23.

55 12 0
                                    

|Deket pohon yang paling gede. Dia biasanya disana.

Taeyong langsung berlari begitu membaca pesan masuk dari Jeffrey melalui bar notifikasi.

Dan ia menemukan gadis itu sedang terduduk seorang diri dibawah pohon. Setelah menetralkan nafasnya, ia berjalan mendekati Rea yang tengah melamun.

"Re,"

Rea melirik dari balik matanya yang tertutup rambut. Ia segera beranjak, bersiap lari tapi Taeyong lebih dulu mampu mencekal pergelangan tangannya.

"Gue bilang kan, tetep disini. Disamping gue Re."

Rea menggeleng kecil. "Gue cuman nyusahin lo. Gue cuman parasit. Lo liat kan sekarang? Gue cuman bikin hidup lo sama temen-temen lo gak tenang. Gue cuman ganggu kehidupan kalian."

Kini, tak lagi banyak berpikir Taeyong menarik Rea kedalam dekapannya yang hangat. Lebih erat dari kemarin, dan lebih hangat. Seperti tidak ingin kehilangan.

Detik itu juga tangisan Rea yang sedari tadi ditahannya pecah. Ia ternyata masih sama seperti dulu, masih lemah.

"Gue takut." Ujarnya disela-sela tangisan.

Taeyong mengangguk. "Gue tau. Tapi, ada gue disini. Lo gak perlu takut lagi."

Ternyata begini rasanya ketika memiliki seseorang untuk diajak berbagi setiap ketakutan yang datang. Sebuah perasaan lega yang tak terdefinisi. Semuanya seperti menjadi terasa mudah.

Tapi sejurus kemudian Rea ingat, ini bukan lagi zona nyamannya. Bukan lagi zona amannya.

"Orang-orang tau gue pernah hamil. Orang-orang bakalan tau masa lalu gue, gue gak siap. Mereka bakalan ngehakimi gue, mereka bakalan–"

"Sssshh, berhenti. Itu cuman pikiran buruk lo. Itu cuman ketakutan lo. Dan itu gak akan terjadi."

Taeyong mengelus lembut rambut Rea yang telah berantakan. Menaruh dagunya pada pucuk kepala gadis itu. Menyalurkan ketenangan.

"Kita pulang dulu, oke? Lo tenangin diri lo dulu."

Patah-patah Rea mengangguk. Mereka saling melepaskan dekapannya kemudian. Dan berjalan bersama menuju parkiran. Tapi Taeyong masuk kedalam mobil lebih dulu, takut Rea semakin dicurigai.

____

Begitu tiba dikafe, Taeyong meminta ponsel Rea. Menyitanya. Melarang gadis itu untuk memainkan ponsel sementara waktu. Dan meliburkan diri dari kuliah. Atas bantuan teman ayah Linda yang merupakan donatur utama kampus, Rea mendapatkan ijinnya untuk menenangkan diri.

Ia sesekali membantu dikafe, jika keadaan sepi dan tidak terlalu banyak anak-anak kampus yang datang.

Benar-benar Taeyong menjaga Rea dari dunia kampus yang sebenarnya semakin menggila. Banyak pihak yang mulai memunculkan spekulasi mereka masing-masing. Mengarang cerita versi mereka sendiri dan kemudian menyebarkannya.

Hingga akhirnya tiba pada titik itu. Titik dimana akhirnya semuanya terungkap. Tentang kejadian lima tahun silam yang berhasil ditutupnya rapat-rapat selama ini.

Tapi, Rea tak tahu menahu semuanya. Dia masih belum kembali menyentuh ponsel dan laptopnya. Masih berada dalam pantauan lima pangeran kampus secara eksklusif. Tidak ada yang boleh menemuinya selain mereka, tidak ada yang mau menjawab pertanyaan seputar dirinya.

"Dia udah minta masuk kampus, gimana? Sender-sender yang kemarin udah ketemu?" Tanya Yuta pada Doyoung yang dari kemarin masih sibuk mengutak-atik laptopnya.

"Nomer hp nya udah mati. Akunnya juga udah deaktif. Gue gak bisa lacak lebih lagi. Kalo masuk, dia beneran bisa ngadepin semuanya?"

Jeffrey menyimak sembari menyesap es americanonya. Johnny sesekali menghela nafas panjang, dan Taeyong hanya mampu melirik teman-temannya. Menyerahkan seluruh keputusan pada temannya.

"Curiga sama Mingyu nya sih gue." Celetuk Johnny tiba-tiba.

"Tapi ini terlalu bersih kalo dia."

"Maksud lo?" Jeffrey menoleh kearah Doyoung.

"Ya lo pikirin aja, kalo ini beneran dia kenapa gak dia bongkar semua kalo dia yang ngelakuin? Maksud gue, kenapa semua cerita itu gak ada yang bermaksud mihak dia? Gak ada yang nyebutin nama dia malahan. Gue curiga nya ada oknum lain. Yong, anak siapa sih yang pernah lo baperin?"

Taeyong berdecak. "Gak ada. Gue gak pernah ngurusin— bangsat."

Seluruh atensi tertuju kearah Taeyong sekarang melihat. Papa Taeyong, dengan wanita yang berbeda lagi. Namun kali ini terlihat sedikit lebih tua. Hampir terlihat seusia dengan papanya malahan. Tapi, terlihat lebih mesra.

Yuta menepuk bahu Taeyong. "Fokus ini dulu aja, Yong. Lo mau nyamperin kesana?"

Taeyong kemudian mendesah pendek. Menggeleng. Ia menjilat bibir bawahnya sekilas. Menghilangkan segala pikiran buruknya.

"Gue ngikut aja." Ujarnya kemudian.

Mereka semua terdiam. Menerka-nerka kiranya siapa yang sudah berani menyebarkan berita hoax semacam ini.

"Balik dulu aja yuk, kasian dia sendirian. Kalo ntar banyak anak kampus yang kekafe, bisa tambah berabe masalahnya." 

Atas usulan Jeffrey, mereka akhirnya beranjak pergi dari sebuah rumah makan yang berada didekat kafe. Rumah makan yang biasa mereka datangi bersama jika saling memiliki waktu luang. 

____

Rea terlihat sedang berada dimeja kasir ketika mereka sampai. Ia sekilas hanya saling berbagi tatapan dengan Taeyong, namun cowok itu hanya terdiam. Melaluinya begitu saja untuk segera menuju lantai dua. 

Mungkin ia mengalami sesuatu dikampus tadi, pikirnya. 

Terhitung tiga hari ini Rea sama sekali tidak menyentuh ponselnya. Ia tidak mendapat kabar apaun tentang dirinya dikampus, tepatnya ia tak tau. Taeyong tidak meninggalkan ponsel miliknya dikamar. Benar-benar menghindarkannya dari segala berita buruk dikampus. 

Rea tersadar dari lamunannya dan segera menyusul Taeyong kelantai dua begitu Jeffrey turun untuk membantunya. Membuat cowok itu hanya mampu menghela nafas panjang. 

Gadis itu membuka pintu kamar, dan mendapati Taeyong yang berdiri didepan almari terburu memakai kausnya karena Rea mendadak masuk. 

"Kenapa gak ketuk pintu dulu?" Tanya nya pada Rea yang sedang menutup pintu. 

Gadis itu membalas kikuk. "Gue kira lo gak gitu tadi, sorry." 

Taeyong melangkah menuju ranjangnya, duduk ditepi. Disusul Rea yang kemudian berjalan mendekatinya. "Kenapa?" Tanyanya. 

"G– gue mau kuliah besok."

Terdengar helaan nafas Taeyong. "Lo yakin?" 

Rea mengangguk mantap. "Kalo gue kelamaan kayak gini, masalahnya gak akan pernah selesai. Ini bukan finalnya kan, ini baru mulai semuanya. Baru mulai orang-orang tau apa yang selama ini gue tutupin. Bukan akhirnya gimana orang punya pandangan ke gue." 

Taeyong mengangguk, membenarkan ucapan gadis didepannya. Gadis yang sekarang dia klaim menjadi miliknya. Kang Zurrea, gadisnya. 

"Kalo ada yang berani gangguin lo, bilang ke gue."

Rea mendadak tersenyum. "Lo lupa ya, gue kebal sama gituan?"

"Orang yang lo hadapin beda, Re. Dan sekarang ada gue, lo bisa minta tolong ke gue, lo bisa repotin gue." 

Rea hanya mampu terdiam. Menatap dalam kearah mata Taeyong yang terlampau indah. Masih dengan senyuman yang terbit begitu lebar pada bibirnya. 

"Gue gak akan lupa." Ujarnya, lantas memutus kontak mata itu dan segera berjalan keluar dari kamar. 

Ada apa dengan dirinya? Mengapa detak jantungnya menjadi tidak stabil seperti ini? Pipinya juga memanas, padahal mereka hanya saling membagi tatap. 

Didalam kamar, Taeyong tak mampu menahan senyumannya pula. "Sialan." Desisnya.

Rea salah tingkah tadi, ia melihatnya dengan jelas dan itu cukup untuk membuat jantungnya berdetak tidak stabil kembali. Sensasi luar biasa yang baru pernah dirasakannya. 


🚫🚫🚫

Tbc.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang