Veranda masih mengarahkan pistolnya ke arah Viny karena hanya Viny yang sekarang berdiri tepat di depan lemari miliknya. Telunjuk Veranda bergerak, nyaris menekan pelatuk sebelum sudut matanya menangkap wajah Kinal. Veranda menurunkan kembali tangannya dan mengembuskan nafas panjang, "Maaf aku pikir orang lain."
Viny menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, ia menunduk, mengusap kasar wajahnya. "Maaf tadi gue gak sengaja-"
"-Beresin." Veranda menatap Viny begitu tajam, penuh ancaman. Mulut Viny harus segera ia bungkam secepatnya sebelum Kinal mengetahui segala tentangnya di masa lalu.
Viny mengangguk, buru-buru membereskan seluruh berkas itu dan merapikannya kembali di sana. Ia menutup lemari itu lalu berdiri, "Gue beneran gak sengaja."
"Kalian mau apa di sini? Apa yang sebenernya kalian cari?" Veranda menatap mereka satu persatu.
Beby melangkah, berdiri tepat di depan Viny karena takut Veranda tiba-tiba menggunakan pistol itu untuk melampiaskan amarahnya pada Viny, "Jadi sebenernya gue-hhmmpt." Mulut Beby dibungkam dari belakang oleh Viny. Viny langsung menatap Shani, memberi isyarat agar Shani bicara. Viny tau Beby tidak pernah berbohong jadi dari pada Veranda mengetahui segalanya, lebih baik Shani yang menjelaskan.
"Aku nyuruh mereka buat bantu cari berkas aku waktu SMA," jawab Shani dengan tatapan datar. Rumah ini begitu luas, tidak mungkin Veranda tau tentang keberadaannya jika tak ada yang memberitahu, dari siapa Veranda mengetahui keberadaannya?
"Cukup," ucap Kinal sudah tidak tahan lagi menyembunyikan semuanya dari Veranda. "Mereka bilang kamu pembunuh, kita di sini cari bukti tentang apa yang terjadi lima tahun lalu." Kinal tidak peduli dengan tatapan tajam dari Viny, ia benar-benar tidak bisa menahannya lebih lama lagi.
Veranda mengangguk, sesuai dugaannya, Shani meminta tolong pada mereka. Veranda berjalan mendekati Viny, mengambil salah satu dukumen di map berwarna biru. "Kenapa kalian gak bilang langsung ke aku kalo kalian pengen tau apa hubungan keluarga aku sama Xankar?" Veranda menyembunyikan pistolnya di belakang pinggang. "Karna kalian maksa, aku sekarang akan jujur tapi aku harap ini jadi rahasia kita."
"Apa?" tanya Kinal berjalan mendekati Veranda dan menggenggam tangannya, ia sangat percaya kekasihnya itu bukan orang jahat. "Kita janji."
Pintu terbuka, muncul Shania dan Melody yang menyusul. Melody menutup kembali pintunya, melihat wajah mereka satu persatu yang tidak biasanya tegang, apa ada anak dari tetangganya yang masuk penjara karena narkoba atau menghamili orang? Melody harus mendengarkan dengan seksama agar pembicaraan ini bisa ia sebarkan.
"Teh Melody," seru Veranda. "Janji ya ini rahasia kita?"
'Sial kok dia tau isi otak aing?' Melody memaksakan senyumannya, "Santai aja, aku janji."
"Kalian pasti udah tau Chika bukan adik kandung papa aku," ucap Veranda mulai bercerita, hanya Melody yang terkejut di sini karena mereka sudah mengetahuinya. "Sebenarnya, Vivi bukan anak kandung keluarga Xankar, anak kandung Pradipta itu Chika."
"Apa?!" Shani benar-benar terkejut.
Veranda mengangguk, "Papa bikin perjanjian sama Pradipta, Pradipta tau nyawa anaknya akan diincar sama musuhnya jadi dia menukarkan anaknya dengan salah satu anak di panti asuhan."
"Terus pembunuhan itu?" tanya Viny bingung dengan semua penjelasan yang ia dengar.
"Gak ada pembunuhan apapun, itu rekayasa aku sama Vivi biar Chika mau berjanji untuk ada buat Vivi." Veranda menunjukan dokumennya pada mereka. "Semua berita ini palsu," ucapnya seraya membuka lembar berikutnya. "Liat, ini foto Gita dan tiket keberangkatannya ke LA, dia masih hidup di LA. Dulu dia bekerja sama dengan imbalan dia hidup mewah, biaya hidup dia Vivi kirim setiap bulan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMMA
FanfictionApa yang lebih sulit dari mempertahankan sebuah hubungan? (17+)