Athania kalah telak. Gadis itu menatap kosong papan catur dihadapannya dengan pion raja yang sudah terguling, matanya menyorot nyalang, aliran darah gadis itu seakan berdesir berkali-kali lipat dari biasanya.
Tak bisa tertahankan, ada tawa miris yang terdengar dalam batin Athania. Ia merasa seperti kehilangan sebagian harga dirinya. Diliriknya lelaki yang tengah mengisap nikotin dengan santai, entah kenapa gaya lelaki itu seakan mengisyaratkan bahwa pertandingan yang berlangsung bersama Athania bukanlah apa-apa baginya. Dan demi apapun, merasakan kalah adalah salah satu hal menyebalkan dalam hidup Athania.
Otak gadis itu bekerja berkali-kali lipat. Selama beberapa menit menganalisis apa yang salah dari permainan caturnya, menganalisis kekurangan gadis itu dan kelebihan lelaki yang baru saja mengalahkannya. Dan sepertinya, mau tak mau Athania hanya bisa menerima kekalahannya dalam diam. Sebab, gadis itu akui bahwa Bara memang lebih unggul beberapa langkah darinya. Tampaknya selama seminggu penuh kemarin Bara sudah berlatih banyak, terbukti dengan langkah caturnya yang sangat membaik dari pada minggu kemarin.
Partai mereka awalnya memang berjalan sengit, Athania terbilang lebih unggul bahkan. Namun mendadak, gadis itu membuat kesalahan akibat terlalu gegabah dalam bertindak. Dan bertepatan pula, Bara menemukan kombinasi. Kombinasi adalah langkah pengorbanan yang sebenarnya bertujuan memetik keuntungan di beberapa langkah selanjutnya. Misalnya dengan cara mengorbankan pion, namun tiga langkah kemudian malah mendapat benteng.
“Nggak usah dipikirin, kita cuma tanding biasa. Bukan kompetisi,” seloroh Bara saat mendapati gadis di hadapannya tengah fokus menatap papan catur dengan wajah gusar.
Athania kembali menghela napas. Meraih tas yang tertanggal di meja kemudian beranjak dari sana tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Gadis itu merasa butuh ruang sejenak, setidaknya ia tak ingin melihat catur untuk saat ini. Rasanya akan gila jika ia memaksa otaknya untuk memikirkan catur terus-terusan. Kalah memang selalu terasa tak menyenangkan. Sebab, bagi Athania kekalahan adalah hal yang tidak nyaman untuk dirasakan.
Ia merasakan kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan saat kekalahan menimpanya. Mungkin karena sedari kecil, ia selalu diajarkan dan dituntut untuk menang dalam segala hal. Maka dari itu ketika dewasa, Athania selalu merasakan perasaan negatif saat kekalahan datang padanya.
Bara yang menyaksikan Athania pergi dari hadapannya, menyusul langkah gadis itu dengan cepat. Kemudian berteriak keras saat jarak diantara mereka sudah tak begitu jauh.
“Athania!!”
Langkah gadis itu terhenti, Athania menolehkan kepalanya dengan garis wajah galak. “APA?!” pekik gadis itu.
“Santai kali, gak usah teriak,” protes Bara.
Athania lantas berdecak sembari memutar bola matanya jengkel. “Gue lagi kesal, jadi lo nggak usah banyak bacot. Apaan?”
“Jangan pulang. Temenin gue basket.”
Gadis itu menggeleng cepat. “Ogah,” jawabnya malas.
“Lo nggak lupa, kan? Lo yang janji bakalan nurutin semua yang gue mau kalo gue ngalahin lo main catur. Atau jangan-jangan lo—”
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Fix Everything [COMPLETED]
Teen Fiction[Daftar Pendek Wattys 2022] Seluruh penghuni SMA Pionir paham akan satu peraturan penting. Jika ingin hidup aman dan tenang, maka jangan pernah berani cari gara-gara dengan gadis bernama Athania Binar Bratadikara. *** Barata Killian Javas, pemuda i...