12

7.1K 773 173
                                    

Ara menyingkap seluruh gorden kamar, melihat hujan turun begitu deras, ini adalah hujan pertama setelah kemarau cukup panjang. Malam ini sepertinya ia akan mengurungkan rencananya untuk ke rumah Fiony, Ara takut menyetir di saat hujan deras.

Ara menunduk ketika merasakan sepasang tangan melingkar di perutnya, diikuti oleh dagu yang mendarat di bahunya. Dari jendela, ia bisa melihat pantulan bayangan Chika di sana. Gadis yang sekarang memakai piyama itu hanya bergeming, memandang kosong pada setiap tetes hujan yang menerpa tanah.

"Apa sesuatu yang kamu pikirkan tentang hujan?" tanya Chika. Gadis cantik itu diam-diam tersenyum saat merasakan genggaman lembut Ara di lengannya.

"Hujan sebenarnya hanya perihal basah, tapi jika jatuhnya di saat aku mengenangmu, tanganku tak cukup kuat untuk mampu menjadi payung."

Chika mengulum senyumnya, kalimat singkat itu punya arti yang sangat dalam. Chika mengeratkan pelukannya lalu memejamkan mata. Ia belum pernah merasakan hujan sehangat ini, bahkan mentari yang selama ini terbit untuknya selalu terasa begitu dingin. Debar itu, memberikannya ketenangan yang luar biasa. Dari Ara, Chika menemukan sesuatu yang selama ini tidak pernah ia temukan dalam diri kekasihnya.

Hening, hanya terdengar suara deras air hujan yang sesekali diselingi petir yang masih belum berhenti menakut-nakuti penduduk bumi. Hujan pertama itu tumpah semakin deras, meluapkan seluruh kerinduannya setelah tertahan selama berbulan-bulan.

Chika dan Ara masih dibungkam oleh hening, sunyi itu belum terpecahkan meski jarum jam terus bergerak. Mereka sama-sama diam, berusaha menerjemahkan arti dari getaran yang hinggap di dada masing-masing, tentang debar yang selalu datang di saat kedua mata itu saling menatap, tentang kehangatan yang selalu hadir di saat kedua kulit itu saling bersentuhan.

Jika ini cinta, kenapa datangnya secepat kilat? Jika ini hanya kagum semata, kenapa ada rasa untuk saling mengikat?

Detik yang tak berhenti berdetak sudah menelan waktu cukup lama, tetapi keduanya masih bungkam seribu bahasa, pikiran mereka sibuk menerka, sementara hatinya sudah tidak mampu lagi mengelak atau berdusta. Perasaan itu nyata, meski datangnya sangat tiba-tiba.

Chika mengembuskan napas cukup keras saat sadar ia sudah tidak bisa mengendalikan detak di dadanya. Tangan yang sebelumnya terikat di perut Ara kini terhempas begitu saja, diikuti gerak kakinya yang perlahan mundur menjauhi Ara. Chika berbalik, mengeluarkan nafasnya sekali lagi.

Chika kembali menutup matanya, berusaha mengelak apa yang ia rasakan sekarang, itu tidak boleh hadir, ia tak boleh melibatkan Ara dalam urusannya, Vivi sangat berbahaya untuk orang yang tidak punya kekuasaan atau kekuatan sedikitpun seperti Ara. Apapun yang ia rasakan sekarang, selamanya harus ia pendam dan ia tahan. Chika berjanji bahkan saat dirinya sudah mengakui bahwa ia mencintai Ara, ia tidak akan pernah mau mengungkapkannya.

Ara ikut berbalik, memandang nanar punggung Chika.

Ara meneguk ludahnya dan menunduk sesaat, kenapa sulit sekali menahan detakannya agar bergerak biasa saja? Detak ini pernah ia rasakan ketika ia berada di samping Mira. Ara menggeleng, ia harus menahan perasaannya karena ada hati yang harus ia jaga. Sampai kapanpun, ia tidak akan pernah mau mencoba mengkhianati Fiony.

Setelah bergelut dengan detak jantungnya, mereka berdua kini sama-sama berjanji untuk menahan perasaannya, tetapi mereka lupa, jika sebelumnya mereka tidak bisa memaksakan cinta, mereka juga tidak akan cukup mampu menahan datangnya cinta.

"Udah ngantuk belum?" Ara memecah keheningan terlebih dahulu sebelum ia hanyut lebih lama lagi dalam suasana ini. "Laper gak?"

"Kamu laper?" Chika berbalik menghadap Ara, sekarang satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah berusaha bersikap biasa saja. Perasaan ini akan secepatnya hilang, ia sangat yakin.

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang