31. Jangan pernah merasa sendiri

128 9 0
                                    

Rania sedang berdiri di atas balkonnya. Menghirup udara malam yang sangat dingin, melihat indahnya bintang-bintang yang sedang menunjukkan sinarnya. Ia senang karena kafka sikap kafka yang semakin lembut padanya, berharap bahwa Fira tidak akan merusak kembali hubungannya. Tantangan terberat Rania saat ini adalah Fira, karena Fira bisa saja akan merebut Kafka darinya.

Suara telfon berbunyi. Ia melihat Nama kafka di ponselnya, dengan cepat ia mengangkat telfon tersebut.

"Halo sayang" ujar Kafka dengan nada beratnya

"Hai Kafka" ujar Rania dengan senyuman di bibirnya

Rania berpindah posisi, ia berjalan menuju kamarnya merebahkan badannya di kasur. Mencari posisi enak untuk mengobrol dengan kafka

"Lagi apa?" tanya kafka pada Rania

"Tiduran aja nih" jawab Rania malu-malu

Mereka terus mengobrol, biasalah seperti orang pacaran pada umumnya bucin, ya begitulah anak jaman milineal menyebutnya.

------------

Dirumah yang berbeda, yaitu tepatnya di rumah Dhea, sahabatnya Rania, sedang terjadi sebuah masalah yang serius. Ia kembali mendengar keributan kedua orang tuannya, ia hanya terdiam sambil menangis di kamarnya. Ia menggenggam kuat ponselnya, ia ingin sekali menghubungi kedua sahabatnya Rania dan Stevany tetapi niat itu ia urungkan karena tidak mau melihat kedua temannya khawatir.

Setelah keaadan tenang, Dhea berjalan mengendap-endap untuk keluar dari rumahnya. Di halaman rumahnya ia melihat bahwa mobil ayah dan ibunya tidak adalagi dirumahnya. Kemana mobil orang tuanya? Apa mereka pergi? Malam-malam begini? Ahh entahlah. Dhea segera menarik pintu pagar rumahnya dan segera berlari keluar.

Dhea berjalan jauh dari sekitar rumahnya hingga berhenti di suatu tempat yaitu di sebuah jembatan yang di bawahnya banyak sekali mobil dan sepeda motor yang lalu lalang. Ia berdiri di atas  jembatan itu sambil menangis.

"Mah, pah Dhea kangen kita yang dulu. Yang selalu harmonis pah, mah. Hiks.. Hiks.." ujarnya sambil menangis

Dhea berjalan mendekati pembatas pegangan jembatan, entah apa yang saat ini ia fikirkan. Kakinya melangkahkan kakinya semakin mendekat. Apakah dia akan lompat dari atas jembatan itu?. Untung saja Jino kebetulan lewat dan dengan cepat Jino menarik tangan Dhea dengan kasar.

"EH WOII LO MAU NGAPAIN HAH!!" bentak Jino. Dhea hanya menangis dan refleks memeluk Jino

Jino yang masih terkejut lantas dengan cepat membalas pelukan Dhea. "Lo Dhea temennya Rania kan?" Tanya Jino dengan lembut

"Iya" jawab Dhea singkat sembari melepaskan pelukkan dari Jino

"Keknya lo lagi butuh temen untuk cerita" ucap Jino sambil menarik tangan Dhea untuk duduk di pinggur jembatan

"Cerita aja Dhe, kalau itu membuat lo lega, anggap aja gue sama kayak temen lo, Rania dan Stevany. Gue juga temen lo Dhe" ujar Jino dengan lembut

"Gue sebenarnya mau cerita sama Rania dan Stevany, tapi gue tau mereka pasti juga lagi sibuk makanya gue gakmau ganggu"

"Sekarang gue lagi dwond banget. Hiks.. Hiks.. Orang tua gue sekarang ini lagi berantem hebat, udah seminggu ini mereka selalu bertengkar. Berawal dari perubahan sikap papa yang selalu pulang malam, mamah selalu marah-marah sama papa karena papa berubah. Setelah itu mereka berdua jadi sering marah-marah. Jarang dirumah, dan melupakan gue sebagai anaknya" Ujar Dhea sambil bercerita pada Jino

"Dhe" panggil Jino

Dhea menoleh. "Lo ga sendiri, masih banyak temen-temen lo yang lain, yang peduli samalo dhe. Bukan lo doang yang ngalamin hal kayak gini. Gue juga sama kayak lo Dhe. Bedanya orang tua gue udah cerai dan sekarang saling jalani hubungan masing-masing. Sementara gue ikut sama Bokap gue. Lo ga sendiri Dhe, gue yakin lo pasti bisa ngejalanin masalah ini. Lo kuat Dhe, gue yakin lo bisa" Ujar Jino. Jino mengusap air mata Dhea dengan lembut

"Jangan nangis, gue yakin lo bisa. Kalau lo nangis gini, beda banget sama lo yang suka ketawa, yang suka marah-marah, yang suka ceria. Kalau lo nangis gini bukan lo banget Dhe" ujar Jino membuat Dhea tersenyum

"Nah gitu kek dari tadi kan jadi makin manis Dhe" ujar Jino membuat Dhea tertawa pelan

"Bisa aja lo. Btw makasih ya Jino. Lo ternyata humble banget orang nya" ujar Dhea pada Jino

"Sans aja. Btw gue anter lo pulang yuk. Gabaik anak perempuan jalan sendirian. Ntar di culik lo" ujar Jino bercanda

"Yee. Mana ada yang mau nyulik gue" ujar Dhea sambil tertawa

"Kenapa? Oh karena makan lo banyak yah? Pantes aja pipinya kek bakpao gini" ucap Jino sembari mencubit pipi Dhea pelan

"Sembarangan aja lo kalau ngomong" omel Dhea pada Jino

"Becanda gue Dhe. Yuk naik gue anter lo pulang" ujar Jino pada Dhea. Dhea segera naik di atas motor Jino

Sepanjang jalan tidak ada yang mau membuka pembicaraan, Jino melajukan motor dengan kecepatan agak sedikit kencang. Karena takut jatuh Dhea memegang erat jaket Jino. Tangannya berada di pinggang Jino, jino sadar lalu menarik tangan Dhea untuk memeluknya dari belakang.

"Pegangan aja Dhe. Gapapa, ntar lo jatoh, gue juga yang repot ntar" ujar Jino pada Dhea

"Iyah. Bilang aja lo modus" ketus Dhea

"Yeee ngapain juga gue modus sama lo. Tepos gini kaga ada montok-montoknya" balas Jino membuat Dhea dengan spontan menggeplak Helm Jino

"Sakit Dhe. Gue becanda anjir" keluh Jino

"Sekali lagi lo ngehina gue, gue ilangin kepala lo" ujar Dhea galak

"Gak punya kepala dong gue ntar Dhe" ujar Jino

"Bodo amat" balas Dhea sambil tertawa kecil

--------------

Dhea dan Jino telah sampai dirumah nya Dhea. Dhea turun dari sepeda motornya Jino.

"Makasih yah Jino. Lo udah ngantar gue pulang" ujar Dhea pada Jino

"Sans aja Dhe. Gue juga temen lo. Lebih dari temen juga boleh Dhe" ujar Jino bercanda

"Yeeyy bisa aja fakboy Depok" ujar Dhea bercanda

"Yaudah lo masuk kedalem yah. Gue mau pulang dulu. Jangan nangis lagi ya Dhea" ujar Jino sembari mengehelus lembut pucuk kepala Dhea

Dhea tersenyum lalu mengangguk dan segera masuk kedalam rumahnya. Badannya terasa capek, dan segera ia masuk kedalam kamarnya untuk segera tidur.

----------------

Gimana?

Next??

Aku mau ngasih bocoran dikit dehhg. Sebenarnya Jino itu suka sama Dhea, tetapi karena ikatan pertemanan Jino masi mengurung niatnya untuk mengatakan perasaannya sama Dhea.

Eh udah deh gausah spoiler yakan. Mending kalian terus baca aja hehe.

Maaf ya jarang up karena author sedang uts dan kerja juga..

Semangat buat kalian bebss...

Kafka & RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang