Bab XLV. Rekaman

1.1K 148 4
                                    

Athania menggenggam erat tape recorder di tangannya serta memeluk selimutnya erat, ia menatap tape recorder tersebut dengan sorot nanar di atas kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Athania menggenggam erat tape recorder di tangannya serta memeluk selimutnya erat, ia menatap tape recorder tersebut dengan sorot nanar di atas kasur. Gadis itu menghela napas pelan, ia tidak bisa tertidur, justru pikirannya memerintah Athania untuk mendengarkan tape recorder di tangannya. Pikirannya sudah kelewat penasaran, namun hati Athania belum siap. Ia tidak ingin berakhir menangis untuk kesekian kalinya.

Jemari gadis itu bergerak, ingin menekan tombol play pada tape recorder, gerakannya penuh keraguan. Namun pada akhirnya, Athania menekannya. Athania memutar tape recorder tersebut seraya menahan napas karena gugup setengah mati.

Hai, Tha.

Suara itu ... suara Bara yang terdengar sendu namun teduh di saat bersamaan, suara pemuda itu benar-benar terasa menyayat hati Athania. Ia mengusap air mata yang lagi-lagi turun begitu saja, mengabaikan sesak yang memenuhi dadanya.

Banyak hal yang pengen aku sampaikan ke kamu. Rekaman ini bakalan panjang, jadi aku harap kamu nggak akan bosan dan siap mendengar semuanya. Aku akan jelaskan semuanya dengan sejelas-jelasnya. Mungkin sekarang, saat kamu dengerin rekaman ini, akan ada banyak pertanyaan yang bermunculan di dalam otak kamu. Aku bakalan jawab satu hal aja terlebih dahulu.

Aku sakit, Tha.

Saat kamu denger rekaman ini, kamu pasti udah tau aku sakit apa. Iya, gagal ginjal kronis, yang menyebabkan aku harus cuci darah rutin seumur hidup aku. Aku sempat depresi dulu, melakukan selfharm yang sejujurnya sampai sekarang masih aku sesali.

Kadang kala aku masih kacau, menyesali banyak hal. Menyesali mengapa dulu aku harus begitu jahat ke diri aku sendiri, menyesali mengapa aku melukai diri aku sendiri, menyesali mengapa dulu aku keras ke diri aku sendiri. Karena harusnya saat dunia, lingkungan, dan orang-orang jahat ke aku. Setidaknya aku harus baik ke diri aku sendiri, setidaknya aku harus sadar bahwa yang aku miliki hanya diriku sendiri. Karena siapa lagi yang bisa aku harapkan di dunia ini kecuali diriku sendiri? Tapi dulu, aku yang dulu justru malah menghancurkan diriku sendiri.

Kalau ditanya apakah aku sudah membaik? Mungkin iya, sebagian hal udah membaik, sebagian lagi nggak. Karena kadang, aku bisa kembali hancur karena hal sekecil apapun itu. Karena kadang, waktu aku bener-bener capek, rasanya aku hampir kembali hancur lagi. Aku udah mulai stabil dalam mengontrol emosi aku sendiri, tapi nggak tau apakah nantinya akan terus begitu, atau aku akan kembali hancur. Lukanya juga udah hilang sih, udah lama hilang, tapi rasanya masih membekas. Perasaan saat-saat dulu aku sangat hancur dan melakukan hal bodoh tersebut, masih membekas sampai saat ini.

Sejak kapan ya kira-kira? Sejak kapan aku jadi sekacau ini?

Mungkin ... satu tahun yang lalu, saat diriku udah nggak kuat menghadapi banyak hal. Aku kurang ingat gimana aku bisa sampai di titik ini, dan enggan untuk mengingat juga sebenarnya. Tapi mau nggak mau, luka tersebut harus aku ingat, untuk menceritakannya kembali ke kamu.

How To Fix Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang