21. Shit Happens

5.4K 1.1K 261
                                    

Kuy, votenya gaess.. Kayaknya jomplang banget sama viewsnya 🙈🙈

"Kayak gini udah belum, Na?" tanya Seto sembari mengancingkan lengan kemeja, kemudian merapikan kerah bajunya.

Luna menoleh, lalu tergelak kecil melihat penampilan Seto. "Bajunya jangan dimasukin ke dalam celana."

"Tapi, kan, lebih rapi dan resmi, Na?"

"Iya, tapi kemeja batik itu sendiri sudah menunjukkan kesan formal," sahut Luna lagi. Ia bergerak menghampiri Seto, kemudian menarik sisa kemeja yang sudah masuk ke dalam celana Seto dan membantu merapikannya.

Adalah sebuah kesalahan yang cukup umum terjadi bila seseorang memasukkan kemeja batik ke dalam celana demi kesan yang lebih rapi dan resmi. Namun, sebenarnya tidak demikian. Batik sendiri terdiri dari corak-corak yang cantik dan para penjahit sangat berhati-hati ketika memotong pola dan menjahitnya sehingga terbentuklah pakaian batik yang menampilkan keseluruhan corak tersebut. Bila kemeja dimasukkan ke dalam celana, maka corak-corak tadi tidak akan terlihat secara utuh.

"Begitu, ya?" kata Seto menimpali. Rambutnya sudah disisir rapi. Aroma parfum lembut pilihan Luna menguar dari tubuhnya, menggantikan parfum lamanya yang baunya cukup menyengat hidung. "Gue udah ganteng, kan?"

"Udah." Luna geleng-geleng kepala. Level kepercayaan diri Seto memang tidak perlu diragukan lagi, dan ia juga mengakui bahwa Seto memang tampan meskipun sempat menyangkalnya tempo hari.

Ia mengeluarkan kebaya pesta berwarna biru dongker dari dalam lemari. Semalam mereka melipir ke pusat perbelanjaan dan membeli kemeja batik untuk Seto yang cocok dipadupadankan dengan setelan kebayanya.

Seto keluar dari kamar. Tak lama kemudian, ia kembali dengan sebuah kotak mungil di tangan kanannya. "Gue punya sesuatu buat lo."

Ia membuka kotak tersebut dan mengeluarkan isinya. Di tangannya terdapat sebuah kalung emas putih yang sangat sederhana. Liontinnya berbentuk kupu-kupu mungil yang juga berwarna putih.

Seto hampir tidak pernah melihat Luna memakai perhiasan apa pun, baik itu cincin, kalung atau gelang. Luna cenderung pelit dengan dirinya sendiri. Semalam, saat Luna sibuk memilih pakaian, ia tergerak ingin memberikan hadiah kecil, lalu melipir ke toko perhiasan.

Ia mendekati Luna yang sedang duduk menghadap meja rias dari belakang. Sebelum Luna sempat bertanya, ia memasangkan kalung tersebut ke leher Luna dan menyibak rambut panjangnya untuk memasangkan kaitnya.

"Cantik," bisiknya sembari tersenyum lembut di kuping Luna. Matanya menatap ke cermin. Kalung mungil itu terlihat ringan dan cantik di leher Luna.

"Uhm ... thanks, To." Luna tergagap. Pipinya seketika bersemu. Bisikan lembut itu membuatnya bulu romanya berdiri. Belum lagi sentuhan jari-jari Seto yang menyusuri lehernya membuat perutnya tergelitik oleh perasaan aneh. Ia bingung, tetapi menyukainya. Sialnya, ia menginginkan lebih, sekaligus ingin menolaknya dalam waktu yang bersamaan.

Reaksi Luna berikutnya adalah sebuah keuntungan bagi Seto. Luna bangkit dari tempat duduknya, niatnya ingin menjauh dari Seto dan berpura-pura mengambil sesuatu dari dalam lemari pakaian.

Seto meraih bahu Luna, lalu memutar tubuh Luna sampai mereka berdiri berhadap-hadapan.

Tatapan Seto begitu hangat. Luna menjatuhkan pandangannya ke lantai dan tak melihat tubuh Seto telah condong ke depan. Maka terjadilah, bibir pria itu berlabuh di bibirnya.

Ciuman itu begitu manis, begitu lembut. Bibir Seto menyapu ringan bibirnya. Kali ini tidak tergesa-gesa seperti pertama kali mereka melakukannya.

Ia mendengar Seto mendesah lalu mengerang. Pria itu menciumnya lagi, kali ini lebih dalam dan menuntut. Luna membuka mulutnya perlahan-lahan dan Seto mempertemukan lidah mereka. Lututnya seketika lemas kala Seto meraih pinggangnya dan menarik tubuhnya mendekat.

Platonic Marriage (END - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang