Taeyong berdiri didepan kaca kamar mandi kamarnya. Menatap pantulan dirinya yang terlihat kusut dan jelas tidak baik-baik saja.
Lihat, ada siapa dipantulan kaca itu? Seorang pengecut yang gagal menyelamatkan belahan jiwanya. Seorang kekasih hati yang membiarkan kekasihnya menderita sendirian. Dia seorang pengecut. Yang tak mampu memenuhi janjinya untuk selalu ada. Yang tak mampu memenuhi janjinya untuk saling menyembuhkan.
Kini dia nestapa sendirian. Terus menyalahkan dirinya sendiri dan menyesal berkepanjangan. Seharusnya dia tetap menyusul gadisnya, seharusnya dia membawa gadisnya pergi lebih jauh. Menjauhkan gadisnya dari setiap mimpi buruknya.
Seharusnya yang selalu hanya menjadi seandainya. Sesuatu yang tak akan pernah terjadi. Mustahil.
Where do i go now, Re?
Kemana dia akan melangkah selanjutnya, jika tak ada lagi tempat untuk kembali. Jika tak ada lagi tempat untuk bersandar sejenak. Kemana dia akan menjalankan hidupnya nanti. Kemana dia akan menemukan pelukan hangat yang benar-benar mampu menyembuhkan.
Don't want live a liar.
Dia tidak ingin lagi berbohong dengan dunianya sendiri. Dia tidak ingin terus berpura-pura jika dirinya baik-baik saja. Dia tidak ingin menjadi pembohong lagi. Dia butuh Reanya. Dia butuh gadisnya untuk selalu mendekapnya ketika mimpi buruknya datang. Untuk selalu menyembuhkan setiap lukanya dengan kecupan hangat yang manis. Untuk selalu menyambut paginya dengan sebuah senyuman semanis aspartam. Untuk selalu menemani malam dinginnya dengan pelukan erat yang hangat.
Untuk selalu ada disisinya, setiap saat.
Bohong jika Taeyong mampu berpura-pura lagi. Batasnya tiba disini. Sulit untuk kembali melanjutkan hidup seperti dulu tanpa Rea. Dia tidak akan pernah mampu berpura-pura menjadi baik-baik saja lagi. Terlalu sulit dan menyakitkan.
"Argh!"
Prang!
Suara pecahan kaca itu terdengar sangat nyaring bahkan hingga keluar kamar Taeyong. Perlahan darah mengalir dari buku-buku jemari Taeyong yang masih menempel dikaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
dive in the blue || lee taeyong [SELESAI]✔
Fanfic"Gue hidup bukan buat diri gue lagi. Gue cuman takut sakit waktu mau mati. Meskipun hidup gue rasanya lebih sakit." -Kang Zurrea, 2021