Note ini khusus kubikin bagi yang belum menikah. Dan ini sifatnya hanya sharing berdasarkan pengalaman pribadiku dan orang-orang terdekat, bukan bermaksud menggurui. Silakan direnungkan, ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk.
Buat yang udah nikah, boleh juga silakan share pengalaman pernikahannya di kolom komentar.
Sedikit cerita, pernikahan pernah menjadi momok yang menakutkan untukku. Pengalaman beberapa perempuan di keluargaku (sepupu dan tante) yang nikah dengan laki-laki (maaf) brengsek, membuatku menganggap laki-laki itu semuanya sama aja, sama-sama brengsek.
Tapi terlepas dari itu, aku juga pernah keceplosan ngomong sama sepupu yang udah nikah, pas lagi capek-capeknya kuliah. Aku bilang, "Udahlah gue nikah aja, capek gue kuliah. Kalau nikah kan enak ada yang nanggung biaya hidup."
Tahu reaksi sepupuku kek gimana? Beliau langsung membentak dengan mata melotot (kalau di sinetron, adegan ini akan di zoom in zoom out) sambil bilang dengan logat mamaknya Costa, "HEH! KAO PIKIR NIKAH ITU ENAK?!!!"
Jadi setelah bekerja, aku malah mikir, mikir, dan mikiiir tentang kenapa, sih, kok gue harus nikah? Nyusahin aja! 🤦♀️
Tapi kalau nggak nikah, ya, susah juga, bisa dimaki orang sekampung plus diceramahin (terbukti takut nabrak pakem). Belum lagi dikomentarin netizen yang budiman (Heh, emangnya gue siapaaa?) 😂😂😂
Aku dulu sering nge–ghosting cowok. Kalau misalnya dalam sebuah obrolan ringan aku merasa kami nggak sefrekuensi, biasanya ngga lama setelah itu aku tinggal kirim SMS (dulu belum ada android, genks) putus 🙈🙈🙈
Nah, pas sama mantan pacar (sekarang suami), beliau nggak terima dong di–ghosting 🤭🤭
Beliau orang yang terbuka dan aku yang introvert ini akhirnya bisa membuka ruang diskusi bersama dan membicarakan komitmen terkait kehidupan setelah pernikahan. Dan percayalah, hasil diskusi (yang akan aku jabarkan di bawah), bukan terjadi dalam satu kali duduk, yah, melainkan dalam kurun waktu 5 tahun lebih kami bersama sebelum mengucap ijab kabul.
Apa saja itu komitmen yang kami sepakati sebelum menikah? (di luar konteks agama, ya, karena ini sifatnya personal)
1. Finansial
Jangan merasa nggak enak hati membicarakan finansial sebelum nikah, takut dicap matre atau perhitungan. Justru kalo dari awal udah nggak enak hati, kedepannya bisa runyam.Dulu kami sama-sama bekerja, jadi punya duit masing-masing (pada akhirnya prinsip duit lu duit gue dan duit gue adalah milik gue, setelah menikah hasilnya bisa saja ZONK, saudara-saudara 😂😂). Kamu, perempuan tetap harus mengeluarkan duit buat nombokin di sana-sini (kecuali suami sudah mapan, atau sultan #ehh). Jadi jangan berharap banyak duit gajimu tetap utuh buat dirimu sendiri. Ada kalanya kamu harus mem–backup keuangan keluarga sedikit banyaknya, atau bahkan sepenuhnya (misal bila suami sakit, kena lay off, dll)
Siapa yang bayar kebutuhan makan sehari-hari?
Siapa yang bayar tagihan listrik, air, asuransi, angsuran KPR, kredit motor, dll)
Siapa yang bayar kalau kalian hang out di luar?
Berapa jatah buat orang tua/mertua per bulannya?
Ada cicilan utang atau kredit di bank sebelum menikah? Siapa yang bayar?
Ada tanggungan lain, misalnya biaya sekolah/kuliah adik-adik/keponakan?
Biaya tak terduga kira-kira apa aja?
Buat nabung berapa?
Biaya buat persiapan punya anak bagaimana?Kalau cuma salah satu yang kerja, gimana pembagian porsi keuangan? Apakah ada kemungkinan pasangan melakukan power abuse karena dia yang nyari duit? Apakah ada kemungkinan pasangan ngedumel karena merasa capek nyari duit dan pasrah diporotin pasangannya di awal bulan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonic Marriage (END - Terbit)
Romance(Telah di unpublish beberapa bagian) Menikah dengan Seto, sahabatnya sendiri, awalnya Luna pikir adalah hal yang mudah. Mereka sudah berteman semenjak masih balita, dan tentunya sudah saling mengenal karakter masing-masing. Luna tidak berharap akan...