"Siapa ya?" Ara memandangi Abu dari atas sampai bawah, dari pakaiannya, pria ini terlihat seperti orang kaya. Ara melirik ke arah mobilnya, sepertinya dugaannya benar, dia adalah orang kaya. Untuk apa orang kaya ke sini?
"Saya Abu Elfatan Chaanakya." Abu mengulurkan tangannya pada Ara, gadis manis itu membalas uluran tangannya meski dengan wajah yang masih bingung.
"Aku Ara."
"Saya tadi lewat perumahan ini dan liat ada mobil ini." Abu melepaskan uluran tangannya seraya menunjuk ke arah mobil Vivi.
"Petugas pajak ya?" tebak Ara dengan cepat. "Maaf ini bukan punya aku, aku mana mampu atuh beli mob-"
"-Bukan, saya bukan petugas pajak."
"Oh intel ya yang ngira aku maling karna rumah sejelek ini punya mobil lambo? Bukan punya aku sumpah deh. Chik bantuin." Ara melambaikan tangannya pada Chika karena panik, ini akan jadi fitnah terbesar di tahun ini. "Pak meskipun aku miskin, aku nyari duit yang bener pak, riba dikit gapapa yang penting gak maling sumpah." Ara menoleh ke arah Chika dan melotot karena Chika hanya membatu di sana.
"Ngga, ini mobil anak saya."
"Loh." Ara menatap Chika yang sekarang berdiri di sampingnya. "Vivi bukannya anak yatim?"
"Iya saya ayah angkatnya." Abu tersenyum memperhatikan tingkah Ara yang panik, tetapi cukup menggemaskan.
"Mobilnya aku pake semalem," jawab Chika tersenyum pada Abu. "Aku pikir kamu ada urusan sama Ara."
"Aku gak tau pemilik rumah ini namanya Ara. Tadinya cuma pengen tau aja siapa yang pake mobil Vivi, biasanya yang berani pake mobil pribadi dia cuma Zhaigam."
"Tenang aja, mobilnya aman kok." Chika merangkul pinggang Ara. "Mau masuk atau-"
"-Aku gak bisa, buru-buru mau ke kantor, udah jam delapan." Abu melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya, memastikan ini memang sudah jam delapan. Setelah itu, ia pamit pada mereka dan langsung masuk ke mobil ketika supirnya membukakan pintu kepadanya.
"Aku juga mau berangkat deh." Ara masuk ke rumah, mengambil tas dan juga memasukan beberapa peralatan yang perlu dibawa. Dirasa sudah cukup, ia memesan gojek online.
"Yakin gak mau nerusin yang tadi?" Chika membenarkan jas yang Ara gunakan kemudian mengalungkan sepasang tangan di leher Ara. "Kamu belum make up loh, bibir kamu masih pucet, mau pake lipstik yang ada di bibir aku gak?" Chika mengedipkan sebelah matanya.
Ara tertawa, menepis tangan Chika di bahunya lalu menekan tengkuk Chika dan mengecup dahi. Setelahnya, ia mencium kedua pipi Chika, "Aku bisa make up di kantor, udah telat gak enak." Ara mengusap sekilas pipi Chika. "Kunci rumah taro di pot warna pink ya?"
"Iiih kamu aku anterin aja Ra dari pada naik motor, debu."
"Jangan khawatir, bintang tetap bintang meskipun ada di tengah gelap." Ara menepuk lembut pipi Chika. "Makasih buat nasi gorengnya, i love you." Ara melambaikan tangan dan buru-buru berjalan sebelum menunggu jawaban Chika.
"I love you more," gumam Chika pelan seraya memandangi punggung Ara yang semakin menghilang dari pandangannya. Chika memiringkan kepala, senyumannya mengembang, ia benar-benar sangat bahagia sekarang. Andai saja ini bisa bertahan selamanya, ia berani berteriak lantang pada semua orang bahwa ia adalah orang paling bahagia di dunia ini.
Chika memandang ke sekeliling rumah Ara, tempat nyamannya yang baru. Vivi belum menghubunginya, jadi ia masih punya banyak waktu. Chika mengusap dagunya, memikirkan apa yang harus ia lakukan pada rumah minimalis ini. Sepertinya ia perlu membereskannya sedikit agar tempat tinggal Ara terlihat semakin nyaman. Tidak banyak yang akan dibereskan karena pada dasarnya Ara orang yang sangat rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMMA
FanfictionApa yang lebih sulit dari mempertahankan sebuah hubungan? (17+)