43.

97 12 7
                                    

⚠️⚠️⚠️
TW//SUICIDE


Beberapa jam sebelumnya. Sekitar pukul dua pagi, Rea mendadak terbangun dari pingsannya dengan tubuh yang terasa remuk. Dia meraih ponselnya. Menyalakan senter untuk penerangan.

Dengan sisa tenaga, Rea menggeser tubuhnya untuk menuju pintu. Sakit. Ternyata tubuhnya benar-benar sakit. Matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Tenggorokan nya terasa kering dan perih.

Tangannya bergerak lemah mendorong pintu yang terkunci itu. Ia mencoba berdiri, meskipun rasanya kakinya seperti mati rasa. Mungkin mengalami patah tulang. Rasanya benar-benar luar biasa sakit.

"Ssh." Ia meringis kecil begitu tangannya tidak sanggup untuk sebatas mencoba mendobrak pintu.

"M–ma?" Suara seraknya mencoba memanggil mamanya. Hening. Tidak mungkin juga wanita itu akan membukakan pintu untuknya.

Rea mendorong sekali lagi, kali ini mencoba lebih kuat. Dan mengakibatkan tangannya tergores engsel pintu yang berkarat. Ada sedikit celah terlihat. Rea semakin mendorong pintu itu dengan sisa tenaganya.

Dan setelah itu, akhirnya pintu berhasil terbuka dibagian bawahnya. Rea segera merangkak keluar dari gudang dengan tubuh yang sebenarnya tak sanggup lagi digerakkan. Tapi, ia memaksa dirinya sendiri.

Begitu berhasil keluar dari rumah. Rea berjalan terseok-seok dijalanan desa yang lengang dan hening. Tak ada suara apapun selain suara debur ombak.

Malam ini, langit begitu cerah. Banyak bintang yang bertaburan dilangit. Dengan berbagai bentuk rasinya, mereka seperti tengah membuat sebuah pagelaran mewah.

Gadis itu tersenyum, dengan darah yang perlahan mengalir dari hidungnya. Rea menarik nafas kasar, mencegah darah itu turun membasahi bajunya. Ia lantas mengusap darah itu dengan jemarinya yang masih kotor dengan darah kering. Anyir sekali baunya.

Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk Rea tiba dipantai. Biasanya hanya sepuluh menit berjalan kaki sudah sampai, kali ini dua kali lipat karena kaki nya yang terasa seperti akan terlepas.

Ia sengaja memilih bawah tebing curam. Ia ingin sendirian. Menyembuhkan diri sendirian, karena ia tak mungkin membawa Taeyong dalam masalah ini. Ia ingin selesai merepotkan Taeyong. Ia ingin selesai menjadi parasit.

Rea membuka kausnya dengan susah payah. Yang membuat gelangnya tak sengaja terjatuh, namun ia tak menyadari hal itu. Darah, kausnya penuh dengan darah. Dibawah remang nya cahaya rembulan dan gemintang, ia mengamati tangannya sendiri yang juga penuh bekas darah.

Hidungnya kembali mengalirkan darah. Rea mengusapnya kasar. Kepalanya pening sekali karena tadi sempat terkena beberapa kali pukulan mamanya dengan sapu. Dimana sapu itu bahkan retak karena digunakan untuk memukul dirinya terlalu keras tadi.

Pandangannya mengabur.

Rea kembali mengenakan kausnya. Dan kemudian mendongak, menatap langit dengan beberapa bintang jatuhnya. Dalam hati, ia segera membuat permohonan.

Untuk Lee Taeyong, lo berhak hidup lebih baik tanpa gue.

Dan untuk Lee Aera, kakak ipar, kayaknya udah sepantasnya kita buat ketemu.

Dengan langkah terseok, Rea berjalan menuju ombak yang kini menerjang bebatuan dengan begitu kerasnya. Tubuhnya otomatis basah, seluruh perih akan luka-lukanya langsung terasa.

Rea menggeram kecil dan tetap melanjutkan langkahnya. Dimana air kini sudah setengah merendam tubuhnya.

Dia seperti tidak lagi memiliki alasan untuk bertahan. Dia kehilangan tujuan dan harapan. Dia terlalu lelah, tubuh dan pikirannya terlalu banyak terforsir. Hatinya terlalu sakit, dan tidak ada lagi yang mampu menyembuhkannya.

dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang