09.

78 15 0
                                    

Rea turun kelantai satu, dimana meja tempat pemesanan telah beralih fungsi menjadi meja makan. Ada lima orang disana. Tapi Rea hanya mengenal empat diantaranya.

Taeyong, Doyoung mantan ketua organisasi fakultasnya, Jeffrey mantan teman sekolahnya, dan seseorang yang duduk didepan Jeffrey yang kemarin mewawancarainya. Satu orang lagi, agaknya dia tak asing. Tapi Rea tak mengenalinya.

"Eh, Rea ya? Si karyawan baru bukan? Sini, gabung cepetan."

Gadis itu mengangguk patah-patah kepada seseorang yang tak dikenalinya itu. Andai boleh jujur, ia lebih baik menahan laparnya ketimbang harus turun kelantai satu dan hanya dirinya satu-satunya perempuan disini.

Ayolah, meskipun dia tak mempercayai trauma, otaknya tak sesembarangan itu untuk mengiyakan jika dia baik-baik saja. Keadaan saat ini sangat menyeramkan baginya.

"Jeff, geseran lo." Ujar Doyoung. Taeyong hanya memandang datar kearahnya. Memberinya pilihan bebas.

Sebelum bergeser, Jeffrey menatap Taeyong. Mata mereka bertemu, dan Taeyong segera menyadari sesuatu. Cowok itu segera beranjak setelah mengambil satu piring penuh porsi sarapan.

Ia menarik Rea untuk kembali naik kelantai dua. Taeyong membawa Rea ke balkon yang berada disana.

"Kenapa?" Tanya Rea, bersyukur dalam hati.

"Lo makan disini aja, gue tau lo gak nyaman sama mereka. Lo belum kenal sama mereka kan." Ucap Taeyong, sembari mengangsurkan sarapan Rea.

Rea mengangguk saja. Ia sudah tak memiliki keberanian untuk kembali turun.

"Nanti jam sembilan lo turun lagi. Kafe udah mulai buka jam segitu."

"Iya." Jawab Rea, singkat.

"Gue tinggal dulu."

Kembali, Rea sebatas mengangguk mengiyakan. Setelah Taeyong meninggalkan nya sendirian dibalkon, Rea tak lepas nya memandangi layar ponsel nya yang mati.

Tak ada satupun notif pesan yang datang dari mama atau pun ayah nya. Rea pikir, dengan mendadak dirinya menghilang orangtuanya akan khawatir. Kembali overprotektif seperti biasanya.

Tapi, kenapa giliran dia benar-benar menghilang tak satu orangpun mengiriminya pesan.

Sebatas memerintahkan nya untuk pulang saja tidak.

Mungkin mama lagi numpuk kerjaannya.

Sangat berpositif thinking bahkan ketika tak ada lagi sesuatu hal baik yang tersisa dalam hidupnya. Tapi, itu ternyata masuk salah satu bentuk Rea bertahan hidup.

____

"Kenapa lo ajak naik tadi?" Tanya Jeffrey, ketika mereka telah selesai sarapan. Kebetulan Jeffrey juga mendapatkan kelas siang. Jadi mereka menghabiskan waktu dirooftop kafe.

"Kan lo yang nyuruh." Jawab Taeyong, mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

"Gue kan cuman ngeliatin lo."

"Mata lo nyuruh gue bawa dia pergi."

"Enggak."

"Ck. Terserah."

"Lagian kenapa kan gue nyuruh lo bawa dia pergi. Aneh lo."

"Lo yang nyuruh, aneh. Kok gue."

"Gue cuman ngeliatin lo."

Taeyong menghela nafasnya panjang. "Terserah lo deh, Jeff. Bingung gue ngomong sama lo."

Hening sesaat. Taeyong kembali hanyut pada laptopnya. Menggarap skripsi, katanya.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang