Athania geram. Geram setengah mati menatap kertas ulangannya yang menunjukkan angka 87, digenggamnya kertas tersebut dengan kepalan kuat, buku-buku jarinya tampak memutih. Kertas ulangannya sudah tak berbentuk lagi, namun rasa marah sekaligus kesal dalam diri Athania tak kunjung hilang. Ia memaki dalam hati. Yang benar saja, 87? Benar-benar nilai terburuk dari yang terburuk.
Dirinya memang tidak belajar semalam sebelum ulangan diadakan, sebab Athania merasa ia tak perlu belajar. Dan juga, sepertinya gadis itu memang kurang keras dalam belajar akhir-akhir ini, buktinya ia mendapatkan nilai ulangan 87 pada pelajaran Kimia. Tentu nilai tersebut di atas rata-rata, namun tetap saja tak memuaskan bagi gadis itu. Apalagi setelah melihat kertas ulangan Bara yang menunjukkan angka nyaris sempurna, yaitu 95. Hal tersebut membuat Athania rasanya menjadi orang paling dungu di dunia ini.
Maka dari itu, saat sekolah usai, Athania memilih mengunci dirinya sendiri di kamar dengan tumpukan buku di mana-mana. Sudah lebih dari tiga jam Athania berkutat dengan segala macam materi Kimia. Sungguh, saking fokusnya belajar, gadis itu jadi tidak sadar bahwa ia sudah menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk berkutat dengan buku dan catatan. Butuh disadarkan oleh panggilan telepon dari Arjanya, barulah Athania sadar bahwa waktu berjalan dengan cepat.
Ayahnya menelepon hanya untuk mengatakan bahwa ia akan lembur mengurus beberapa pekerjaan, dan ia ingin Athania untuk segera makan malam. Sebab katanya, melewatkan jam makan tidak baik.
Entah gerangan apa yang membuat Arjanya menjadi sosok penuh perhatian seperti itu. Entah alasan apa yang membuat ayahnya memperhatikan Athania dengan lembut. Terhitung sangat aneh jika mendengar Arjanya menelepon Athania hanya untuk mengingatkan gadis itu makan tepat waktu.
Setelah sambungan telepon terputus, Athania bangkit dari duduknya dan melakukan stretching. Gadis itu kemudian menghempaskan tubuhnya pada kasur berukuran king size miliknya. Ia menerawang sejenak pada atap kamarnya, benak Athania mengelana entah kemana.
Athania jadi mengingat percakapannya dengan Bara dua hari yang lalu. Bermula ketika gadis itu tak sengaja melihat Bara sedang bersantai pada rerumputan di halaman belakang sekolah, membuat Athania berinisiatif mendekat.
Keduanya berbincang banyak hal. Kebanyakan cukup random. Mulai dari membahas tentang kecepatan cahaya, black hole, kapal luar angkasa, sampai dengan membahas seluruh sistem tata surya. Pembicaraan random itu terhenti ketika secara mendadak, Bara menanyakan sesuatu dengan raut wajah serius.
"Tha, impian lo apa?"
Athania yang mendudukkan dirinya di rerumputan, menoleh pada Bara sejenak. Gadis itu terpaku, tak tahu harus menjawab apa. Impian, ya? Satu kata yang terdengar menyedihkan di telinga Athania. Satu kata yang terdengar tak punya harapan meski impian selalu erat kaitannya dengan harapan. Satu kata yang terdengar terlalu tinggi hingga sulit untuk digapai.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Fix Everything [COMPLETED]
Teen Fiction[Daftar Pendek Wattys 2022] Seluruh penghuni SMA Pionir paham akan satu peraturan penting. Jika ingin hidup aman dan tenang, maka jangan pernah berani cari gara-gara dengan gadis bernama Athania Binar Bratadikara. *** Barata Killian Javas, pemuda i...