Bab XXVIII. Hasil Nilai

2K 274 17
                                    

Mobil itu melesat membelah jalanan, menderukan asap-asap polusi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil itu melesat membelah jalanan, menderukan asap-asap polusi. Athania menguap di dalam mobilnya, seraya membolak-balikkan majalah di tangannya dengan malas. Setelah mendapati tidak ada yang menarik dalam majalah tersebut, gadis itu lantas beralih menarik iPad dari dalam tasnya, mencari berita dan artikel di laman website. Tak ayal, Athania hanya dapat menghela napas panjang setelah membaca-baca sedikit judul berita di berbagai website.

Sial, benar-benar tidak ada yang bisa dibaca. Gadis itu jadi sedikit bertanya-tanya, mengapa berita-berita yang diterbitkan kebanyakan tidak bermutu? Apa peduli gadis itu dengan berita artis yang bercerai, lahirnya anak dari pasangan A dan B? Oh God, Athania hanya tak habis pikir. Masa bodoh semua itu, bukan urusan Athania. Alih-alih menerbitkan berita tentang kehidupan orang lain yang menurut Athania tidak penting-penting amat, alangkah lebih baik jika berita Indonesia diisi dengan kebanyakan hal seputar pendidikan, teknologi, krisis politik dan semacamnya. Setidaknya akan lebih bermutu.

Dehaman pelan dari kursi depan pengemudi membuat Athania mengalihkan atensinya, melirik Arjanya yang kini tengah balik menatap Athania dari balik kaca mobil. "Malam nanti akan ada makan malam bersama keluarga besar," jelas Arjanya.

"Sepulang sekolah, Pak Ajun akan jemput kamu. Menyiapkan segala keperluan untuk makan malam, mulai dari dress, accessories, sepatu, hingga mobil. Papa nggak akan jemput kamu. Kita berangkat terpisah. Sepulang kerja, Papa akan langsung ke rumah Kakek. Jadi, kamu berangkat sendiri dan menyetir sendiri. Ingat, jangan terlambat. Tampil serapi mungkin. Papa nggak mau terima satu kesalahan pun. Kamu tau 'kan, kalau Papa paling benci jika dipermalukan di sana. Mengerti?"

Athania menghela napas samar, kembali berkutat dengan iPad di tangannya. Tak mengacuhkan Arjanya yang kini menatapnya tajam. "Ngerti," balas gadis itu dengan malas.

"Hari ini hasil nilai ujian semester kamu bakalan dibagikan?"

"Iya." Dan apa peduli papa? Harusnya kalimat itu juga ikut Athania suarakan, tapi lagi-lagi gadis itu sedang malas menambah masalah. Jadi, kini ia memilih membaringkan tubuhnya pada kursi mobil dengan tatapan malas.

"Kamu tau 'kan, apa yang Papa harapkan dari kamu?"

Can you shut up? Athania rasanya ingin memaki sekarang juga, namun susah payah gadis itu tahan. For real, tanpa perlu dipertanyakan, harusnya Arjanya sudah tahu apa jawabannya. Bagaimana mungkin Athania akan lupa, kalau hal tersebut merupakan hal yang berulang-ulang selalu Arjanya ingatkan padanya tanpa henti, dimanapun dan kapanpun.

"Posisi nomor satu."

"Great. Papa harap kamu tidak akan mengecewakan Papa kali ini." Konyol. Karena sekarang, Athania juga berharap ia tidak akan mengecewakan dirinya sendiri. Gadis itu memainkan jarinya dengan malas, sejenak menoleh ke depan, pada arah pengemudi stir untuk melirik Arjanya, sebelum kemudian mendengus pelan.

"I'm smart as hell," ucapnya dengan penuh keyakinan seraya terkekeh mengejek. "There's no one who can beat me, so ... Papa nggak perlu khawatir. Justru, kalau Papa khawatir, itu semua cuma akan menandakan bahwa Papa nggak percaya diri. Baik tentang kemampuanku, baik tentang diri Papa sendiri sebagai seorang Bratadikara. Secara tidak langsung, Papa meragukan keturunan Bratadikara, keturunan Papa sendiri."

How To Fix Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang