Malam itu, langit bersinar terang. Dengan gemintang yang bertaburan, memamerkan diri. Angin berhembus sepoi, mengeringkan air mata yang masih mengalir di pipi seseorang.
Ia terisak pelan sekali lagi. Sebelum kembali mengusap pipinya yang hampir kering dibantu angin. Alam seolah menemaninya yang kesepian.
Jemari-jemari kecilnya perlahan mulai mengendur dari pegangannya pada pagar jembatan. Suara riak damai air sungai yang mengalir di bawah sana seolah bersiap menyambutnya kapan saja.
Bukankah indah jika ia pergi malam ini? Dengan ditemani jutaan bintang dengan segala bentuk rasinya. Dengan langit malam yang birunya menghangatkan namun juga membunuhnya perlahan.
Sungai di bawah sana sama sekali tak terlihat dangkalnya. Dan dia, gadis itu tersenyum. Pasti sangat damai ketika berada di dasarnya. Tersenyum manis sebelum akhirnya membuka mata disambut dunia yang satunya.
Toh, tidak akan ada yang menyadari kepergiannya suatu saat. Tidak ada yang akan mencarinya, menangisinya, atau sebatas bertanya tentangnya.
Otaknya selalu bertanya, untuk apa bertahan?
Dan alam seolah memberikan segala jawaban. Mengajaknya untuk menyatu. Membiarkan luka nya menjadi sebatas kisah pilu yang tak ada seorang pun perlu tau.
Azzurea. Namanya berarti langit biru. Sebiru luka yang telah lama dipendamnya sendirian. Jadi malam ini, biarkan alam memberikannya ketenangan. Biarkan alam yang akan menghukumnya secara perlahan karena memilih untuk menyerah.
Biarkan malam yang indah ini, alam menerimanya kembali.
___
Sial.
Ketika tangannya hampir saja terlepas dari pagar jembatan, mengapa seseorang justru menahannya. Dan bahkan mendekap pinggangnya erat dari balik pagar pembatas.
"Jangan. Tolong, jangan."
Rea membeku ketika mendengar bisikan samar itu. Selarut ini, mengapa masih ada seseorang yang melintas di sini. Batinnya bergejolak, memang seharusnya ia pergi ke laut. Bukan ke jembatan tengah kota seperti ini.
Bodoh.
Setelah Rea kembali naik, dibantu dengan cowok yang mencegahnya terjun tadi. Tanpa sempat mengucapkan kalimat apapun ia berbalik badan. Mengambil tas nya yang berada di pinggir jembatan dan segera berlari menjauh.
Pulang.
Iya, terpaksa ia harus kembali ke tempat itu. Sesuatu yang orang-orang selalu menyebutnya rumah. Dan ketika mereka kembali, mereka selalu mengatakan pulang.
Di tempat itu. Cowok tadi belum sempat bertanya apapun. Belum sempat mengatakan apapun. Dan ia masih diam membeku di tempatnya. Hatinya ngilu. Tapi ia bersyukur. Siapapun gadis tadi, setidaknya ia berhasil menyelamatkannya.
Kak, makasih.
Setelah beberapa saat terdiam, ia akhirnya kembali ke mobilnya yang masih menyala di tepi jalan.
Tadi niatnya ke kota hanya sekedar berjalan-jalan melepaskan penat. Dan kebetulan matanya yang jeli menemukan gadis itu. Gadis yang hampir saja membuatnya menyesal jika ia gagal menyelamatkan.
___
Suara tamparan itu terdengar menggema di ruang tengah sebuah tempat yang orang lain sebut rumah. Sekarang pukul tiga dini hari. Tetangganya yang terlelap pun pasti dapat mendengar suara tamparan itu.
"Habis ngelacur kamu? Hah?!"
Kedua tangan Rea yang dingin dan bergemetar itu saling bertautan. Menguatkan dirinya sendiri.
Ini bukan apa-apa. Ini tidak seberapa.
Begitu terus rapalnya dalam hati. Sembari menahan perih di pipinya yang memerah.
"M- ma-"
Satu lagi tamparan mengenai pipinya, membuatnya jatuh tersungkur ke lantai dan menyebabkan dahinya terbentur ujung sofa. Tidak berdarah, tidak ah- belum memar.
"Maaf, ma-" lirihnya kemudian.
"Nyesel aku ngelahirin anak gak berguna kayak kamu!"
Lantas ia ditinggalkan seorang diri di ruangan itu. Terseok beranjak dan berjalan naik ke kamarnya yang berada di lantai dua. Kamar yang hanya seluas tiga kali empat meter dengan isi sebatas ranjang dan meja kecil. Tanpa almari, tanpa meja belajar untuk siswa umumnya.
Ia segera menuangkan air dari botol minumnya yang berada di dekat jendela ke kain yang seadanya. Mengompres dahi dan pipinya dengan seadanya. Setidaknya besok pagi jangan sampai terlihat membekas. Tidak lucu jadinya.
Tangannya masih dingin, berkeringat dan bergemetar hebat. Ingin sekali rasanya memecahkan seluruh barang yang ada diruangan ini sekarang, tapi kemana ia akan kembali jika bukan kemari.
Air matanya sudah habis. Rea hanya terdiam sembari membaringkan tubuhnya yang remuk ke atas kasur. Suara tikus yang berlarian di plafon kamarnya seolah menemaninya.
Gadis itu tersenyum.
Terimakasih.
____
Kang Zurrea.
–nobody care, unless you die–
Lee Taeyong.
–i can fill this void if you want it–
🚫🚫🚫
Holaaaaaa.
Welcome to my second FF. Akhirnya debut juga xixixi.
Cerita ini bener-bener terinspirasi dari lagu nya TY- Blue. Semoga kalian suka!
Kalian harus dengerin lagu itu ya!
Babay~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔
Fanfiction"Gue hidup bukan buat diri gue lagi. Gue cuman takut sakit waktu mau mati. Meskipun hidup gue rasanya lebih sakit." -Kang Zurrea, 2021