33

6.6K 802 503
                                    

Udah marah-marah sama Fionynya? Aku lanjut ya ceritanya? Sabar ya sabar utututu wkwkwk btw temen aku bikin lagi video nih, tonton ya sebelum baca hehe gimana bagus kan?




***

Kamu tidak akan pernah tau kapan hujan jatuh, membasahi tubuhmu seluruhnya tanpa menyisakan hangat sedikitpun



Ara menghentikan mobil tepat di depan rumah Chika. Keraguan menelusup ke dalam hatinya, ia mencengkram stir sampai buku-buku jarinya memerah, seluruh emosi juga rasa sakit ia lampiaskan pada cengkraman tangannya. Bayangan wajah bahagia Chika muncul dalam benaknya, beberapa jam lalu, saat ia mengungkapkan niatnya. Bagimana sekarang ia bisa sanggup menghancurkan kebahagiaan yang ia bangun dengan tangannya sendiri? Bagaimana ia bisa memberikan luka pada seseorang yang selalu menyelimutinya dengan kebahagiaan?

Ara menadahkan kepalanya ketika merasakan cairan memenuhi kelopak matanya, ia berusaha menahan air matanya meski dalam satu kedipan saja, air matanya jatuh membasahi pipinya. Ara tidak sanggup menahan rasa sakit di hatinya, keputusannya sekarang bukan hanya akan menghancurkan hidupnya, tetapi hidup seseorang yang sudah menyerahkan banyak harap dan kepercayaan kepadanya.

Ara mengerang frustrasi, menjambak rambutnya sendiri kemudian memukul stir begitu kuat, bahkan ketika ia sudah berhasil menaikan derajatnya, ia masih terikat oleh balas budinya sendiri, ia masih tidak berdaya, ia masih tidak punya kekuatan untuk menolak permintaan seseorang yang sudah lebih dari lima belas tahun ada untuknya.

Jika bisa memilih, Ara ingin mengajak Chika pergi jauh dari negeri ini, tetapi ia juga tidak bisa bertanggungjawab atas kematian Fiony nanti jika kepergiannya membuat penyakit Fiony semakin parah. Lagi, ia dipaksa untuk melepas kebahagiaannya, melepas cintanya untuk membalas budi.

Sebuah ketukan di kaca terdengar, Ara menyeka sisa air mata di pipinya kemudian menoleh, melihat Chika sedang tersenyum lebar kepadanya. Untuk pertama kalinya, senyum itu terasa begitu menyakitkan karena sebentar lagi, ia akan menghancurkan senyuman itu selamanya.

"Sayang?" Chika mengetuk kaca mobil, ia tidak begitu bisa melihat apa yang Ara lakukan di dalam sampai Ara perlu waktu cukup lama untuk turun dari mobil.

Chika mundur dua langkah ketika pintu mobil terbuka, memberikan ruang bagi Ara yang ingin turun. Senyuman yang baru saja akan mengembang di wajahnya sedikit tertahan melihat ekspresi wajah Ara, mata yang selalu tampak bercahaya itu kini begitu redup, awan gelap bernaung di sana, apa alasan dari mendungnya? Chika memaksakan senyumannya, berusaha bersikap bahwa ia tidak melihat kejanggalan apapun dari ekspresi wajah kekasihnya.

"Fiony gimana?" Chika menyentuh pipi Ara. Ia menarik tangannya, mengusap cairan yang menempel di jarinya. Chika tersenyum tanpa berniat menanyakan alasan dari basahnya pipi Ara, ia takut mendengar jawaban yang akan membuatnya sakit.

"Makin parah sakitnya." Ara membelakangi Chika, menutup pintu mobil dan menunduk sejenak, mengatur nafasnya yang sesak sebelum akhirnya berbalik, tersenyum pada Chika. "Christy mana?"

"Dia nginep di rumah Azizi." Chika membuang nafasnya karena entah kenapa dadanya tiba-tiba saja sesak tanpa alasan. "Ra, mobil aku rusak, tadinya aku pulang ganti baju terus nyusul ke rumah sakit tapi bannya bocor padahal pas di rumah kamu kayanya baik-baik aja."

"Ya udah gapapa nanti dibenerin ya? Aku mau ngomong sesuatu."

Dada Chika terhentak, belum apa-apa ia sudah merasa sangat takut. Chika mengembuskan nafas panjang dan tersenyum, "Di dalem yuk?" Chika menggenggam tangan Ara, membawahnya ke dalam. Ia bisa merasakan tangan itu bergetar dalam genggamannya, ia melirik sejenak ke arah Ara yang tidak berkedip sedikitpun, dari tatapannya, siapapun bisa melihat kekosongan di sana. Padahal beberapa jam lalu ia melihat sinar begitu terang di sana, sekarang gelap menenggelamkannya.

DILEMMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang