tubuh Abdi dari atas sampai bawah samping dan belakang.

Cantika terkejut kala melihat 2 pisau menusuk tubuhnya. Cantika segera merobek baju Abdi dan mengikat tubuh yang terkena tudukan berharap darahnya tak mengalur terus. Dinar hanya diam seperti patung yang membuat Cantika semakin bingung, tanpa ba bi bu ia segera mencari daun daun herbal disekitarnya lalu menumbuknya dan ia olesi di daerah yang terluka.

Flashback off

Would You Be Mine? [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang