"Beby gak akan kenapa-kenapa." Viny memeluk Shania yang sedari tadi menjerit histeris. Bagaimana tidak? Mobil yang Beby tumpangi mengalami kecelakaan parah, mobil Beby terguling karena benturan keras, Beby sempat dilarikan ke IGD sampai akhirnya terjebak di ruang ICU, ruang antara hidup dan mati.
Viny mengalihkan pandangan pada Fiony yang tidak berhenti menangis bahkan sebelum Fiony mengetahui kondisi Beby, ia sedikit curiga bahwa Fiony sedang menanggung rasa sakit yang berbeda. Apa ini ada hubungannya dengan Ara? Viny menggeleng, bukan saatnya ia memikirkan hal itu.
Christy sedari tadi memeluk Shani, ia tentu saja tidak mengerti apa yang terjadi di sini, semua orang dewasa itu menangis, termasuk Shani. Christy menyandarkan kepalanya di bahu Shani, melihat air mata Shani tidak berhenti mengalir. "Kak, kalo aku nangis Bunda selalu bilang jangan nangis karna aku udah gede, terus kenapa orang gede kebanyakan sering nangis? Kak Fiony, kak Chika, semuanya nangis."
Shani menyeka air matanya kemudian menatap Christy, wajah polos itu tidak berkedip, menunggu jawaban darinya. Shani memaksakan senyumannya, "Menangis itu menunjukan bahwa kita manusia, bukan karna kita anak kecil. Jadi, semua orang pasti menangis setiap kali ada masalah."
"Aku nangis kalo permen aku jatuh, apa itu masalah?"
Shani mengangguk, mengecup dahi Christy dan memeluknya lebih erat lagi. Sekarang ia benar-benar khawatir karena kondisi Beby sangat kristis. Shani menatap Viny yang tidak berhenti memeluk Shania, pandangannya ia seret kembali pada Melody yang sedang menenangkan Lidya sampai terakhir pada Veranda yang tengah menenangkan Kinal. Shani memejamkan matanya, merasa sangat pusing, kenapa selalu ada masalah baru yang hadir dalam hidupnya?
"Teteh." Christy melambaikan tangannya pada Ara yang datang dengan tergesa-gesar bersama Chika. Christy ingin sekali turun, tetapi Shani menahannya. Christy menatap kakak barunya itu, apa Shani takut ia tinggalkan seperti ia yang takut ditinggalkan Ara kemarin?
"Ara," seru Fiony langsung bangkit untuk memeluk Ara, menumpahkan seluruh rasa sakit di hatinya pada pencipta dukanya. Fiony mencengkram kuat punggung Ara, ia ingin sekali menampar Ara, mengusir Ara dari hidupnya karena pengkhianatan yang Ara lakukan. Namun, ia belum siap kehilangan. Fiony memilih untuk menjadi bodoh dengan bertahan.
"Aku di sini, sayang." Ara membalas pelukan Fiony kemudian menatap Chika, ia mengedipkan kedua matanya, meminta Chika untuk mengerti. Chika hanya mengangguk paham seraya menoleh ketika mendengar suara langkah kaki, ia melihat Vivi berjalan mendekatinya.
"Gimana kak Beby?" tanya Vivi memandangi semua orang yang masih menangis, melihat air mata juga kesedihan mereka, ia yakin kondisi Beby cukup parah. Vivi mengembuskan nafas berat dan tiba-tiba saja termenung, kenapa kecelakaan Beby bersamaan dengan percobaan pembunuhannya? Ia menggeleng, berusaha untuk menepis pikirannya, bagaimanapun juga, ini bukan waktunya memikirkan itu.
"Kak Shani, dia kenapa tidur terus?" Christy menunjuk salah satu gadis yang sedari tadi tidur, satu-satunya orang yang tidak menangis.
"Dia seorang putri tidur," jawab Shani mengusap kepala belakang Christy, gadis kecil yang sudah pandai bicara itu sangat menggemaskan, Shani merasa beruntung sekarang karena Chika sudah mendatangkan malaikat kecil yang akan menghidupkan suasana rumahnya.
"Beby lagi ditangani," jawab Viny satu satunya orang yang berusaha tegar di sini. Jika ia sama bersedihnya dengan yang lainnya, siapa yang akan menenangkan Shania?
Vivi mengangguk kemudian menatap kekasihnya, "Hai?" Vivi mengangkat kedua tangannya tepat di depan perut.
"Hai." Chika yang mengerti langsung memeluk Vivi. "Maaf ya semalem aku gak nemenin kamu, kamu mendingan?" Chika melepaskan pelukannya, menangkupkan satu tangannya di pipi Vivi. "Nanti aku temenin ya?" lanjutnya langsung mengundang tatapan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILEMMA
FanfictionApa yang lebih sulit dari mempertahankan sebuah hubungan? (17+)