3

8.9K 850 147
                                    

"Boleh tuh!" Ara bertepuk tangan ketika Beby mengusulkan untuk mengacak kamar agar mereka jadi semakin dekat. Ara berharap bisa sekamar dengan Vivi, mungkin ia bisa mendapatkan informasi tentang Mira meski secara tidak langsung.

"Setuju kan? Aku udah siapin ini." Beby mengambil wadah kaca yang penuh dengan bola kecil. "Di sini ada dua nomor yang sama, kita sekamar sama yang nomornya sama ya?" Beby menyuruh mereka mengambil bola satu persatu dengan mata tertutup.

"Ini berlaku berapa hari?" tanya Vivi yang sangat malas dengan peraturan konyol ini. "Kita di pulau ini empat hari, aku gak mau kalo selama itu aku sekamar sama orang asing."

"Justru itu biar orang asing makin deket," jawab Beby.

"Aku keberatan, dua malam."

"Ya udah oke. Kita tunjukin ya nomornya." Beby menunjukan nomornya. "No 3."

"Gue." Viny tersenyum sambil mengangkat bolanya.

Lidya mengangguk-anggukan kepala dengan kedua tangan terlipat depan dada, "Cocok sekali si kaya dan si miskin aawww." Lidya reflek memegangi kepala ketika sebuah botol mendarat di dahinya. Ia menoleh, mendapati Shani yang sedang menatapnya tajam. "Maaf, Shan. Becanda."

"Jangan bilang kakak aku orang miskin!" Shani berkacak pinggang.

"Emang kak Viny kaya?" tanya Ara ikut penasaran karena dari kemarin Lidya membahas miskin dan kaya.

Shani menggeleng, "Ngga juga, sih."

"Jadi kak Viny miskin?"

"Araaa."

"Iya Fio aku diem."

Viny merangkul bahu Shani dan berkata, "Untuk apa banyak harta? Jika hari-hari dipenuhi dengan duka. Silahkan beli banyak barang dengan uang yang kalian miliki, kalian tidak akan menemukan kesempurnaan bahagia seperti aku karena hanya akulah satu-satunya orang yang beruntung memiliki Shani." Viny menatap Shani seraya mengedipkan sebelah matanya. Shani tersenyum senang lalu memeluk Viny.

"Haaachiiim." Vivi tiba-tiba saja bersin.

"Loh kenapa?" tanya Viny bingung.

"Kak Vivi punya alergi denger kalimat yang menurut instingnya itu menjijikan, kak," jawab Chika mewakili Vivi. "Kalo denger, langsung bersin."

Lidya langsung tertawa keras, "Udah gue bilang, Vin, semua kalimat lu tuh menjijikan."

Kinal dan Beby ikut tertawa. Ya, hanya mereka saja yang tertawa. Sementara yang lainnya hanya memasang wajah datar.

"Ngga menjijikan kok itu, cuma kayanya lagi ada debu." Vivi berkilah karena tidak enak pada mereka.

"Ya udah lanjut aja deh nih siapa nomor satu?" Melody mengangkat bolanya.

Veranda menjawab, "Aku, kak."

"Enam?" tanya Shania.

"Gue gueee!!!" Kinal bersorak senang dan reflek meloncatkan kakinya.

Beby menatap Kinal dengan tatapan memicing tajam, "Kok lu seseneng itu?"

"Senenglah sekamar sama mantan," celetuk Lidya. Lagi-lagi kalimatnya berhasil menghadiahkannya lemparan botol tepat di kepalanya. "Ini botol ada di mana mana dah heran gue." Lidya mengusap puncak kepalanya.

"Diem lo." Shania sang pelaku pelemparan botol kini melotot pada Lidya. Memang paling malas jika sudah diingatkan dengan masa lalunya.

Fiony memandangi semua orang yang sudah berumur itu, mereka langsung bungkam entah kenapa. Fiony menarik pandangan pada Shania dan bertanya, "Kayanya ada hal yang aku gak tau, kak."

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang