30

8.2K 734 395
                                    

"Ada cedera di dinding otak karna benturan yang keras, kerusakan otak ini mempengaruhi sistem limbik yang fungsinya mengatur emosi dan ingatan seseorang," jelas Zee seraya membuka kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya. "Itu alasan kak Beby mengalami amnesia anterograde. Hanya itu informasi yang aku dapet dari dokter yang menangani kak Beby, aku dokter baru dan gak punya wewenang untuk terjun langsung menangani kecelakaan parah kaya gini."

"Kak Beby pasti inget lagi 'kan?" Ara merangkul bahu Fiony yang bersandar lemas di bahunya. Ara tidak menyangka kecelakaan Beby akan separah ini, pantas saja Shania menangis begitu keras saat itu.

Azizi menggeleng tidak bisa memprediksinya jika kondisi Beby seperti ini. Azizi menyesap coklat panas yang disuguhkan untuknya lalu melirik ke arah jam dinding yang menunjukan pukul dua pagi. Ia menguap lebar, menyadari hari ini ia sudah terlalu lelah bekerja.

"Kalian mabuk ya?" tanya Azizi menghirup aroma yang sedikit tidak sedap di sini. Tidak munafik, ia juga masih sering mabuk, tetapi aromanya benar-benar menyengat. "Pasti kak Chika ya? Ke mana dia?"

"Di kamar," jawab Vivi mengusap kasar wajahnya. Entah kenapa ia tiba-tiba saja khawatir mengingat apa yang Beby alami bertepatan dengan kejadian penabrakannya. Apa ada seseorang yang mengemudikan keadaaan ini?

"Kapan aku diizinin ke rumah sakit?" tanya Fiony sudah sangat resah mendengar semua kabar buruk Beby. Fiony masih belum mendapat kabar dari Viny, ia merasa seperti anak kecil sekarang, tidak bisa melakukan apapun selain berharap kakaknya itu akan baik-baik saja.

"Belum tau, kak Viny makin memperketat penjagaan, yang bisa masuk ke ruangan cuma dia, ci Shani, kak Lidya, teh Melody sama kak Shania. Aku gak liat ada kak Kinal sama kak Ve." Azizi memakai kembali kacamatanya seraya berdiri. "Udah malem, aku pulang dulu ya." Azizi bergerak mendekati Fiony, mengusap puncak kepalanya. "Sabar ya?" Ia tersenyum, mencium puncak kepala Fiony.

"Bagus lu berani cium Fio di depan gue." Ara menoyor kepala Azizi cukup keras.

"Bagus dong di depan itu artinya gak ada apa-apa, kalo di belakang berarti ada apa-apa." Azizi mengedipkan matanya dan langsung berlari terbirit-birit ketika Ara hendak memukulnya.

"Ara, besok kita ke rumah sakit ya? Aku mau liat kak Beby." Fiony menggigit bibir bawahnya, tidak bisa membayangkan bagaimana histerisnya Shania ketika mengetahui Beby mengidap amnesia, Shania pasti tertekan. Bagaimana bisa ia terus menerus di sini senang-senang sementara dua kakaknya sedang berduka di sana?

"Iya besok aku anter." Ara mencium dahi Fiony kemudian berdiri. "Kita duluan ya, kak," ucapnya pada Vivi sebelum merangkul bahu Fiony, mengajak Fiony untuk istirahat karena hari sudah mulai pagi. Fiony harus mengistirahatkan semua keresahannya.

Vivi tidak menjawab, ia ikut berdiri, berjalan menuju kamarnya sendiri dengan pikiran menerawang jauh, seharusnya ia tidak perlu khawatir karena kekuasaannya di negara ini sangat amat besar, tetapi kenapa ia cemas? Vivi merasa akan ada sesuatu buruk terjadi, ia merasa apa yang Beby alami akan ikut ia rasakan. Apa ada sekelompok mafia yang ingin meruntuhkan kekuasaan orang-orang kaya?

Vivi terlalu hanyut dalam lamunannya sampai tak sadar langkahnya sudah di kamar. Vivi memandangi Chika yang tidur hanya memakai celana dalam dan bra saja, sementara pakaiannya tergeletak begitu saja di lantai. Ia dengan cepat meraih pakaian itu, melemparkannya ke ranjang sebelum duduk di samping Chika.

"Kamu tau gimana sakitnya merindukan seseorang yang sebenarnya selalu ada di depan kamu?" Vivi tersenyum getir seraya mengusap dahi Chika. Vivi tidak buta untuk tak sadar perubahan sikap Chika yang cukup drastis, ia selalu mencari tau apa jawabannya, tetapi ia tak menemukan jawabannya. Vivi terlalu takut untuk bertanya, ia takuy mendapatkan jawaban bahwa Chika sudah tidak lagi mencintainya.

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang