26. Dirty Minds

6K 1.2K 201
                                    

Mature content 21+

"You'll never find your limits until you've gone too far." (Aron Ralston Between a Rock and a Hard Place)

Luna memutar keran air dengan tangan gemetaran. Isi perutnya terasa diaduk-aduk. Lututnya pun menggigil dengan hebatnya. Ia tak bisa berdiri dengan baik. Dengan tertatih-tatih ia membuka lemari dan mencari obatnya. Kotak rokok dan minuman di dalamnya sampai tergolek berantakan.

Sialnya, benda keramat yang dicari hanya menyisakan botol kosong. Luna mengumpat kesal dalam hati. Belakangan ia memang sudah jarang mengkonsumsi obat—demi menghindari ketergantungan—sehingga tidak memperhatikan ketersediaan stoknya.

Suara air yang mengucur deras menyamarkan getaran di pita suaranya kala menjawab panggilan Seto. Untunglah Seto tak lagi bertanya dan berkata akan menunggunya. Entah sampai kapan pria itu sanggup menunggu. Sepertinya ia akan menghabiskan waktu cukup lama di dalam sana.

Tak ada pilihan lain. Luna menyambar sebotol Cointreau. Setelah itu, ia meringkuk di sudut kamar mandi sambil menenggak minuman itu langsung dari botolnya. Sesekali ia memukul-mukul sisi kepalanya dengan kepalan tangan, berusaha menyingkirkan suara monster-monster liar yang sangat berisik di kepalanya.

Ia tidak ingat lagi sejak kapan berkenalan dengan rokok atau alkohol. Ia juga tidak seberani itu membelinya secara terang-terangan. Teknologi memberikan berbagai kemudahan, termasuk membeli barang secara online.

"Kau lumayan juga sebagai pembayar utang ayahmu."

Tidak, itu hanyalah mimpi! Laki-laki bangsat itu hanyalah ilusi!

Sudut matanya mengeluarkan air. Luna memejamkan matanya rapat-rapat, mengusir rasa marah dan kecewa terhadap dirinya sendiri. Ia tak lebih dari seonggok daging yang tak berdaya melawan ketakutannya. Sungguh, ia benci memperlihatkan kelemahannya. Ia benci jika harus memperlihatkan rahasia tergelapnya.

Kau perempuan payah! Tak berguna!

Luna tidak tahu berapa lama ia mengurung diri di kamar mandi, mungkin lima belas menit, setengah jam, atau satu jam. Ia memaksa dengan keras mengosongkan otaknya, menghitung tanggal berapa hari ini, atau berdialog dengan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Ia juga tidak akan pernah tahu batas terjauh kemampuannya bila tidak mencobanya. Hidupnya pernah lebih buruk dari ini. Menyerahkan diri pada Seto tidak akan membunuhnya, bukan?

Seto itu suamimu, sahabatmu!

Seiring waktu berlalu, tubuhnya kini terasa lebih hangat dan rileks. Kemungkinan ia tengah berada di fase riang, sebuah kondisi di mana alkohol telah menekan lobus frontal–nya, atau mungkin alkohol itu telah menjelajah ke lobus parietal di otaknya. Well, itu sangat menguntungkan. Gigilan di tubuhnya telah berhenti sepenuhnya. Luna menjadi sangat bersemangat dan percaya diri.

Ia bangkit perlahan, membuka lemari dan menyimpan sisa minumannya. Setelah itu, ia menggosok gigi sebanyak tiga kali dan menelan air langsung dari kran untuk menghilangkan kemungkinan bau mulut.

***

Seto membunuh waktu sembari memainkan ponselnya. Ia nyaris tidak bisa berkonsentrasi. Rangkaian gambar dan huruf di layar tidak menarik perhatiannya sama sekali.

Pikirannya melayang pada Luna dan tingkah lakunya. Adakah orang yang menggigil karena kebelet buang air? Sindrom aneh macam apa itu?

OK, ia tahu beberapa perempuan ketakutan dengan hubungan seksual untuk yang pertama kalinya. Mereka bilang itu menyakitkan. Apalagi Luna terbilang polos dan tidak pernah mengenal laki-laki sebelumnya. Tetapi, wajarkah tingkah Luna berlebihan seperti itu?

Platonic Marriage (END - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang