26.

53 11 0
                                    

Taeyong masuk keruangan itu dengan nafas yang memburu. Ia telah mengganti pakaiannya dengan seragam judo berwarna putih. Pandangannya menajam, menatap seseorang yang telah berdiri diatas matras menggunakan seragam biru.

"Maksud papa masukin aku sebagai daftar ahli waris apa?" Tanyanya, ketus.

Papanya justru tersenyum. "Apa lagi? Kenapa gak suka? Kamu ahli waris tunggalnya."

"Aku gak pernah sudi. Aku harus bilang berapa kali kalo aku gak sudi buat lanjutin bisnis kotor papa."

Alis papanya bertaut. "Bisnis kotor apa yang kamu maksud?"

Taeyong mendecih. Lihatlah, bukannya betapa bagus pilihannya untuk tidak memaafkan sejak dulu.

"Kemari, kita selesaikan latihanmu dulu."

Detik ketiga, Taeyong telah memasang kuda-kudanya.

Permainan sengit tidak terelakkan. Dengan dikuasai emosinya, Taeyong berhasil berkali-kali menjatuhkan papanya. Meskipun tak sedikit juga ia dibalas dijatuhkan.

"Kamu harusnya jaga ucapanmu sama orantua mu." Ujar papanya sembari mengunci pergerakan Taeyong dengan kakinya.

Cowok itu hampir kehabisan nafasnya. "Hapus namaku, kalo papa masih mau aku jadi anak papa."

Kuncian pergerakan itu semakin menguat. Wajah Taeyong memerah.

"Kamu papa kuliahin mahal-mahal bukan untuk jadi pembangkang, Lee Taeyong."

Taeyong mengerahkan seluruh tenaganya. Ia berhasil melepaskan diri dari kuncian papanya, segera beranjak dan memasang kuda-kuda kembali. Mata mereka saling berkilat emosi. Tidak ada yang ingin mengalah ataupun dikalahkan.

"Terserah. Tapi apapun yang terjadi, aku gak sudi ambil alih bisnis papa."

Papanya bergerak maju, mencengkeram kuat kerah seragam Taeyong dan kembali membanting tubuh putranya keatas matras.

Cowok itu melengkungkan tubuhnya, rasanya ngilu. Bantingan tadi terlalu keras.

"Kamu tinggal ikutin kata papa. Berhenti jadi anak pembangkang."

Ia menggeleng sembari menahan sakitnya. Wajahnya penuh keringat. Sialan, ini sangat sakit.

"Papa harus inget, aku masuk hukum. Setelah aku lulus, kalo papa masih nyuruh aku ambil bisnis itu, aku gak akan tinggal diem. Bahkan aku bakal buka soal kasus kakak dulu."

Pria tua itu semula berdiri disampingnya, namun kini beralih menuju didepannya. Melayangkan satu pukulan penuh amarah telak pada pipinya. Yang menyebabkan sudut bibirnya sobek, dan sedikit berdarah.

Lantas tanpa perasaan bersalah, sama seperti lima belas tahun yang lalu. Pria tua itu meninggalkan putranya yang sedang kesakitan sendirian diruangan itu.

Taeyong perlu sekitar lima belas menit untuk kembali tenang. Kepalanya pening bukan main setelah mendapatkan satu pukulan tadi. Bahkan ia hanya mampu berbaring diatas matras. Tak sanggup untuk segera beranjak.

Kak, sakit. Semuanya sakit. Tapi Rea butuh aku.

_____

Taeyong membuka pintu kamarnya. Sudah hampir tengah malam. Kafe sudah tutup, dan teman-temannya bahkan sudah masuk kedalam kamar masing-masing.

Tapi Rea masih duduk ditepi ranjang. Terlihat sedang melipat baju-baju nya.

"Loh, Yong. Baru balik?" Tanyanya, seraya beranjak dari ranjang. Menata baju-baju yang telah dilipatnya ke keranjang disamping almari.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang