Fiony mengacak rambutnya frustrasi. Kenapa ini bisa terjadi? Vivi memanfaatkannya yang sedang mabuk, kurang ajar sekali orang itu. Fiony berdiri, mengambil pakaiannya satu persatu, berserakan di mana-mana sampai tersangkut di lampu tidur. Fiony sama sekali tidak menyangka jika Vivi bisa melakukan ini kepadanya.
"Viviii!!!" Fiony menendang keras pintu kamar mandi. Ia tidak peduli siapa Vivi, seberapa besar kuasanya di negeri ini, gadis itu sudah kurang ajar dan ia wajib memberikannya pelajaran. "Bukaaa!!!"
Suara shower terhenti. Fiony menjatuhkan pakaiannya, siap menampar keras pipi Vivi. Tepat saat pintu terbuka, tangan Fiony yang melayang jadi terhenti saat melihat siapa orang yang muncul dari kamar mandi.
"Kamu udah bangun, sayang?"
"Ara?"
Ara tersenyum, memandangi tubuh polos Fiony dari atas sampai bawah. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya, seksi sekali kekasihnya itu. Ara mengerjap dan buru-buru menatap Fiony, "Aku dipanggil kak Vivi semalem ke sini, aku liat kamu mabuk parah."
"Jadi ini ulah kamu? Aku pikir-"
"-Dia gak mungkin kurang ajar kali." Ara merangkul pinggang Fiony kemudian memeluknya erat. "Makasih ya buat semalem." Ara mengecup bahu Fiony berkali-kali dan menenggelamkan wajah di lehernya.
Fiony termenung, masih tidak percaya jika Ara berani melakukan itu. Fiony berusaha mengingat kejadian semalam, tetapi sedikitpun ia tak ingat. Satu sisi ia kesal karena tak ingat apapun, tetapi di sisi lain ia senang mengetahui Ara sudah berani menyentuhnya. Apa itu artinya Ara sudah membuka hati?
"Aku cinta kamu, Fio." Ara mencium leher Fiony dan mengeratkan pelukannya tanpa peduli Fiony tidak memakai sehelai benangpun karena tubuhnya saja hanya dilapisi handuk tipis.
Semalam Ara datang ke sini setelah mendapat panggilan dari Vivi. Ara diberitahu bahwa kesadaran Fiony sedang dikuasai oleh alkohol dan obat yang Vivi berikan, Fiony tidak akan ingat apapun yang terjadi saat itu. Vivi memberi saran agar Ara meniduri Fiony. Namun, lagi-lagi Ara belum siap. Akhirnya Vivi memberi saran agar Ara membuka semua pakaian Fiony, membuat Fiony seakan sudah disentuh padahal belum sama sekali. Setelah memberi saran itu, Vivi pulang bersama Chika.
"Kamu mandi dulu ya? Gih, aku udah bawain baju kamu." Ara melepaskan pelukannya kemudian mencium pipi Fiony cukup lama. "Kita ngobrol lagi nanti ya?" Ara tersenyum dan mulai melangkah.
Fiony yang masih bingung hanya mengangguk dan buru-buru masuk ke kamar mandi. Ia memandangi pantulan bayangannya sendiri di cermin, menemukan sebuah tanda merah di dadanya. Fiony menyentuh tanda itu, ini tanda yang sama percis dengan yang ada di lehernya.
Fiony mengantup mata lalu menyentuh kemaluannya sendiri, tidak ada yang berubah. Apa Ara sudah benar-benar menyentuhnya atau disentuh oleh jari itu memang tidak berbekas? Fiony sama sekali tidak mengerti. Ini semua membuatnya pusing apalagi ia tidak ingat apapun tentang kejadian semalam.
Vivi terusik saat merasakan tiupan lembut menerpa wajahnya. Ia membuka mata, memandangi bidadarinya yang sedang tersenyum manis. Pemandangan apalagi yang lebih indah dari ini? Vivi ikut tersenyum saat tiba-tiba saja Chika mengecup bibirnya.
"Aku udah bangun dari tadi, liatin muka kamu." Chika mengusap puncak hidung Vivi. "Aku mau nanya, kamu semalem padahal punya kesempatan buat tidurin seseorang yang cantik loh, kenapa gak mau?"
"Aku udah punya kamu maka aku memiliki seluruh keindahan semesta di dunia ini, apalagi yang aku inginkan dari orang lain setelah aku udah punya kamu?"
"Manis banget sih kesayangan aku." Chika mengecup dahi Vivi, turun ke hidungnya lalu mendarat di bibirnya. Chika menghisap bibir bawah Vivi cukup keras kemudian mengulumnya dan tanpa sadar ia sudah berpindah posisi jadi di atas Vivi. Ciumannya semakin dalam apalagi setelah Vivi membalas setiap kecupannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMMA
FanfictionApa yang lebih sulit dari mempertahankan sebuah hubungan? (17+)