34.

59 10 0
                                    

Rea berjalan dibelakang Taeyong begitu melewati jajaran para karyawan tadi. Ia menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya. Dan dapat ia rasakan jika pandangan Hanna kini tertuju padanya. Wanita itu bahkan menghentikan tawanya dan terfokus pada Rea yang baru saja melintas.

Alisnya bertaut, hingga kemudian ia menaruh kembali gelasnya diatas meja dan segera mencekal lengan Rea. Menyebabkan Taeyong dan yang lainnya ikutan menoleh.

"Rea?" Pandangannya menelisik. Tajam, dan mengintimidasi.

"Hanna?" Jeffrey berujar lirih, namun masih dapat didengar oleh teman-temannya yang ikutan menoleh.

"Lo kenal Jeff?" Johnny menyenggol lengan Jeffrey. Cowok itu mengangguk, mengiyakan.

"Oh, hai. Boleh ngomong sama Rea nya sebentar gak?" Hanna bertanya ramah pada kelima cowok yang menatapnya heran itu.

Taeyong melirik Rea, dia tau jika gadis itu ketakutan. Tapi Rea tetap mengangguk, meminta supaya dibiarkan saja.

"I'm okay." Bisiknya.

"Oke, have fun." Ujar Taeyong.

Jeffrey hanya meliriknya sekilas, tak setuju. Tapi mau bagaimana lagi? Dia bukan siapa-siapa.

Mereka akhirnya membiarkan, meskipun masih dengan tatapan yang penuh curiga.

Hanna dan Rea tiba disalah satu balkon yang ada disana. Lumayan sepi karena memang acara inti tengah berlangsung.

Rea masih menunduk dalam, memainkan tasnya. Sedangkan Hanna, tatapannya sudah persis seperti akan memangsa Rea. Tidak peduli jika kedua tangan Rea sudah bergemetar hebat.

"Lo ngapain disini?" Tanya Hanna, membuka percakapan. Ada yang berbeda kali ini, nada bicaranya tak sedingin biasanya.

"A– aku cuman diajak."

"Lo tinggal sama mereka?" Tepat sasaran. Rea hanya mampu menunduk semakin dalam.

Mau mengelak apa lagi? Dia sudah ketahuan seperti ini. Dia seharusnya semakin menguatkan diri, bersiap jika ada kemungkinan seperti ini terjadi lagi. Dia seharusnya tidak perlu membiarkan dirinya bahagia, karena jika terjadi seperti ini lagi dirinya akan kembali lemah.

Dia lemah. Dia kembali ketakutan.

"Lo mikir apaan? Serius gue tanya."

"K– kak,"

"Pulang kerumah nenek. Mumpung ayah sama mama belum tau."

Gadis itu menggeleng lemah.

"Kenapa? Lo gak lagi jadi boneka mereka kan?"

Mendengar ucapan Hanna yang menurutnya kebangetan itu, Rea perlahan mendongak.

"Kak," tegurnya.

"Apa?"

"A– aku nggak kayak apa yang kakak pikirin." Bibir pucatnya bergemetar hebat. Kepalanya pening, ia lagi-lagi harus menekan emosinya untuk tetap setabil.

Menjaga kepalanya untuk tetap dingin dan tidak membiarkan air matanya turun begitu saja. Dia tidak boleh terlihat lemah, dia harus berpura-pura.

"Gue tau. Gue tau lo gak mungkin ngelakuin kayak gitu. Tapi orang lain? Pendapat oranglain? Lo pernah mikir sejauh itu gak sih, Re? Lo pernah gak, sekali aja mikir gimana orang lain mandang lo?"

Rea tau. Rea bahkan selalu memikirkannya. Tentang pandangan buruk oranglain yang tertuju padanya. Tentang desas-desus buruk yang ditujukan untuknya. Rea tau semuanya, tak hanya dari bayangannya. Tapi ia tau semua faktanya.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang