Taeyong membanting kemudinya, berbelok menuju jembatan besar dikota tempat mereka pertama kali bertemu. Langit mulai gelap. Dia merutuki dirinya sendiri yang memilih untuk tidak menyusul Rea.
Tapi itu semua atas permintaan gadisnya juga.
Tapi sebagai cowok seharusnya dia bisa membantu Rea. Seperti janjinya setiap saat.
Tapi Taeyong pernah juga berjanji, untuk tidak saling melewati batasan mereka.
Arrghhh. Gila.
Pikiran-pikiran itu membuatnya bimbang. Dia harus mengikuti kata hatinya, atau perintah Rea?
Saat ini, Taeyong keluar dari mobilnya. Berdiri disalah satu sisi jembatan yang tak terlalu ramai dilewati orang. Lampu-lampu jalanan mulai menyala, Rea sangat senang melihat lampu itu. Terlebih pantulannya diair sungai yang mengalir tenang.
Cowok itu berulang kali menyalakan ponselnya, berharap ada satu pesan masuk dari Rea. Atau minimal pesannya terbaca. Tapi tidak ada. Ponselnya tetap menyala dengan keadaan hening. Tak ada satupun notifikasi dari Rea.
Ia mendongak, menatap langit malam yang damai.
Mah, tolong aku. Jagain Rea dari atas sana ya?
Kak, ipar kakak nih. Tolong jagain dari sana, kak.
Taeyong mengusap wajahnya yang terasa dingin. Kemudian ia hampir saja terjatuh kebawah jika saja tidak berpegangan pada pembatas jembatan sebab terkejut. Ada tangisan seseorang disini.
Cowok itu melompat keluar jembatan. Kembali kejalan dan melihat sekeliling. Pandangannya kemudian jatuh pada seseorang yang bersiap naik keatas jembatan dengan tangisan yang semakin menjadi.
Dia segera berlari, lantas menarik lengan perempuan itu dengan kuat. Kemudian kedua tangannya mencengkeram lengan perempuan itu supaya tidak jatuh. Tidak sampai didekapnya seperti kala ia menyelamatkan Rea waktu itu.
Perempuan itu terkejut. Dia berdiri sendiri kemudian mata sembabnya menatap wajah Taeyong.
"Taeyong?" Ujarnya lirih, bibirnya bergemetar.
Alis Taeyong bertaut. Perempuan ini mengenalnya?
Dan kemudian, beberapa ingatan muncul dikepalanya. Sialan, ini sugar babby papanya waktu itu. Yang obrolannya dengan papanya tak sengaja didengarnya ketika dikantin. Dan, perempuan ini pula yang waktu itu pernah ikut papanya ke kafe.
"Bunuh diri gak pernah nyelesein masalah lo."
Alea. Nama perempuan itu Alea.
Lea menelan salivanya susah payah. "Gak ada yang bisa dipertahanin lagi. Buat apa hidup?"
Jatuh cinta ternyata semenyakitkan ini. Dia seharusnya tidak pernah termakan setiap ucapan 'majikannya' yang selalu mengatakan cinta hanya ketika saat-saat tertentu. Dia seharusnya sadar, jika dirinya hanya sebatas budak yang dibayar dengan bayaran mahal. Dia seharusnya sadar diri, dirinya tak pantas untuk jatuh cinta dengan seseorang yang hanya menginginkan tubuhnya. Bukan hatinya.
Bodoh sekali.
Air mata Lea luruh begitu saja. Dia berulang kali mengusapnya kasar karena Taeyong masih berdiri didepannya.
"What's going on?" Tanya cowok itu. Ingin tau. Iya, kali ini ia peduli karena sebatas ingin tau.
"Lo liat berita kan? Masih tanya kenapa?" Suara Lea serak. Sepertinya terlalu banyak menangis ataupun berteriak, Taeyong tidak terlalu peduli dengan hal itu.
Dahi cowok itu berkerut. "Pernikahan kedua Lee Yoon Seok?"
Tepat sasaran.
Katakan Taeyong tak punya hati. Tapi ini apa yang ada dikepalanya saat ini. "Bukannya lo sebatas–"
KAMU SEDANG MEMBACA
dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔
Fanfiction"Gue hidup bukan buat diri gue lagi. Gue cuman takut sakit waktu mau mati. Meskipun hidup gue rasanya lebih sakit." -Kang Zurrea, 2021