Athania melirik Bara yang kini terbaring di ranjang rumah sakit. Gadis itu duduk di kursi dengan sebuah bunga lily pada tangannya, ia tersenyum pelan seraya mengusap air matanya yang perlahan turun tanpa perintah.
Gadis itu mendapatkan kabar bahwa operasi Bara sudah selesai sejak pagi hari tadi. Namun, Athania baru sempat untuk berkunjung pada sore hari setelah menyiapkan hatinya sendiri. Menyiapkan dirinya sendiri untuk melihat Bara yang kini terbaring dengan beberapa selang dan tak kunjung sadar pasca operasi.
"Aku bawa bunga lily buat kamu." Athania meletakkan bunga lily di tangannya ke samping ranjang lantas memandanginya dengan sorot teduh. "Bunga lily yang kemarin kamu kasih ke aku ... itu bukan tanda perpisahan 'kan, Bar? Aku harap bukan," monolognya.
"Cantik, bunga lily yang kamu beri ke aku kemarin sangat-sangat cantik. Makasih ya, bunganya indah. Kamu pasti milih bunga yang paling indah sambil berharap bahwa perpisahan kita ini juga akan berakhir indah," ujar Athania seraya mengulum bibirnya sendiri, menahan dirinya untuk tidak menangis. "Aku juga berharap begitu, Bar. Makanya, aku beli bunga lily yang baru untuk kamu."
Athania menghela napasnya pelan, menunduk menatap Bara dengan sorot nanar. Gadis itu kemudian mencoba untuk tersenyum paksa. "Setelah ini, aku akan balik ke hotel, mungkin tidur karena udah capek nangisin kamu dari kemarin. Semoga waktu aku bangun tidur, aku nggak akan berakhir nangis lagi, ya. Aku udah capek nangis. Udah nggak ada tenaga."
Hening. Athania tidak kembali bicara apa-apa lagi, gadis itu terdiam cukup lama, hanya memandangi Bara dan melirik sekitarnya. Lantas kemudian, ia menggigit bibirnya sendiri, menahan isakan yang pecah begitu saja. Tangisannya keluar tanpa bisa ia cegah. Padahal, sebelum pergi ke sini, Athania mati-matian berusaha untuk membuat dirinya berhenti menangis dan mempersiapkan mentalnya sendiri. Namun, gadis itu berujung kalah. Ia tetap hancur. Kembali hancur.
"Aku nggak akan bilang kamu jahat. Maaf ya," lirihnya di tengah isakan. Ia menggeleng pelan, terisak dengan telapak tangan yang kini menutupi wajahnya.
Athania menangis selama beberapa menit, tanpa bicara apa-apa karena tahu jika ia bicara lebih banyak, akan terasa lebih sakit. Jadi, gadis itu terisak selama hampir puluhan menit sampai dirinya merasa cukup tenang. Athania mengusap air matanya yang tampak tak ingin berhenti turun.
"Kamu baik banget, Bar. Makasih udah hadir di hidup aku. Makasih udah ngasih aku begitu banyak hal baik. Makasih sudah bertahan sejauh ini. Makasih karena udah jadi bagian dari hidup aku. Kamu akan tetap jadi Barata Killian Javas, Bara yang baik dan Bara yang aku sayangi, kamu akan tetap menjadi Barata Killian Javas di ingatan aku selama ini," tuturnya dengan napas tercekat. Gadis itu merasakan pasokan udaranya mulai menipis karena terus-terusan menangis. Wajah Athania bahkan benar-benar terlihat bengkak saat ini, mata dan hidung gadis itu benar-benar merah.
Ia meraih jari jemari milik Bara, menggenggamnya seraya mengulas senyum tipis. "I love you, by the way. Takut kamu lupa jadi aku kasih tau sekali lagi kalau aku sayang kamu. I love you, Bara," imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Fix Everything [COMPLETED]
Teen Fiction[Daftar Pendek Wattys 2022] Seluruh penghuni SMA Pionir paham akan satu peraturan penting. Jika ingin hidup aman dan tenang, maka jangan pernah berani cari gara-gara dengan gadis bernama Athania Binar Bratadikara. *** Barata Killian Javas, pemuda i...