25.

65 11 1
                                    

"Lo yakin mau kuliah? Kemarin kata Doy–"

Rea menoleh, tepatnya mendongak kearah Taeyong yang berdiri hanya berjarak beberapa langkah darinya. Menatapnya penuh kekhawatiran.

"Lo cemas banget sih. Tanya Jeff coba, gue kebal."

Cowok itu menghela napasnya. "Re, udah gue bilang kan. Dunia kuliah itu beda sama sekolah lo dulu. Orang-orang nya beda."

"Lo terlalu cemasin gue, sampe lo lupa kalo gue udah bisa ngehadepin ini lima tahun sendirian. Gue baik-baik aja, Lee Taeyong."

Taeyong hanya mampu menatap manik mata gadisnya itu. Tak ingin mendebat apapun.

"Oiya, hp gue. Kalo kemarin gue gak ketemu Johnny, gue balik jalan kaki tau gak. Hp gue, Yong."

"Lo kenapa sih, susah banget buat bergantung sama gue?"

Rea membalas tatapan itu akhirnya. Tersenyum, sebuah senyum yang tak mampu didefinisikan. Antara penuh luka, juga penuh sanjungan.

"Lo ngomong kayak gitu seolah-olah lo pacar gue, tau gak. Aneh."

"Ck. Gue serius, Re."

"Hp gue dulu."

Perdebatan pagi itu akhirnya diakhiri dengan Taeyong yang mengalah. Memberikan ponselnya pada Rea dan mencoba untuk tidak berlebihan mencemaskan gadisnya. Meskipun nyatanya sulit, sulit untuk tidak mencemaskan gadis itu barang sesaat.

____

Berita di base semakin menggila. Hampir seminggu ini mereka membahas Rea. Berita simpang siur mulai kembali bermunculan. Tentang Rea yang ternyata diperkosa, tentang rapist-nya yang ternyata sekampus.

Semua berita berangsur-angsur memuncak. Seluruh akun Rea telah mati, Doyoung menghapus seluruh data akun miliknya. Bahkan mengganti emailnya dengan email baru.

Tetapi, sesuatu yang mereka cemaskan beberapa hari belakangan akhirnya terjadi. Lebih membuat panik daripada pertama kali berita tentang Rea tersebar.

Rea hanya mampu mengetuk-ketuk kepalanya ketika membaca berita itu melalui grub kelas. Ia menutupi seluruh wajahnya dengan rambut.

Berulang kali me-zoom foto yang beberapa saat lalu dikirim masuk ke grub kelas. Foto dirinya menggunakan jaket hitam milik Taeyong, baru saja keluar dari mobil dan akan masuk kedalam kafe di malam hari. Dengan keadaan kafe yang telah tutup.

Foto itu, foto tiga hari yang lalu. Ketika Rea dan Taeyong pergi ke taman yang berada didekat sungai besar dikota. Sekedar mencari udara dan sedikit menghilangkan penat.

Dia akan mengelak apa lagi? Bukti itu seolah menguatkan seluruh opini-opini busuk manusia yang tak ingin tau kebenaran tentangnya.

'Hah? Taeyong dipelet apaan ini?'

'Bener-bener lonte ya? Malem-malem ngapain coba ke kafe yang udah tutup gitu.'

'Pantesan rambutnya digerai terus, nutupin tanda kalik ya.'

'Perasaan mukanya pas-pasan deh.'

'Ngakunya kerja dikafe, iya kerja. Tapi kerja nya malem kalik ya.'

'Taeyong mainnya sama cewek gak bener gitu sih.'

Rea tak bisa lari. Semua atensi tertuju padanya. Nafasnya memberat, ia kesulitan bernafas karena bisikan-bisikan itu ternyata begitu menyakitkan. Tak ada yang bisa dilakukannya sekarang, kecuali melamun. Menyalahkan dirinya sendiri yang lahir sebagai kesialan.

Dia akan kemana setelah ini? Pulang? Pulang kemana? Rumahnya terasa lebih menyeramkan dari pada kondisi saat ini.

Tak ada lagi kesempatannya untuk menangis. Dia hanya ingin belajar dengan benar, tapi kenapa sulit? Dia hanya ingin membuktikan bualannya beberapa tahun yang lalu. Tentang dia yang akan membeli ucapan orang-orang dengan suksesnya.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang