18

7.4K 775 270
                                    

"Aku nunggu dari tadi." Vivi tersenyum melihat kekasihnya yang sedari tadi ia tunggu datang. Vivi bergerak dari tempat duduknya, berjalan mendekati Chika. "Aku kangen."

Chika menutup mata saat Vivi memeluknya. Ia membalas pelukan itu, tatapannya kosong karena pikirannya fokus pada Ara, malam ini Mira menginap di rumah Ara, ia takut sesuatu terjadi, jika Ara bisa dengan mudah mencintainya, apa dengan alasan yang sama, Ara akan membuka hatinya untuk Mira? Chika sangat resah sekarang.

"Ara udah dipastiin diterima di perusahaan itu." Vivi menenggelamkan wajahnya di leher Chika. Ia sempat mengerutkan dahi karena mencium aroma parfum Ara menempel di leher Chika. Apa mereka melakukan sesuatu? Vivi menggeleng, menepis pikiran kotornya.

Chika masih tidak menjawab, suaranya hilang ditelan resahnya sendiri. Bagaimana jika Mira melakukan sesuatu pada Ara? Merebut ciuman pertama Ara? Chika sangat gelisah, ia bahkan sampai menggigit bibir bawahnya sendiri, berusaha mengendalikan resahnya tanpa hasil.

"Aku kangen kamu." Sekali lagi, Vivi mengucapkan itu, tetapi tak kunjung mendapat jawaban. Vivi akhirnya mundur, melepas pelukannya dan memperhatikan wajah Chika. Siapa yang berhasil merampas perhatian Chika kepadanya? Siapa yang menguasai pikiran Chika saat ini?

Vivi kesal, ia menarik tengkuk Chika dan langsung mencium bibirnya. Vivi mengecup bibir bawah Chika berkali-kali sebelum mengulumnya lembut, tetapi tidak ada balasan dari Chika. Vivi kesal dan reflek menggigit bibir bawah Chika, cukup keras diikuti oleh hisapannya yang kasar.

"Aawww sakit kak." Chika mendorong kecil tubuh Vivi. "Kenapa sekasar ini sih?" Chika mengusap bibir bawahnya sendiri. "Berdarah nih, kasar banget bikin males deh, aku pulang lagi." Ia berbalik, berjalan menjauhi Vivi.

"Kamu gak denger aku, aku cium juga kamu diem, apa yang kamu pikirin? Siapa?" Pertanyaan Vivi berhasil menghentikan langkah Chika. "Kamu berubah semenjak pulang dari Bali, kenapa, Tamara? Aku salah apa? Aku udah gak pernah pegang kamera."

Chika mengembuskan nafas panjang, mengetahui bahwa Vivi menyadari perubahannya. Ia tidak ingin ini terjadi, tidak ingin berpaling dari Vivi, tetapi semua yang terjadi berada di luar kendali, tanpa permisi, Ara sudah berhasil menguasai hati. Chika mengusap kelopak matanya yang lelah sebelum kembali berjalan, melewati Vivi begitu saja.

Vivi duduk di kasur, memandangi Chika yang sedang mengusap bibir bawahnya, "Perih ya? Maaf, aku tadi emosi." Vivi menarik dagu Chika, mengusap bibirnya lembut. "Aku cuma gak mau ada sesuatu yang bikin kamu lupa sama keberadaan aku."

"Aku capek, kak, aku mau tidur." Chika berdiri, membuka seluruh pakaiannya, menyisakan bra dan celana dalamnya saja. Dengan kondisi seperti itu, ia langsung berbaring di kasur. Ia memang lebih suka tidur tanpa memakai piyama, tentu saja ini hanya bisa ia lakukan jika sendiri atau bersama Vivi.

"Secepet ini? Aku abis minum barusan." Vivi mengayunkan langkah ringan, mengambil sebotol minuman baru, ia buka tutupnya lalu ia berikan pada Chika. "Udah lama kamu gak minum."

Chika mengangguk, mengambil botol yang Vivi berikan kemudian menengak minumannya, berkali-kali sampai ia merasa cukup. Chika tersenyum, "Makasih," ucapnya singkat sebelum berbaring di kasur.

"Oke." Vivi menyimpan kembali minuman itu di lemarinya. Dari jauh, ia memperhatikan kekasihnya itu, berkali-kali Chika memperhatikan layar ponsel, seperti tengah menunggu kabar seseorang. Siapa yang Chika tunggu? Apa yang membuat Chika resah sampai melupakannya?

"Kamu udah baikan?" Chika menyimpan ponselnya lalu menepuk kasurnya. "Sini, kak."

Vivi tersenyum senang karena akhirnya Chika menyimpan ponsel dan memperhatikannya. Dengan semangat ia mengangguk, buru-buru melangkah mendekati Chika, berbaring di sampingnya.

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang