Rea keluar dari jendela kamarnya. Mengendap-endap setelah memastikan keadaan rumah memang telah benar-benar sepi. Sedikit kesusahan karena kamarnya yang berada dilantai dua.
Tapi, gadis itu terlatih. Ia tak hanya sekali dua kali kabur lewat jendela ini. Lantas turun pelan pelan lewat atap gudang belakangnya yang kebetulan tak terlalu tinggi. Baru setelahnya ia melompati pagar, dan langsung tiba dibelakang rumah.
Gadis itu tersenyum begitu melihat seseorang tengah duduk diatas pasir pantai. Memandangi lautan yang gelap dengan rambutnya yang berkibaran tertiup angin.
Bahkan bayangannya saja terlihat begitu tampan. Harusnya Rea sadar diri jika ingin tertarik dengan seseorang. Taeyong terlalu jauh untuk dapat bersanding dengannya.
"Lo masih disini?" Tanyanya, sembari mengambil posisi duduk disamping Taeyong.
Cowok itu menoleh, tersenyum. "Lo juga dateng."
"Gue utang cerita sama lo, lo bilang."
"Lo bilang mau kasih tau lewat chat."
Rea terdiam. Memilih untuk memandang lautan yang damai. Andai saja Taeyong tak ada disisi nya saat ini, pasti lebih baik ia menceburkan diri sekarang.
Meskipun remang, dari samping Taeyong dapat dengan jelas melihat bekas gambar tangan itu di pipi Rea. Masih terlihat merah dan seperti nya bibir gadis itu sedikit terluka.
Tak ada yang membuka percakapaan diantara mereka. Hingga beberapa menit kemudian terdengar isakan kecil dari Rea. Taeyong menoleh cepat, memastikan gadis itu baik-baik saja.
Dan ya, gadis itu baik-baik saja. Ia tidak menangis ternyata, hanya menarik kasar cairan merah yang melewati hidungnya.
"Lo mimisan."
Rea mengangguk, ia telah mengeluarkan sapu tangannya dan menunjukkannya pada Taeyong.
"You okay?"
"Udah biasa kayak gini, mungkin kecapekan." Alibi.
"Re.."
Rea menoleh, menatap mata Taeyong. Yang tanpa mereka sadari jika jantung mereka sama-sama berdetak lebih cepat dari biasanya.
"I'm mess." Ujar Rea, masih menatap Taeyong. "You ask me, am i okay? Not, Yong. I'm mess."
"Lo pasti denger nyokap gue ngomong apa. Tapi sumpah, demi apapun. Gue bukan cewek gak bener kayak gitu."
Taeyong terdiam. Menyimak ucapan Rea.
"Lo tau, usia gua tujuh belas waktu gue tiba-tiba diperkosa sama temen gue sendiri. Cuman karena gue nolak dia. Orang tua gue strict parent, gue gak boleh pacaran. Gue pribadi emang nolak. Tapi–"
Rea memutus kontak matanya dengan Taeyong, memilih menatap lautan yang tenang. Dengan gemintang yang berhamburan meriah. Seolah sedang pamer jika langit tengah bahagia.
"Dia anak orang kaya, Yong. Gue gak bisa ngambil ranah hukum. Gue gak punya biaya. Gue cuman bisa diem, dan orang-orang percaya sama semua bullshit dia. Gue yang goda lah, gue yang gatel lah, gue yang–"
Kini isakan itu benar-benar ada. Isakan kecil dari tangisan yang tertahan. Taeyong masih terdiam. Ia mendengarkan, bukan menghakimi.
"Sampe keluarga gue pun mikir hal yang sama. Lo tau, andai gue orang kaya, gue bakal beli semua omongan mereka. Tapi gue bisa apa? Gak ada saksi, gak ada yang percaya sama omongan gue."
Rea memberikan jeda nya, membiarkan Taeyong dengan segala pikirannya. Jika cowok itu tiba-tiba memandangnya dengan segala rasa jijik, ia sudah siap. Toh selama ini orang-orang desa selalu memandangnya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔
Fanfiction"Gue hidup bukan buat diri gue lagi. Gue cuman takut sakit waktu mau mati. Meskipun hidup gue rasanya lebih sakit." -Kang Zurrea, 2021