Gadis itu membuka ruangan kecil di sudut koridor, berjalan mengendap memasuki pintu tangga darurat yang sudah tak terpakai sejak lama. Tangga darurat yang hanya dipakai jika lift sekolah sedang bermasalah. Athania menatap prihatin saat mendapati tangga darurat yang sudah berdebu dengan sawang di mana-mana, sedikit menyadari bahwa Pionir tak sebagus yang orang-orang lihat. Karena buktinya ada tempat-tempat tertentu yang sudah tak terurus.
Ia mendudukkan dirinya di pojok tangga, bersandar pada tembok lalu mengangkat telepon yang sudah berdering sejak tadi.
"Halo?"
Suara di seberang sana terdiam sejenak. "Halo sayang, ini Mama. Kamu sibuk nggak? Lagi ngapain?" Dapat Athania dengar dengan jelas nada hati-hati yang dikeluarkan Riana di seberang sana.
"Lagi di sekolah. Mama kenapa telepon?"
"Aah, gini ... Mama nggak bisa pulang ke rumah Papa dulu. Banyak kerjaan di sini, tapi Mama janji bulan depan Mama pulang. Athania nggak keberatan, kan?"
Rumah Papa? Athania menghela napas lelah. Haruskah Riana memperjelas segalanya dengan mengatakan bahwa rumah yang Athania tempati sekarang adalah rumah Papa? Alih-alih mengatakan rumah kedua orang tuanya. Itu membuat Athania tampak menyedihkan, membuat semuanya terasa jelas bahwa keluarganya sudah tak lagi sama.
"Nggak kok, aku ngerti," dusta gadis itu seraya menyandarkan kepalanya pada dinding tembok yang dingin. Kebohongan adalah hal yang biasa ia katakan. Lagipula jika ia keberatan akan fakta Riana tak pulang ke Indonesia sama sekali, tidak akan mengubah apa-apa. Ia punya hak apa melarang mamanya bekerja dan meluangkan waktu dengannya? Athania tak punya hak. Tidak dalam lingkaran keluarganya.
"Kamu ada kurang uang? Pasti di sana kalap mata kan belanja. Mama tahu kamu suka belanja. Mau dikirimin uang?"
Athania menahan dirinya untuk tak mendengus kesal. Konyol. Belanja? Bahkan berada di mall saja Athania malas. Mungkin tepatnya bukan ia yang menyukai kegiatan berbelanja, melainkan mamanya sendiri.
"Nggak kok. Nggak kurang."
"Kamu butuh apa? Baju? Sepatu? Tas? Biar Mama kirimin. Atau kamu mau tas limited edition yang baru launching minggu depan? Gimana?"
Muak. Satu kata yang menggambarkan perasaan gadis itu mendengar penuturan Riana yang tanpa henti. Haruskah ia perjelas bahwa barang-barang yang Riana sebutkan tadi tak bernilai apa-apa baginya. Athania ingin semuanya cepat usai, jadi ia memutuskan hanya mengeluarkan satu kata. "Terserah."
"Ya udah, minggu depan Mama kirim."
"Iya. Aku tutup."
"Sebentar...."
"Kamu tau kan, sayang? Kalau kamu ngerasa berat atau terlalu dikekang sama Papa, kamu bisa bilang ke Mama, kamu bisa balik tinggal di rumah Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Fix Everything [COMPLETED]
Teen Fiction[Daftar Pendek Wattys 2022] Seluruh penghuni SMA Pionir paham akan satu peraturan penting. Jika ingin hidup aman dan tenang, maka jangan pernah berani cari gara-gara dengan gadis bernama Athania Binar Bratadikara. *** Barata Killian Javas, pemuda i...