24.

54 12 0
                                    

Rea datang ke kampus menggunakan bus kembali. Ia masih tidak tau berita buruk tentangnya telah tersebar begitu luas dengan fakta yang terputar balik. Ponselnya masih dalam sitaan Taeyong. Hari ini saja ia kuliah tanpa membawa ponsel.

Jeffrey telah memperingatkan teman-temannya, jika ada seseorang saja yang berani mengganggu Rea nantinya. Berarti sudah waktunya mereka untuk menunjukkan jika Rea salah satu bagian dari mereka. Tidak ada yang boleh menyentuh Rea, tidak ada yang boleh mengganggu Rea.

Rea berusaha tetap netral meskipun banyak pandangan buruk ditujukan untuknya. Banyak orang melihatnya dengan tatapan jijik, merendahkan, dan menghina.

Tapi ia tetap berusaha baik-baik saja. Ia telah merasakan hal itu semuanya. Meskipun tangannya telah memulai segala tremornya. Ketakutannya tetap ada, dan dia sejujurnya masih kesulitan untuk mengatasi hal itu.

Rea masuk kedalam kelasnya. Masih dengan kondisi yang sama, seluruh atensi buruk tertuju padanya dan tak sedikit bisik-bisik yang terdengar ditelinganya.

'Njing, jalang banget tuh orang.'

'Gak nyangka aja sih gue, selama ini muka doang kalem. Tapi kelakuan ya lonte.'

'Pernah hamil? Berarti gak menutup kemungkinan pas kuliah ini pernah hamil lagi dong?'

'Pantesan pake baju nya lebar-lebar. Nutupin perut kalik ya.'

'Gebet Taeyong, njir. Berani banget. Kasian Taeyong lah, dapetnya lonte gitu. Duh, pasti muka nya banyak.'

'Jalang. Tapi berani banget deketin sirkelnya Doyoung.'

Setelah nama Doyoung tersebutkan, cowok yang sedang duduk dibarisan depan itu menutup buku tebalnya dengan kasar. Berdiri di bangkunya, dan menatap orang-orang yang baru saja menggunjing hal itu dengan tajam.

"Ngomong apa lo pada barusan?"

Tatapan mata Doyoung yang mengintimidasi cukup untuk membuat mereka diam kehabisan kata. Padahal sebelumnya sangat lancar untuk menghujat Rea.

"Sini ngomong depan gue. Gak ada yang berani? Kenapa?"

Kelas benar-benar hening. Rea hanya mampu semakin menunduk dalam. Linda dan Kezia pun menghindari gadis itu. Mungkin berita itu telah mempengaruhi otak mereka juga, atau mereka yang segan bertanya. Entahlah, Rea clueless soal kedua temannya itu.

"Mulut ditaruh dibagian kepala itu biar manusia kalo mau ngomong bisa mikir dulu. Ngomong seenaknya sendiri, punya otak gak sih kalian?"

"Yee, Doy. Lagian kan beritanya juga bener. Temen-temen sekolah dia dulu juga bilang kalo dia beneran gitu. Kok lo bela dia banget sih? Sekarang sirkel lo udah berubah jadi penampungan sampah masyarakat apa gimana sih, Doy?" Berani betul seseorang yang menyanggah itu. Meskipun matanya tak berani menatap kearah Doyoung.

"Gue juga gak nyangka, kalo kampus sebagus ini masih mau nerima sampah bumi kayak lo. Manusia yang gak memanusiakan manusia."

Gadis itu membisu. Doyoung bukan seseorang yang bisa disanggah. Ketua kahim satu itu memang tidak main-main auranya.

Setelah itu, Doyoung kembali duduk dikursinya. Mengirimkan pesan digrub, untuk terus menjaga Rea, dan menunjukkan kepada khalayak jika gadis itu bukan seperti ada yang berita base sebarkan.

Rea hanya mampu menghela nafas panjang. Ia menjilat bibir bawahnya sekilas. Menghilangkan kegugupannya. Sayangnya ia tak memiliki ponsel. Ia tidak tau apa yang sebenarnya telah tersebar, tapi dari yang bisikan orang-orang yang berhasil sampai ditelinganya sepertinya ketakutan nya benar. Berita itu, berita bohong tentang dirinya yang seorang pelacur.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang